"Tes! Tes! Boleh saya minta waktunya sebentar?" Seorang cowok berdiri di tempat mereka melakukan drama tadi. Semua orang menatap ke arah cowok itu. Tak terkecuali Bulan dan Bintang.
"Bumi?" ucap keduanya bersamaan. Mereka saling tatap, sama-sama heran dengan apa yang akan dilakukan kakak kelas mereka tersebut.
"Saya minta izin, bapak ibu tamu undangan dan segenap guru SMA Pelita. Berdiri di sini, saya hanya ingin meminta anda semua untuk menjadi saksi. Saksi ungkapan cinta saya pada seseorang yang sangat spesial untuk saya." Ucap Bumi dengan tersenyum.
Bulan merasa ingin menangis. Ia ingin berharap bahwa orang itu adalah dirinya, tapi itu tak mungkin. Bahkan, semenjak Bumi Ujian Nasional, mereka jadi jarang bertemu, jarang bertukar pesan, seolah mereka tidak pernah saling kenal sebelumnya. Bulan menunduk dan meremas jemarinya sendiri.
"Dan dia, sekarang, sedang menunduk di samping Bintang tepatnya." Lanjut Bumi membuat Bintang menahan napasnya sesak.
Ia tersenyum getir, lalu menoleh ke arah Bulan. Dengan perlahan, ia berbisik, "Dia nembak lo!"
Bulan mengangkat kepalanya, dan tepat saat kepalanya terangkat sempurna, Bumi sudah berada di depannya. Cowok itu berlutut dan menyodorkan sebuah kotak perhiasan berisi kalung.
Bulan sedikit terkejut, tapi ia berusaha untuk terlihat seperti biasa saja.
"Will you be my girlfriend?"
Bulan menahan napasnya. Ia berusaha menghindari Bumi dan berusaha mencari jawaban. Jawaban yang memang berasal dari dalam hatinya. Tatapannya bergerak liar tanpa arah. Hingga tatapannya berhenti pada sosok di dekat mereka, Bintang. Ia berhenti mencari dan memandang lain arah. Dan tepat ketika melihat manik cowok itu, Bulan merasa tak sanggup kehilangan Bintang.
Bulan tak tau. Tapi yang jelas, ia ingin menerima Bumi, tapi rasanya ia juga ingin selalu bersama Bintang. Satu pertanyaannya, apakah Bintang masih mau di dekatnya jika ia menerima Bumi?
Bulan semakin meragu. Ia masih mencari jawaban atas pertanyaan Bumi.
"Terima! Terima! Terima!" Sorak beberapa orang yang sudah mengerumuni mereka. Membuat Bumi tersenyum-senyum sendiri.
Bulan sendiri masih menatap Bintang, lalu menatap kalung itu, dan ketika akan kembali menatap Bintang, ia menemukan seseorang. Seseorang yang membuat hasratnya runtuh. Seseorang yang langsung bisa membuatnya memberi jawaban.
"Gue mau aja terima lo. Karena hati gue pun menginginkan hal yang sama." Ucap Bulan membuat banyak orang berteriak histeris, dan membuat Bintang langsung membuang mukanya.
"Tapi...."
"Tapi apa?"
"Tapi gue gak yakin kita akan bahagia. Selagi hati lo belum sepenuhnya memilih gue. Gue yakin, masih ada satu nama yang mengganjal di hati lo. Lantas, untuk apa kita punya hubungan, kalau akhirnya bukan bahagia yang didapat, melainkan luka karena nyatanya gue bukan pemilik sepenuhnya hati lo itu." Ucap Bulan tegas. Bumi sudah menundukkan kepalanya, dan suasana yang tadi ramai mendadak hening.
"Jawab dulu pertanyaan hati lo itu sampai selesai, siapa pemiliknya yang sebenarnya? Setelah itu, gue baru bisa terima lo." Air mata Bulan sudah hampir jatuh. Perih rasanya, tapi Bulan harus kuat.
Setelah Bulan mengatakan itu, Bumi kembali menarik kotak di tangannya. Dan Bulan, langsung berlari membelah kerumunan. Berlari sangat kencang, membuat cowok yang berusaha mengejarnya itu merasa kesusahan.
Tepat saat berada di parkiran, Bulan merasa lengannya dicekal. Tubuhnya dipaksa untuk berbalik ke belakang. Dan pelakunya, langsung memeluk Bulan erat.
"Gue... sakit... Tang!" Ucap Bulan disela-sela tangisnya. Seperti biasa, orang yang selalu ada di balik air matanya adalah Bintang.
"Lo yakin keputusan itu bener?" Tanya Bintang seraya mengusap punggung Bulan. Cewek itu mengangguk di balik dada tegap Bintang.
"Dan semua yang benar itu akan berakhir manis, meski awalnya pahit." Bisik Bintang pada Bulan. "Kalau memang Bumi itu jodoh lo, yakinlah sama gue. Setelah ini, dia akan meyakinkan hati dia kalau pemiliknya cuma lo. Dan dia akan mengusir nama-nama lain dari hatinya." Lanjut Bintang membuat Bulan sedikit tenang. Bulan melepaskan pelukannya.
"Kalau dia bukan jodoh gue?"
"Maka gue lah jodoh lo itu!" Ucap Bintang diakhiri kekehan lembutnya.
Bulan mendorong dada cowok itu sampai mundur beberapa langkah. "Apa sih!" Dan tak ayal juga pipinya bersemu.
"Bulan!"
Sentakan tegas itu membuat keduanya berhenti tertawa. Terutama Bulan, hampir saja ia akan bahagia, tapi kebahagiaan itu kembali menguap. Kala melihat seseorang di sana dengan rahangnya yang mengeras pertanda bahwa ia sedang marah.
***
Siapa ya orangnya? Jangan lupa vote sama comment
Instagram: @zkhulfa_
💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi, Bulan, Dan Bintang (Complete)
Novela JuvenilIni kisah tentang Bumi, Bulan, dan Bintang. Kisah yang mungkin akan membuat kalian bernostalgia ke masa-masa SMA. Tentang kehidupan yang nyata adanya diantara kita. Tentang tawa yang melebur perih. Tentang hari-hari yang menyimpan banyak misteri...