Yeori dan Jimin hanya saling diam. Mereka naik mobil pick up yang membawa barang-barang pindahan. Jimin bilang akan mengembalikan mobil itu ke tempat rental setelah mengantarkan Yeori ke tempat tujuannya.
"Kau masih marah padaku?" tanya Jimin yang melihat wajah Yeori masih murung. Adik tirinya itu menatap pemandangan di luar kaca jendela dengan tatapan kosong.
"Entahlah," jawab Yeori enggan.
"Aku tidak tinggal bersama kalian," ujar Jimin tanpa menoleh ke arah Yeori.
"Apa? Tapi―"
"Aku tidak ingin kau merasa tidak nyaman."
Yeori menatap Jimin yang tatapannya masih fokus pada jalanan yang mereka lalui. Tiba-tiba ada perasaan bersalah di hatinya. Apa dirinya kini sudah jadi orang jahat yang memisahkan antara anak dan ibunya? Apa dia sejahat itu membuat Jimin kehilangan kesempatan tinggal dengan keluarga barunya?
"Kalau kau seperti ini, aku malah jadi merasa bersalah," gumam Yeori.
Jimin malah tertawa dan mengacak-acak rambut Yeori. Begitu tersadar, Jimin cepat menyingkirkan tangannya dan sejenak suasana menjadi canggung.
"Maaf, ya karena tidak memberitahumu dari awal. Aku sungguh tidak bermaksud membohongimu, aku hanya―"
"Tetap saja! Aku tidak tahu sementara kalian sudah tahu. Aku seperti orang bodoh," sungut Yeori.
"Coba kau bayangkan. Saat pertama kali kita bertemu, saat kau tersadar dari pingsanmu lalu aku bilang kalau aku ini adalah calon kakak tirimu, aku berani jamin kau akan langsung mengira aku ini orang gila." Jimin menatap Yeori, menunggu reaksinya.
"Ck, tetap saja." Meski sebenarnya dalam hati ia membenarkan perkataan kakak tirinya itu, tetapi Yeori masih saja bersungut dan memalingkan wajahnya dari Jimin. Kakaknya itu benar, siapa yang akan percaya kalau tiba-tiba ada orang tak dikenal datang dan mengaku-aku sebagai calon kakak tirinya?
"Ngomong-ngomong, kau ada janji dengan siapa dan kita akan ke mana?" tanya Jimin mengalihkan pembicaraan. Yeori tetap diam.
"Jadi benar yang ibuku bilang kalau kau akan pergi kencan, ya? Parah kau ini. Kau bilang tidak punya pacar tapi diam-diam kau pergi kencan. Apa aku tidak boleh tahu siapa pacar adikku? Setidaknya dia harus bertemu denganku dulu untuk memastikan apa dia orang yang cukup baik untuk adikku."
"Turunkan aku di halte bus depan itu!" Yeori berkata dengan kesal mendengar ocehan Jimin.
"Ah, ya, ya. Aku tahu itu rahasia. Aku tidak akan memaksa. Maaf, ya." Jimin tersenyum ke arah Yeori.
"Aku ada janji dengan Eunri, menyelesaikan tugas kelompok kami yang akan dikumpul besok. Antarkan aku ke rumahnya," jawab Yeori masih dengan wajah kesal.
"Jadi bukan kencan, ya?" goda Jimin lagi.
"Yah~!" tangan Yeori sudah terangkat, tetapi ia mengurungkan niatnya saat melihat Jimin tersenyum. Senyum itu membuat hati Yeori tiba-tiba terasa sakit. Apalagi waktu tersadar kalau lelaki muda yang duduk di sebelahnya itu sudah jadi kakaknya.
"Itu hal wajar 'kan kalau kami mengkhawatirkanmu?"
"Kami?"
"Ayah. Kau tidak lihat bagaimana perubahan raut wajahnya saat mendengar ucapan ibuku mengenai kemungkinan kau pergi kencan? Ayah langsung menyuruhku untuk mengantarmu 'kan?" Jimin menghentikan mobilnya saat mereka tiba di lampu merah perempatan.
"Dia tidak pernah peduli padaku, jadi mana mungkin!" Yeori tersenyum simpul.
"Dari mana kau bisa menyimpulkan seperti itu?" tanya Jimin keheranan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sudah Terbit] Unpredictable Love ✓
FanfictionHan Yeori menyukai Dae Jimin karena dia begitu baik dan punya senyum yang menawan. Namun, ia harus melupakan rasa sukanya karena sebuah hubungan sakral yang membuat mereka tidak bisa bersatu. Sementara Han Taehyung yang sangat jutek dan sering berb...