8 : Serius Nih?

107 28 4
                                        

Lutfi. Is calling you...

Aku sempat terkejut sejenak, tapi segera menenangkan diri dan menggeser tombol hijau dengan hati-hati.

"Hallo,"

"Iya?"

"Pergi sekolah naik apa?"

"Ojol."

"Gue jemput ya?"

"Lo gak tau rumah gue."

"Share location makanya,"

"Oke, tapi jemput depan gang aja!"

"Kenapa?"

"Takut ketauan orang rumah!"

"Yaudah iya, see you!"

Sambungan telpon diputus, aku meletakkan kembali handphone-ku dan melanjutkan menulis di blog milikku.

Menulis tentang seseorang di masa lalu yang mengajarkanku bahwa kehilangan tak selamanya menyakitkan. Arka dan segala tentangnya.

Mengingat tentangnya tak lagi menyakitkan, aku sudah menemukan bahagiaku lagi.

Aku mengumpulkan barang-barang sederhana pemberian Arka, memasukkannya di kotak berwarna biru, kemudian menaruhnya di laci meja belajarku.

Langkah terakhir, memindahkan foto-foto Arka yang ada di laptop-ku ke dalam flasdisk yang sempat ia berikan saat aku sedang tergila-gila dengan drama korea.

Setelah semuanya selesai, aku menghela napas lega. Setidaknya, hatiku juga berhak berbahagia.

Dan untukmu bagian dari masa laluku, kamu bagian dari luka terindahku. Aku berterimakasih untuk itu.

"Semoga dia gak baca tulisan di blog gue!" Ucapku pada diri sendiri kemudian menghentikan segala aktivitasku karena sudah hampir larut malam.

------

Aku berpamitan pada Ibuku dengan terburu-buru, aku kesiangan. Lutfi sudah meneleponku berkali-kali, ia sudah menunggu di depan gang sekitar 10 menit yang lalu. Dan bodohnya ia tetap menunggu, terimakasih Lutfi!

Benar saja, tepat di depan gang ia duduk dengan wajah datar menatap lurus ke depan, terlihat bodoh.

"Sorry gue kesiangan, lama ya?" Kataku merasa tidak enak.

"Kebo sih, buruan naik!"

Aku langsung naik ke boncengannya dan sepanjang perjalanan ia mengomeliku yang tidak mau menggunakan helm yang sudah ia bawa dari rumah.

"Lo keras kepala banget sih!"

Aku memutar bola mataku malas, bawel.

"Helmnya dipake jangan dipegang doang Allahu!" Aku tertawa. Lucu. Ia gemas sendiri.

"Deket juga sih," Aku membalas ucapannya, telingaku sudah lelah mendengar ocehan pria itu.

Hai, Kamu... [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang