Pintu kamar Yeori hanya tinggal menyisakan celah sempit antara daun pintu dan kusennya saat ada sebuah tangan yang mencegahnya tertutup. Sekuat tenaga Yeori mendorong, tetapi tenaga Jimin jauh lebih kuat sehingga Yeori mundur beberapa langkah dan pria muda bertubuh gempal itu berhasil merangsek masuk.
"Aku ingin sendiri," ujar Yeori dengan suara bergetar.
"Tidak di saat seperti ini. Kau bisa melakukan hal bodoh kalau kubiarkan sendiri sekarang," sahut Jimin yang berjalan mendekati Yeori.
Yeori terisak. Tubuhnya bergetar hebat.
"Maaf, ya. Aku tidak bisa mencegah ayah untuk tahu perihal skorsing-mu."
Jimin semakin mendekat, bahkan Yeori kini bisa mencium aroma tubuh maskulin milik Jimin. Pemuda itu sudah berdiri tepat di hadapannya kini.
"Kau memberitahunya?" tanya Yeori tertunduk, menghindari tatapan Jimin yang tertuju padanya.
"Tidak. Ayah melihatmu bersama seorang pemuda yang memakai seragam Hae San sama sepertimu sedang berjalan di area City Hall. Lalu ayah mencari tahu ke sekolah dan pihak sekolah memberi tahu kau di-skorsing karena berkelahi," Jimin menjelaskan.
Gadis itu memejamkan matanya, merutuki kebodohannya sendiri. Kenapa sampai tidak terpikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi kalau ia berkeliaran di ruang terbuka pada jam sekolah? Ia tidak pernah berpikir kalau ayahnya bisa melihatnya di tempat itu.
"Kau pergi dengan Taehyung?" tanya Jimin masih memusatkan perhatiannya pada manik gadis di hadapannya.
Pupil Yeori membesar. Ia mendongak menatap Jimin. Jelas ia terkejut mengetahui kenyataan bahwa Jimin tahu dengan siapa Yeori pergi. Apa Taehyung yang memberitahunya? Mereka 'kan berteman.
"Taehyung mengikuti seminar di Paju hari ini dan kau bilang tadi kau dari Paju menghadiri seminar saat ayah bertanya kau dari mana. Kupikir pemuda yang dilihat ayah bersamamu adalah Taehyung. Benar 'kan?" Jimin berkata lagi seolah bisa membaca lintasan pikiran adik tirinya itu.
Yeori kembali menunduk. Menghindari tatapan ingin tahu Jimin yang terasa mengintimidasinya.
"Bukan masalah besar untukku kalau kau pergi dengan Taehyung. Aku tahu betul dia tidak mungkin berbuat sesuatu yang buruk padamu, tetapi itu jadi masalah besar buat Ayah," Jimin berkata hati-hati.
"Kenapa? Kau dengar sendiri tadi 'kan, Ayah bilang apa? Dia tidak ingin punya anak sepertiku. Dia menyalahkanku atas kematian Ibu. Dia berpikir lebih baik aku yang mati daripada Ibu yang mati. Dia tidak menginginkanku. Dia sangat membenciku karena aku penyebab kematian Ibuku, orang yang begitu ia cintai," ceracau Yeori dengan suara parau.
Jimin memegang kedua bahu Yeori yang sesekali berguncang karena isakannya.
"Ayah bukannya tidak menginginkanmu, tapi setiap kali melihatmu hatinya akan terluka karena akan selalu ingat pada Ibumu," Jimin berkata lembut.
"Lalu untuk apa aku hidup, kalau kehadiranku dalam hidup Ayah hanya mengingatkannya pada luka akan kehilangan Ibu? Bukankah lebih baik aku menghilang selamanya? Bukankah lebih baik aku menyusul Ibu saja?" tangis Yeori pecah. Kali ini tidak hanya isakan yang terdengar, tetapi juga raungan. Raungan kesakitan yang begitu mendalam yang dipendamnya selama bertahun-tahun. Ia sudah tidak kuat lagi memendamnya sendirian.
Jimin meraih kepala Yeori dan memeluknya. Membiarkan gadis itu membasahi kemejanya dengan air mata. Perlahan ditepuknya pelan pucuk kepala adik tirinya itu.
"Seandainya aku tahu, kalau Ayah menyalahkanku... atas kematian Ibu, seandainya aku tahu lebih awal, aku akan... menghilang sejak dulu dari hidup Ayah. Daripada menelantarkanku tanpa alasan, menelantarkanku dalam kehampaan... sampai aku berpikir, aku ini hidup di dunia jenis apa? Apa aku benar-benar hidup? Apa aku juga manusia seperti yang lain? Tapi, tapi---" Yeori menghentikan ceracauannya karena isakannya semakin hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sudah Terbit] Unpredictable Love ✓
FanfictionHan Yeori menyukai Dae Jimin karena dia begitu baik dan punya senyum yang menawan. Namun, ia harus melupakan rasa sukanya karena sebuah hubungan sakral yang membuat mereka tidak bisa bersatu. Sementara Han Taehyung yang sangat jutek dan sering berb...