45 - Pamit

65K 4.1K 222
                                        

Esok adalah hari ujian. Tapi, Bulan justru meminta waktu Bintang. Katanya, ada yang ingin ia bicarakan. Tentu saja Bintang tidak bisa menolak. Dan di sinilah mereka berakhir. Di sebuah taman yang masih sejuk oleh pepohonan.

"Tang?"

"Hmm?"

"Jangan cuek ih!" Bulan mengerucutkan bibirnya kesal. Kenapa sih, cowok ini masih saja cuek?

"Kan lo yang minta."

"Gue telen lagi omongan gue."

Bintang lantas saja terkekeh geli. Ia mengusap wajah Bulan dengan telapak tangannya. "Siap kalo gitu!"

"Tang. Kak Angka udah cerita semua. Gue sekeluarga mau ucapin terima kasih sebanyak-banyaknya ke lo."

"Gak perlu terima kasih elah. Berasa hero gue!" Ucapnya diiringi dengan kekehan geli dari bibirnya sendiri.

"Emang hero! Berkat lo, cerita gue bisa selesai! Sekarang, gue udah kirim naskahnya ke penerbit. Doain ya!" Ujarnya ceria.

"Wow! Bagus, dong! Cerita gue gimana?"

"Cerita lo?" Bulan berusaha mencerna pertanyaan Bintang. Oh! "Belum tamat," ucap Bulan diikuti senyumannya. Selalu menjadi candu bagi Bintang.

"Jadi, akhirnya Bulan sama siapa? Bumi apa Bintang?" Tanya Bintang diiringi seringaiannya.

Bulan mengangkat bahunya pertanda tidak tahu.

"Sama cintanya lah ya! Bumi, kan?" Ucap Bintang dengan senyuman manisnya. Meski senyum itu berbalut luka, tetap saja itu senyum tulus. Bulan berhak mendapatkan yang lebib dari sekedar Bintang.

Bulan merasa seolah baru saja ditolak cintanya. Astaga, ada apa ini? Bukannya harusnya ia senang? Tapi, kenapa hatinya malah terasa perih. Bulan diam, sampai akhirnya ia bicara lagi.

"Tang, jangan pergi. Lo kuliah sini aja, sih! Gue yang bayarin deh, please Tang jangan pergi! Gue.... gue butuh lo" ucap Bulan penuh permohonan. Tulus dan jujur dari dalam hatinya.

Bintang tersenyum tangannya terangkat untuk mengusap puncak kepala Bulan. "Tuh kan! Ini nih makanya gue gak mau deket sama lo lagi! Nanti lo kayak gini, gak siap buat jauh dari gue. Nanti lo nangis, kan gue gak mau."

"Tang... jangan pergi, ya?"

Bintang menarik napasnya dalam. "Lan, gue juga gak mau ninggalin lo, Galang, dan yang lain. Tapi, gue harus pergi."

"Kenapa?" Suara Bulan sudah serak karena menahan tangis.

"Gue mau berobat di sana. Dan, buat kesembuhan Kak Kinara juga."

"Kak Kinara kenapa?"

"Dia... kena self injury semenjak diputusin sama Alex. Sebenernya kakak gue udah nemuin cowok yang pas buat dia. Sayang, Alex gak bisa terima dia yang pernah terjerumus ke pergaulan bebas. Dia... udah gak perawan lagi. Itu penyebabnya Alex gak mau. Dan psikis kakak gue rusak, sekarang dia lebih mirip setan. Gue sih lebih suka dia yang dulu," ungkap Bintang dengan suaranya yang terasa serak.

"Tang? Gue rasa, salah kalau kita saling mengenal. Nyatanya, cuma lo yang mengenal gue. Gue gak mengenal lo, Bintang. Sekarang, ceritain ke gue!"

"Apa?"

"Sekarang, saatnya gue buat jadi temen curhat lo. Seenggaknya, biar lo gak merasa sendiri. Ada gue, Tang," Bulan menggenggam tangan Bintang menguatkan. Ia tersenyum, jika dulu Bintang yang selalu menjadi bentengnya, maka sekarang dunia telah berputar.

"Lan, ayah gue gak bener-bener mati. Saat gue bilang dia udah mati, gue cuma gak suka denger lo sebut-sebut ayah. Dan yang memotivasi gue buat memperbaiki keluarga lo, adalah keluarga gue sendiri. Meski masalah keluarga kita beda, tapi gue gak mau semuanya terlambat, gue gak mau lo hancur kayak gue."

Bumi, Bulan, Dan Bintang (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang