Hari ini adalah hari keempat Bulan tidak melihat Bintang. Saling bertukar kabar via telepon pun tidak. Karena, ponsel Bulan masih disita Bayu.
Bulan melangkahkan kakinya ke ruang khusus ekskul jurnalistik. Ia menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi, lalu memejamkan matanya sejenak. Sudah lama ia tidak masuk ke ruangan ini.
Bulan merogoh saku bajunya, dan mengeluarkan flashdisk yang selalu ia bawa kemana-mana. Isinya hanya ada file projectnya.
Bulan melanjutkan kedua naskah itu. Sebuah cerita yang memang belum bertemu akhirnya.
Tangan Bulan menari-nari dengan lincah di atas laptop. Huruf demi huruf, kata demi kata, dan kalimat demi kalimat ia tuangkan ke dalam tulisannya. Dan jika menulis, Bulan dapat merasa tenang. Bulan dapat merasa lega. Bulan dapat merasa bahagia. Karena baginya, menulis itu sama saja seperti kita curhat kepada teman kita.
Ketika selesai menulis satu project, Bulan beralih mengerjakan file yang satunya. Hingga tangannya selesai menulis, ia berhenti. Dan mengeluarkan lembar kerjanya tersebut.
"Bagus! Gue suka lo nerusin ceritanya!" Ucap seseorang tepat dari belakangnya. Suara yang sangat familiar namun sayang sudah empat hari ia tidak mendengar suara itu.
Bulan langsung menoleh ke belakang, dan langsung mendapati wajah Bintang lengkap dengan senyuman manisnya.
Bulan menatap manik itu lekat. Bulan... rindu tatapan itu. Sejenak, mereka sama-sama melepas rindu melalui tatapan.
Bintang semakin mengembangkan senyumnya, "Kangen, hm?" Tanyanya usil membuat ia harus mendapat dorongan keras.
Bulan mengerucutkan bibirnya sebal. Namun, matanya kembali melebar ketika mendapati pelipis Bintang yang masih diperban. "Kok belum sembuh? Parah ya?"
Bintang memegangi pelipisnya, lalu menggeleng. "Nggak. Gue jatuh cinta sama perbannya, jadi gak ikhlas kalau harus dilepas."
"Ngaco!" Dan Bintang hanya bisa terkekeh lembut. Jujur, dari lubuk hatinya terdalam, Bintang merindukan rembulannya.
Suasana hening menyelimuti mereka untuk beberapa saat. Hingga Bulan yang lebih dulu menyuarakan pikirannya. "Lo beneran pulkam ya? Bukan karena sakit, kan?"
"Bukan elah! Hp lo masih disita?"
Bulan hanya bisa mengangguk. Ya, ponsel Bulan masih disita sampai pembagian raport. Bahkan mungkin, bisa sampai ia lulus SMA.
"Beli baru aja. Gue kangen, tauuu" ucap Bintang dengan gaya alaynya.
"Kalau ketauan?"
"Ya disita lagi! Terus beli lagi!" Sahut Bintang dengan santainya.
"Lo pikir gue mau minta duit dari siapa? Papah gue itu selalu cek saldo atm gue. Kalau gitu ceritanya mah ketauan langsung!"
"Tenang, gue udah beliin. Tapi janji, lo harus jaga hp ini baik-baik! Jangan sampai disita! Ntar gue kangen lagi sama lo," ucap Bintang seraya menyerahkan paperbag berukuran kecil. Bulan membuka isinya, dan di sana terdapat ponsel masih tersegel di dalam kotaknya. Bulan membulatkan matanya sempurna. Astaga, Bintang sudah banyak sekali memberinya. Cincin dengan berlian, dan sekarang ponsel?
"Ta-tapi, Tang..."
"Lo mau jadi orang gaptek?"
"Isss!" Bulan mengerucutkan bibirnya kesal. Bintang meraih tangan cewek itu dan meletakkan ponsel itu ke tangan Bulan.
"Ini buku isinya nomor hp gue, nama ig gue, id line gue, pokoknya lengkap! Disimpen yaa!" Ujar Bintang seraya memasukkan sebuah buku kecil ke dalam paperbag tersebut.
Bulan melongo untuk beberapa saat. Bintang memberinya ponsel hanya karena tak sanggup menahan rindu padanya? Satu kata untuk Bintang.
Lebay.
Bel pertanda masuk berdering. Ya, sekarang memang jam istirahat. Tapi sudah habis.
Bintang meraih tangan Bulan dan membawa cewek itu keluar dari ruang jurnalistik. Sebelumnya, Bulan sudah mencopot flashdisknya dari laptop milik sekolah. Dengan penuh tanda tanya, Bulan mengikuti cowok itu.
"Mau kemana sih, Tang?"
"Anak kutu buku kayak lo pasti belum pernah bolos, kan?"
Bulan berhenti melangkah. Membuat Bintang juga menghentikan langkahnya. Bintang menaikkan sebelah alisnya sebagai pertanyaan.
"Kalau Papah gue tau gimana? Gue gak mau lo terluka lagi."
Bintang menghela napasnya. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. "Alena, tolong izinin Bulan ya? Bilang aja dia sakit, masih di UKS." Ucap Bintang kepada seseorang di seberang sana yang sudah pasti bernama Alena.
Bulan mengamati cowok itu dengan seksama. Setelah Bintang selesai, cowok itu menatapnya dengan senyuman. "Kalaupun bokap lo tau, dia gak akan marah. Karena alasan lo sakit. Ayolah please... sampai isoma ajaa!" Ucap Bintang penuh harap.
Bulan menatap cowok itu prihatin. Cowok lebay bin alay tapi menyeramkan itu memohon? Kenapa sangat manis? Baiklah, Bulan mengalah. Akhirnya, Bulan mengangguk sebagai jawaban.
***
JANGAN LUPA VOTE SAMA COMMENT
😇
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi, Bulan, Dan Bintang (Complete)
Teen FictionIni kisah tentang Bumi, Bulan, dan Bintang. Kisah yang mungkin akan membuat kalian bernostalgia ke masa-masa SMA. Tentang kehidupan yang nyata adanya diantara kita. Tentang tawa yang melebur perih. Tentang hari-hari yang menyimpan banyak misteri...