Yeori berjalan gontai sore itu. Seusai bel tanda sekolah usai berbunyi, ia tidak lekas beranjak karena menghindari tatapan semua orang juga kasak-kusuk di belakangnya yang membuat perasaannya semakin tidak enak. Eunri seperti menjauhinya karena insiden adu argumen tadi pagi. Semua orang juga menjauhinya. Mereka lebih memilih berbisik-bisik sambil menatap Yeori ketimbang berbicara terang-terangan di depannya.
Apa salahnya? Apa karena dirinya masuk ke sekolah itu di tahun ketiga---yang tidak banyak sekolah mau menerima murid tahun ketiga---lalu mereka bisa dengan seenaknya bilang kalau Yeori mendapat keistimewaan karena menjadi bagian dari keluarga besar Hae San? Namun, bukankah bagian keluarga Hae San itu adalah ayahnya Jimin? Yang menikah dengan ayahnya Yeori kan ibunya Jimin yang secara hukum tidak lagi memiliki hubungan dengan keluarga besar Hae San? Lalu kenapa ia harus menanggung tatap kebencian semua orang padanya itu? Yeori merasa itu semua tidak adil baginya.
Lalu haters? Memangnya kenapa kalau Yeori membenci HSG? Ada yang salah? Bukankah itu hak setiap orang untuk menentukan sikap mana yang ia suka dan mana yang tidak ia suka? Kenapa semua orang senang main hakim sendiri, sih? Yeori menendang gumpalan kertas yang ada di koridor sekolah. Ia menendangnya dan gumpalan kertas mendarat di samping kaki seseorang yang berdiri tak jauh di hadapannya. Yeori mendongak dan menemukan Taehyung sedang menatapnya.
Yeori sedang malas berinteraksi dengan siapa pun karena ia merasa hari itu semua orang menjadi sama menyebalkannya. Ia melewati Taehyung begitu saja. Namun, tiba-tiba tangan pemuda itu meraihnya, menghentikan langkahnya.
"Kau tidak apa-apa?"
Yeori menghela napas, kenapa sih hari ini selalu pertanyaan itu yang terlontar padanya? Memangnya kenapa kalau Yeori tidak baik-baik saja atau baik-baik saja? Apa pengaruhnya untuk si penanya? Yeori menatap Taehyung kesal.
"Melihat caramu menatapku, sepertinya kau baik-baik saja, ya. Syukurlah. Kalau begitu kembalikan jasku." Taehyung tersenyum, tetapi bahkan senyum itu juga terlihat menyebalkan bagi Yeori.
Yeori bisa saja melampiaskan kemarahan dan kekesalannya pada Taehyung. Namun, tidak dilakukannya. Meski semenyebalkan apa pun sosok di hadapannya itu, tetapi entah kenapa Yeori tidak bisa marah padanya setelah apa yang Taehyung lakukan kemarin. Akhirnya ia lebih memilih terdiam dan menundukkan kepalanya.
"Kau menangis?" tanya Taehyung.
"Tidak," jawab Yeori kemudian berlalu dari hadapan Taehyung.
Taehyung menatap punggung Yeori yang berjalan gontai. Tangannya hendak meraih lengan Yeori lagi, tetapi diurungkannya. Setelah menghela napasnya, ia memutuskan untuk berjalan di belakang Yeori. Membuntutinya dalam diam. Ia tahu saat itu Yeori butuh sendiri. Namun, ia juga tidak tega meninggalkannya seorang diri dalam kondisi seperti itu. Bagaimana kalau kejadian seperti malam pernikahan ayahnya Yeori terulang lagi, ia pergi tanpa membawa uang sepeser pun. Apa jadinya kalau saat itu Taehyung tidak mengejarnya?
Hanya berselang beberapa menit, Yeori berhenti di lapangan parkir sekolah. Ia duduk di kursi panjang dekat taman dan menangis di sana.
"Ck, anak itu, tidak menangis apanya?" keluh Taehyung yang langsung menghampiri Yeori dan menarik tangannya.
"Lepaskan!" protes Yeori berusaha melepaskan lengannya dari tangan Taehyung, tetapi genggaman sosok jangkung itu begitu kuat sehingga akhirnya Yeori pasrah mengikuti ke mana Taehyung menariknya.
"Kalau ingin menangis, cari tempat yang tidak ada orangnya," ujar Taehyung sambil mendudukkan Yeori di kursi panjang yang ada di kebun sekolah setelah sebelumnya mengunci pagar kebun sekolah dengan kunci duplikat yang dimilikinya agar tidak ada seorang pun yang bisa masuk ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sudah Terbit] Unpredictable Love ✓
FanfictionHan Yeori menyukai Dae Jimin karena dia begitu baik dan punya senyum yang menawan. Namun, ia harus melupakan rasa sukanya karena sebuah hubungan sakral yang membuat mereka tidak bisa bersatu. Sementara Han Taehyung yang sangat jutek dan sering berb...