43 - Amin

55.6K 3.7K 66
                                    

Bulan membuka pintu ruangan kamar Bintang dengan kasar. Alena yang masih mengobrol dengan Bintang terlonjak kaget.

"Loh Lan, gue pikir tadi lo ganti baju. Tapi, kenapa baju lo masih kotor?" Tanya Alena tanpa didengar satu huruf pun oleh Bulan. Bulan terus melangkah menuju ke samping ranjang Bintang dengan air matanya yang terus jatuh.

"Lo kenapa nangis, Lan?" Tanya Bintang panik dan langsung meraih tangan Bulan. Tapi segera ditepis dengan kasar oleh empunya.

"Lo yang kenapa?" Balas Bulan dengan suaranya yang semakin parau. Seharian penuh, Bulan terus menangis.

"Kenapa apanya?"

"Gak usah sok kuat! Lo pikir lo bisa idup sendiri, hah?!"

"Maksud lo apa sih, Lan?"

"Selama ini, lo tau semua tentang gue. Tapi lo bahkan gak pernah kasih tau gue satu pun tentang hidup lo. Lo pikir ini adil?"

"Lan, lo--"

"Iya! Gue udah tau!"

Hening. Hanya deru napas Bulan yang terdengar selama beberapa saat.

"Kenapa sih, Tang? Kenapa?! Lo anggap gue gak penting? Lo gak anggap gue selama ini? Lo pikir lo bisa kafani badan lo sendiri nantinya? Lo pikir idup di dunia ini bisa sendiri aja? Lo pikir lo kuat? Lo gak anggap gue, Tang!" Pekik Bulan kesal.

"Lan, gue cuma gak mau membebani lo, masalah lo aja udah berat," ucap Bintang lembut. Bulan menggeleng kuat.

"Lo pikir yang selama ini gue lakuin apaan, hah?! Gue cuma membebani lo aja! Masalah lo udah berat, dan untuk apa lo tau masalah gue juga? Untuk apa?! GUE CUMA MEMBEBANI LO!"

"Tapi, yang gue lakuin itu ikhlas. Gue gak merasa terbebani."

"Dan gue juga gitu. Gue gak akan pernah merasa terbebani kalau lo cerita sama gue! Gue cuma mau lo enggak merasa sendiri dan memikul beban yang berat sendirian, Bintang! Karena gue peduli sama lo! Karena gue juga ikhlas sama lo!"

Bintang terdiam. Bulan masih terus menangis. Dia kecewa. Dia sedih. Dia marah. Dia kesal.

"Susah ya buat jujur? Padahal gue pikir gue itu orang yang lo percayain. Nyatanya, nggak! Gue kecewa sama lo!"

"Lan?" Panggil Alena membuat Bulan menoleh padanya.

"Lo juga! Lo tau semuanya kan?! Kenapa lo gak pernah kasih tau gue?! Kita sahabat, kan?"

"Lan, gue minta maaf..."

"Gue kecewa sama kalian semua! Kenapa sih semua orang yang gue percayain malah membuat gue sakit gini? Kak Resti, Alena, dan sekarang elo, Bintang! Setelah ini siapa?"

"Akan ada satu orang lagi, Lan..." ucap Bintang dalam hati. Tapi, ia hanya bisa diam. Membiarkan Bulan menyalurkan emosinya dulu sampai puas.

"Gue mau pulang! Semoga lo cepet sembuh!" Ucap Bulan dingin seraya menghapus jejak air matanya kasar. Bintang mencekal lengannya.

"Lo boleh kecewa sama gue. Lo boleh marah sama gue. Tapi, jangan benci gue. Dan jangan tolak pemberian gue kali ini." Ucap Bintang serius.

Bulan membalikkan badannya tanpa suara. Masih menunggu Bintang mengeluarkan sesuatu dari dalam tas cowok itu.

Dan yang keluar adalah sebuah flashdisk berwarna hitam. Bulan mengernyitkan keningnya. Tadinya, ia pikir, Bintang akan memberikan kalung, cincin, bunga, atau coklat. Ternyata bukan.

"Gue mau lo kasih ini ke polisi. Gue udah coba ngomong sama Angka. Tapi dia terlalu baik, dan dia gak mau. Seenggaknya, lo kasih ini ke bokap lo. Supaya lo bisa bebas. Seperti yang lo inginkan." Ucap Bintang membuat Bulan semakin bingung.

"Maksud lo?"

"Lo buka aja di rumah."

"Oke. Gue terima. Kalau gitu gue pulang!" Ucap Bulan dan terus berlalu. Ingin segera sampai di rumah dan melihat apa isinya. Karena satu yang pasti. Isinya berkaitan dengan Angkasa, kakaknya. Semoga saja dengan ini Bulan bisa memperbaiki semuanya.

Amin.

***

Aminin jangan?

Jangan lupa vote sama comment nyaa

💜

Bumi, Bulan, Dan Bintang (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang