Apa yang Yeori lihat kemarin di ponsel Taehyung membuat dirinya tidak ingin lagi datang ke sekolah. Semalaman ia memutar otak, berpikir ke mana ia harus pergi esok hari. Ia tidak mungkin berada di rumah sepanjang hari, juga tidak mungkin mengendap-endap di kebun sekolah seperti kemarin.
Lalu, di tempat itulah saat ini dirinya berada. Di lantai dua gedung Seoul Metropolitan Library. Membolak-balik sebuah literatur berbahasa Korea tentang teori kritik sastra. Entah kenapa sejak mendapat tugas kelompok bersama Eunri di kelas Bahasa Korea, ia jadi tertarik mempelajari sastra.
Menginterpretasi karya orang dengan bahasa sendiri atau mengalihaksarakan huruf hanja ke huruf hangeul terasa begitu menyenangkan baginya. Karena dalam sastra tidak ada jawaban yang salah dan benar.
Berbeda dengan pelajaran berhitung yang membosankan baginya. Rumusnya sudah pasti, tetapi kalau cara memasukkan angkanya ke dalam rumus salah atau salah memahami arti angka dalam sebuah cerita, maka tidak akan ditemukan jawabannya.
Ponselnya kembali bergetar. Ini sudah kesepuluh kalinya, tetapi Yeori tampak enggan mengangkat. Panggilan dari orang yang sama sejak satu jam yang lalu.
Apa dimatikan saja, ya? Pikir Yeori. Lalu masuklah sebuah pesan.
Si Moncong Rilakkuma
DI MANA???!!!Yeori mendengus kesal lalu menggerutu pelan, "Kalau bertanyanya seperti ingin mencekik orang begitu siapa yang mau menjawab."
Ponselnya kembali bergetar. Meski tak berdering, tetapi suara getarannya itu terdengar sangat berisik untuk suasana setenang perpustakaan. Yeori mendecak kemudian mematikan ponsel itu dan memasukkannya ke dalam tas.
Kondisi aman untuk sementara. Apa yang terjadi nanti biar saja terjadi. Toh Yeori masih punya waktu sekitar lima hari lagi untuk tidak bertemu makhluk menyebalkan serupa moncong rilakkuma itu.
Prediksi Yeori ternyata salah besar begitu kedua bola matanya menangkap sosok Taehyung yang duduk di seberang mejanya sambil terengah. Matanya tajam menatap Yeori seolah ingin menelannya bulat-bulat.
"Ba-bagaimana bisa---"
"Kenapa tidak menjawab teleponku? Kenapa baru saja kau mematikan ponselmu? Kenapa lari dariku?" cecar Taehyung dengan napas yang masih memburu.
Yeori mengalihkan tatapannya pada buku yang sedang dibacanya. Ia tak berani balas menatap kedua bola mata yang menatapnya kesal itu.
Taehyung menatap Yeori tak sabar. Ia pindah dan duduk di samping Yeori yang langsung gelagapan. Entah bagaimana kabar degupan jantungnya, ia tidak tahu.
"Kau marah padaku?" tanya Taehyung lembut kali ini.
Rasanya Yeori ingin melorot saja dari kursinya. Tatapan mata itu juga nada suaranya kenapa menjadi begitu lembut hinggap di indra pendengarannya? Kenapa dalam hitungan detik saja sikap lelaki muda berponi di sampingnya itu bisa berubah drastis?
Perlahan Yeori menggeleng.
Oke, Yeori lemah kali ini. Ia terhanyut oleh tatapan mata itu. Ia tak ingin menghindar lagi. Jiwanya yang telah begitu lama berada dalam kesepian seolah haus akan tatapan perhatian seperti itu. Untuk kali ini saja, ia berdamai dengan hatinya.
"Lalu kenapa mengabaikanku?" tanya Taehyung lagi.
"Hanya takut," jawab Yeori yang kembali menunduk.
Terdengar Taehyung menghela napas.
"Aku yang seharusnya takut. Takut kau kenapa-kenapa karena tidak mengangkat teleponku," gumam Taehyung lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sudah Terbit] Unpredictable Love ✓
FanfictionHan Yeori menyukai Dae Jimin karena dia begitu baik dan punya senyum yang menawan. Namun, ia harus melupakan rasa sukanya karena sebuah hubungan sakral yang membuat mereka tidak bisa bersatu. Sementara Han Taehyung yang sangat jutek dan sering berb...