Epilog

83.6K 4.6K 510
                                    

"Jika masih gagal, berarti bukan cinta sejati. Yang sejati masih disimpan, nanti pasti kamu dapatkan. Tapi, aku tak tau pasti kapan."

...

Bulan senang karena akhirnya ia sudah bisa menyandang gelar S1. Ini bukan akhir. Melainkan awal dari kesuksesannya. Masih panjang perjalan yang harus ia tempuh. Tapi, bukan itu yang membuatnya bahagia hari ini. Melainkan janji seorang cowok beberapa tahun lalu yang tak pernah ia lupakan.

Bulan sudah menunggu hampir satu jam setelah acaranya selesai. Apakah cowok itu terlambat? Bulan mendesah kecewa. Kenapa tiba-tiba ia malah berpikiran buruk begini?

Bulan segera mengambil ponselnya dari dalam tas. Tepat saat ia hendak menghidupkannya, telepon dari orang yang ia tunggu-tunggu muncul di layar.

"Halo?" Sapa Bulan ceria tanpa menghiraukan suara hiruk-pikuk di sana.

"Bulan! Bintang kritis! Dia larang gue buat kasih tau lo, tapi gue rasa lo harus tau!" Ucap Kinara panik dari ujung telepon.

Kekuatan Bulan runtuh. Tubuhnya melemas. Bermula dari ponselnya yang jatuh ke tanah. Hingga tubuhnya yang terduduk ke tanah.

"Bintang... kritis?" Ulangnya tak percaya. Bulir bening mengalir lembut di pipinya. Apa sekarang, ia harus kehilangan Bintang juga? Serumit inikah kisah cintanya?

...

Bulan turun dari taxi dan langsung berlari ke dalam salah satu rumah sakit ternama di kota Amsterdam. Bulan langsung mencari ruangan yang tadi diberitahukan oleh Kinara. Sejak mendapat telepon dari Kinara, ia langsung mengurus penerbangan ke Amsterdam. Dan di sinilah ia berakhir.

Bulan membuka pintu ruangan dengan kasar. Bintang dengan napas yang sulit ia atur juga wajahnya yang nampak sangat pucat menyita pandangan Bulan. Tanpa mengindahkan dokter yang sedang memeriksa Bintang, Bulan langsung menggenggam tangan Bintang erat.

Bintang sempat-sempatnya tersenyum di balik napas yang sulit ia atur. Sekarat? Mungkin. Tapi, Bulan tak mau dan tak akan pernah mau mengakuinya.

Bulan beralih memeluk Bintang. "Tang! Kuat! Gue tau lo bakalan sembuh! Lo harus nepatin janji lo sama gue, Bintang! Kenapa lo gak nemuin gue?!"

Bintang semakin sulit mengatur napasnya. Bulan semakin panik. Tangannya semakin erat menggenggam tangan Bintang. Seolah memberi kekuatan meski ia sendiri tak memiliki kekuatan saat ini.

"Bintang! Cukup Bumi yang tinggalin gue! Lo jangan, Tang!"

"Sorry?" Dokter yang sejak tadi berada dalam ruangan itu menepuk bahu Bulan pelan. Tapi, Bulan justru membentaknya dengan sesegukan.

"Diem lo!"

Bulan sangat panik. Kini, tangan Bintang yang satunya juga ia raih. Kedua tangan dingin itu sudah ia genggam. Bulan menangis. Ia memejamkan matanya sejenak.

Lalu, berbisik di telinga Bintang dengan sangat lembut.

"Gue egois, Bintang. Gue gak mau lo pergi ninggalin gue. Gue mau lo tetap di sini. Tetap menatap gue, bikin gue ketawa. Jangan pergi, Tang. Gue mau ngerubah takdir bila perlu. Bintang, gue mau bilang, kalau gue selama ini sayang sama lo. Gue jatuh cinta sama lo yang unik, konyol, dan ngeselin. I love you."

Bumi, Bulan, Dan Bintang (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang