"Aaaaawwwww!!!!" Bintang terus-terusan berteriak karena rasa sakit di pergelangan kakinya. Karena tadi ia mengatakan kalau kakinya keseleo, Bulan berinisiatif untuk membawa cowok itu ke tukang urut. Dan di sinilah mereka sekarang.
Di sebuah ruangan dengan Bulan dan Bumi yang duduk bersila di atas lantai serta Bintang yang terduduk di atas tikar seraya berteriak kesakitan. Seorang tukang urut masih bergulat dengan pergelangan kaki cowok itu yang keseleo.
Tadi, Bumi langsung memesan taxi untuk membawa Bintang ke tukang urut dan tentunya ditemani Bulan. Sedangkan Bumi, cowok itu mengikuti dari belakang dengan mengendarai motornya sendiri.
"Aduh!!! Bunda! Mami! Papi! Ayah! Ibukkkk!!!! Patah kaki gue patah!!!" Cowok itu berteriak heboh ketika kakinya diurut sebagai polesan terakhir. Dan Bulan hanya bisa mengulum senyumnya, antara merasa lucu dan merasa kasihan.
"Udah. Untuk sementara jangan terlalu banyak gerak. Boleh digerakkan, tapi jangan dipaksakan juga. Mata kakinya geser dikit doang kok. Sebentar lagi juga sembuh." ucap mbah Murjan -tukang urut-
"Iya mbah. Dengerin tuh, Tang!" Ujar Bulan kepada Bintang yang sedang menarik napas berulang kali.
"Ya udah, mbah. Kalau gitu makasih, ya! Ini sedikit uang buat mbah, mohon diterima." Bulan berdiri dari duduknya seraya menyodorkan dua lembar uang berwarna biru kepada mbah Mirjan.
"Terima kasih Neng, diterima. Semoga temennya cepet sembuh, ya!"
"Iya mbah."
Bulan dan Bumi berjalan menuju pintu keluar dan melupakan seseorang. Hingga orang itu berteriak dengan kesalnya.
"Woy woy woy! Ini gue gak bisa bangun sendiri for your information!"
"Eh iya! Gue lupa!" Bulan menepuk dahinya spontan dan menyengir kuda. "Bumi..." rengek Bulan menatap Bumi dengan puppy eyes andalannya. Tentu saja cowok itu tak dapat menolaknya dan mengikuti permintaan Bulan dengan pasrah.
"Gue lagi, gue lagi. Lagian lo nyusahin aja, sih!" Sungut Bumi seraya membantu Bintang berdiri.
"Maapkeun bosquuu! Anggap aja ini ucapan terima kasih lo karena gak jadi dikeluarin dari sekolah." Dan Bumi hanya merotasi bola matanya jengah.
"Lan, taxi nya udah dipesen?" Tanya Bumi masih setia membopoh bahu Bintang untuk membantunya berdiri.
Bulan mengangguk sebagai jawaban. "Bentar lagi sampai."
Dan benar saja. Baru saja Bulan menyelesaikan ucapannya, taxi pesanan mereka sudah sampai. Bulan membukakan pintu mobil di kursi tengah dan Bumi membantu Bintang untuk naik. Setelahnya, pintu mobil kembali ditutup dan Bulan duduk di samping kursi kemudi. Sedangkan Bumi langsung menaiki motornya dan bersiap mengikuti taxi tersebut dari belakang.
"Lo yakin ini kaki gue bakal sembuh?" Tanya Bintang seraya memerhatikan kakinya cemas.
Bulan menoleh ke belakang demi melihat cowok cengeng itu. "Lo gak percaya sama gue? Nih ya gue kasih tau. Mbah Mirjan itu bukan cuma bisa ngurut, dia itu juga spesialis tulang. Lo gak denger apa kalo dia tau mata kaki lo geser!"
"Iya iya. Galak amat sihh" Bintang mengerucutkan bibirnya dan mengalihkan perhatiannya ke arah Bulan.
"Sakitan mana sama luka-luka lo itu?"
"Sakitan hati gue waktu lo tolak pulang bareng." Curhat Bintang yang langsung dihadiahi gelengan kepala dari Bulan. "Gaje!" Timpal Bulan seraya memainkan ponselnya. Bulan tidak tahu saja kalau sekarang Bintang sedang berkata sungguh-sungguh.
"Lo mau liat muka lo tadi gak?" Bulan menyodorkan ponselnya yang sedang menampilkan video Bintang saat diurut tadi. Bulan memang dengan usilnya mengabadikan moment lucu itu dalam bentuk video.
"Anjrit. Cowok mana tuh? Najis gue liatnya. Lebay. Cengeng." Bintang pura-pura berdecih padahal dalam hatinya ia sedang mati-matian menahan rasa malunya.
"Emang. Cengeng banget, kan. Sok-sok berantem lagi tadi. Nyampe diskors emang goblok nih cowok!"
"Kok gue merasa tersindir ya?"
"Gue gak sebut nama lo, ya. Lo sendiri yang ngerasa. Makanya, nafsu orang jangan diikutin."
"Lah dia nantang gue! Tadinya juga gue mah ogah berantem depan lo. Jelek imej gue!"
"Emang udah jelek dari awal juga."
"Yeee si brokotot!"
Bulan hanya menjulurkan lidahnya dan kembali menghadap ke jalan. Ia kembali berkutat dengan ponselnya. Entah apa yang cewek itu mainkan di sana.
"Kok lo bisa jatoh?" Tanya Bulan tanpa menoleh ke arah Bintang.
"Lo ngomong sama gue apa sama hp?" Tanya Bintang dengan sengaja. Bulan menatap Bintang dengan jengah dan mengulangi pertanyaannya. Bintang tersenyum penuh kemenangan. Kan enak kalau cewek itu jadi penurut.
"Tadinya, gue mau ngajak Galang ke cafe yang waktu itu. Dan belum sempet sampai tujuan, itu kerumunan orang udah bikin gue kaget dan jatoh." Jelas Bintang.
"Kok bisa? Emang mata lo gak fungsi?"
"Sembarangan! Gue cuma kaget, lo kan tau itu posisinya tikungan. Ya gue kaget lah maemunah!"
"Biasa aja geh sebutannya, Ferguso!"
"Well, sekarang kita teman?" Tanya Bintang penuh harap. Ia berharap Bulan akan menjawab iya. Tak apalah, semua butuh proses. Awalnya ia hanya menjadi teman, lalu mungkin nasib baik berpihak padanya sehingga Bulan mau menjadi miliknya.
Bulan nampak berpikir sejenak, lalu ia tersenyum dengan manis dan mengangguk. "Iya. Lagian gue sekarang percaya, lo itu baik."
"Baru tau?"
"Gue telen lagi deh ludah gue barusan!"
"Telen aja coba!"
Bulan memberenggut kesal. Cowok itu memang menyebalkan. Dan tanpa Bulan sadari, wajah kesalnya menjadi asal gelak tawa cowok itu berderai sekarang.
***
Tbc
Don't forget to vote and comment babe!
Instagram: @zkhulfa_
💋
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi, Bulan, Dan Bintang (Complete)
Ficção AdolescenteIni kisah tentang Bumi, Bulan, dan Bintang. Kisah yang mungkin akan membuat kalian bernostalgia ke masa-masa SMA. Tentang kehidupan yang nyata adanya diantara kita. Tentang tawa yang melebur perih. Tentang hari-hari yang menyimpan banyak misteri...