Bulan tidak tidur semalaman. Ia terus-terusan menangis, meski Nia tidur di sampingnya. Dan sekarang, waktu sudah menunjuk angka 4 pagi. Bulan bangun dan segera menuju ke kamar mandi.
Setelah mandi, Bulan mengambil air wudu dan melanjutkannya dengan shalat subuh karena adzan telah berkumandang. Setelah itu, Bulan memakai seragam sekolahnya, dan mengambil tasnya.
Tepat saat kakinya menyentuh ambang pintu kamar, Bulan kembali masuk ke dalam kamarnya dan mengambil ponsel Nia. Setelah mengetikkan sesuatu di sana, Bulan kembali melangkah keluar terburu-buru.
Ketika melewati kamar Bayu, Bulan berhenti melangkah. Ia menatap pintu kamar yang tertutup itu dengan sendu. Lagi, Bulan merasa sebuah kata bernama rindu menggerogoti hatinya.
Takut jika Bayu bangun, Bulan langsung turun ke lantai bawah dan menuju ke dapur. Sesampainya di dapur, pembantu rumah tangga mereka sedang memasak terperanjat karena Bulan tiba-tiba menuangkan susu ke gelas.
"Lho, Non Bulan udah mau berangkat? Ini kan baru jam 5 subuh."
"Mbok, tolong selesaian susu hangatnya, Bulan mau siapin bekal." Bulan nampak sangat buru-buru. Mbok Asih menyelesaikan susu buatan Bulan. Sedangkan Bulan memberi selai ke roti tawar yang baru saja ia ambil. Setelah selesai, ia masukkan roti-roti itu ke dalam kotak bekal, dan memasukkannya ke dalam tas.
Setelah itu, Bulan meminum susu hangatnya yang baru selesai dibuat dengan terburu-buru. Tak peduli jika panas membakar lidahnya. Bahkan, Mbok Asih berkali-kali memperingatinya, tapi Bulan tak menghiraukannya.
"Mbok, Bulan berangkat! Bilang Mamah, ya!"
"Non Bulan mau sekolah sepagi ini?" Tanya Mbok Asij tanpa dijawab oleh Bulan. Bulan berlari menuju garasi, lalu mengeluarkan kunci mobilnya dari dalam saku baju.
Bulan membawa mobilnya sendiri. Bukan mobil Nia seperti biasanya. Nia memang melarang Bulan untuk membawa mobilnya sendiri, tapi untuk hari ini. Bulan tak mendengarkan larangan tersebut. Tak peduli jika akhirnya nanti mobilnya akan disita jua oleh Bayu.
Bulan masuk ke dalam mobil berwarna putih miliknya, lalu menancap gas kendaraan tersebut.
Sesampainya di pintu gerbang yang masih tertutup, Bulan membuka kaca mobilnya. Lantas berteriak pada pak satpam yang masih molor di pos satpam.
"Pak! Pak! Buka gerbangnya!!!"
Dan Bulan berdecak sebal karena teriakannya tak digubris sama sekali. Setelah mengambil kunci di pos satpam, Bulan membuka gerbang dan kembali melesatkan mobilnya di jalan yang belum seberapa terang. Mengingat waktu yang ditunjuk jam sekarang baru pukul 5.30 pagi.
...
Bulan menghentikan mobilnya di depan gerbang sekolah. Karena Bulan membawa mobilnya sangat pelan, jadilah ia sampai di depan sekolah pada pukul 6 pagi. Bersamaan dengan satpam sekolah yang baru sampai juga.
Setelah gerbang dibuka, Bulan melajukan mobilnya dan memarkirkannya. Setelah itu, Bulan menata langkahnya yang gontai akibat mengantuk menuju ke lantai dua. Dimana kelasnya berada.
Sesampainya di kelas, Bulan langsung menuju tempat duduknya dan membenamkan wajahnya di balik tas yang ia jadikan bantal. Rasa kantuk yang ia tolak semalaman, baru hadir sekarang. Sepertinya, tidur satu jam sebelum pelajaran dimulai cukup.
Bulan merasa tubuhnya digoyangkan pelan, dan indra pendengarannya langsung terbangun dan mendengar suara kelas yang mulai bising.
Bulan mengangkat wajahnya, lantas menoleh ke pelaku yang membangunkannya. Alena.
Alena terkejut saat melihat keadaan Bulan. Cewek itu terlihat sangat kacau. Rambutnya yang acak-acakan, matanya yang berlingkar hitam, dan senyum yang dipaksakan. Tanpa bertanya pun, Alena tahu jawabannya.
"Lan, kita ke UKS sekarang!" Tegas Alena seraya menarik tangan Bulan. Bulan bersikukuh untuk tetap di kelas.
"Tuh kan! Tangan lo aja panas banget gini!" Ucap Alena sedikit marah. Ia menarik Bulan dengan paksa dan membawa tas cewek itu. Mereka menuju ke UKS sekarang....
B
ulan didudukkan di atas ranjang UKS. Yang Bulan rasakan sekarang hanyalah satu. Ia mengantuk, dan matanya terasa sangat panas. Mungkin ia demam.
Alena berkacak pinggang di depan cewek itu. Ia mengeluarkan sisir dari tasnya yang memang belum ia lepas sejak tadi. Dengan lembut, ia menyisirkan rambut Bulan yang memang tidak disisir sejak tadi pagi.
"Lo gak tidur, ya?" Tanya Alena menahan sesak yang bergejolak di hatinya. Ia sedih melihat sahabatnya sangat kacau begini. Alena masih terus menyisir rambut cewek yang sedang mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Alena barusan.
"Jangan rusak badan sendiri, Lan! Gue tau lo sedih, gue tau lo kacau, tapi jangan siksa badan lo gini. Lo pasti belum sarapan, kan?" Ucap Alena lembut seraya kembali ke hadapan Bulan.
Bulan dengan matanya yang terasa berat itu mengangguk. Lalu, ia mengeluarkan bekalnya tadi dari dalam tas miliknya. "Gue bawa bekal, kok."
"Ya udah. Makan!"
Bulan menggeleng cepat. "Gue mau tidur dulu."
"Gue yakin sejak tadi malem lo gak makan. Sekarang, lo harus makan! Biar gue suapin, ya?" Ucap Alena ingin menangis.
Bulan tersenyum dan mengusap pipi Alena lembut. Seketika rasa panas menjalar di pipi Alena akibat sentuhan Bulan.
"Jangan sedih, Na! Gue gak papa." Ucapnya lembut disertai senyuman untuk meyakinkan Alena.
Alena hanya mengangguk dan mulai menyuapi roti tawar itu satu persatu ke mulut Bulan. Setelah menyuapkan dua roti, Alena memberi sahabatnya minum.
"Lo baringan aja dulu. Bentar lagi petugas UKS nya dateng." Ucap Alena seraya menuliskan nama Bulan di buku daftar pasien.
Tak lama kemudian, seorang petugas UKS datang dan memberi Bulan obat penurun panas. Alena menyuruh Bulan untuk istirahat dulu sampai cewek itu membaik. Alena sendiri yang akan bertanggung jawab atas absen Bulan.
Dan dalam alam sadarnya yang hampir habis, Bulan merasa bersyukur memiliki sahabat seperti Alena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi, Bulan, Dan Bintang (Complete)
Teen FictionIni kisah tentang Bumi, Bulan, dan Bintang. Kisah yang mungkin akan membuat kalian bernostalgia ke masa-masa SMA. Tentang kehidupan yang nyata adanya diantara kita. Tentang tawa yang melebur perih. Tentang hari-hari yang menyimpan banyak misteri...