6

645 73 11
                                    

Budayakan vote dan komen ya...🙏😊

Tampan...

Sekali...

"Boleh aku masuk?" Tanyanya membuatku tersadar. Sangat memalukan sekali saat kau dipergoki sedang terpesona tepat di hadapannya. Semoga dia tidak berpikir yang macam-macam.

"Ah, silahkan." Ucapku cepat.

Sangat aneh. Kenapa dia datang secepat ini? Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini terlalu pagi untuknya datang. Jadwalnya yang biasa adalah malam, kan? Aku terlalu sibuk dengan pikiranku hingga tak menyadari jika hal yang lebih memalukan sedang terjadi. Aku mengikuti arah pandang Dokter Cho yang terdiam di samping sofa. Astaga!

"M-maaf atas kekacauan ini...!"

Aku segera berlari dan mengumpulkan bungkus-bungkus cemilan itu serta kaleng bir yang ada di atas meja. Mengarahkan kakiku menuju kamar untuk memakannya di sana saja nanti. Aku kembali ke luar setelahnya. Dan kulihat Dokter Cho telah duduk di sofa tunggal yang ada di samping sofa panjang yang kududuki sebelumnya. Seketika aku gugup bercampur bingung. Apa yang harus kulakukan?

"Tidak perlu membuatkanku minum." Ucapnya saat aku baru saja akan melangkah menuju dapur.

Bagaimana dia tahu? Apa dia bisa baru saja membaca pikiranku? Mau tak mau aku kembali membalikkan badan. Berdiri di sana dengan gugup tanpa melakukan apapun.

Sejujurnya, ini adalah kali pertama kami berbicara dan bahkan hanya berdua saja. Sangat wajar jika aku merasa sangat gugup dan tak tahu harus berbuat apa, bukan? Aku terkesiap saat ia tiba-tiba memandang ke arahku. Cukup lama hingga ia kembali bersuara.

"Aku membutuhkan bantuanmu saat ini." Ucapnya yang membuatku sadar jika aku harus mendekat untuk melihat apa aku bisa membantu.

Aku pun berjalan dan mengambil duduk di sofa panjang. Aku harus memajukan tubuhku karena agak sulit membaca tulisan di kertas itu yang berada di atas meja tepat di hadapan Dokter Cho.

Dokter Cho kemudian menyerahkan kertas itu padaku. Sepertinya ia cukup peka. Aku hanya bisa mengulum bibirku tanpa memandang ke arahnya. Lalu mulai membaca apa yang tertulis di sana. Ah, rupanya ini adalah laporan perkembangan Jina dua hari terakhir.

"Apa yang bisa kubantu?" Tanyaku se-normal mungkin.

"Mengisi bagian yang kosong dan memberi tanda centang di beberapa kotak di sana jika benar." Jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari map yang ia pegang.

Untuk kesekian kalinya.

Aku terpesona lagi.

Hari ini ia terlihat sangat tampan dan rapi seperti biasa. Dengan jas hitam dan kemeja biru langit sebagai dalamannya. Rambutnya yang hitam legam ditata ke atas sehingga terlihat maskulin. Membuat dahinya yang mulus terlihat begitu menarik.

Ia memiliki kulit yang halus dan putih. Matanya sangat tajam begitu pula dengan hidungnya. Bibirnya begitu tipis dan berwarna kemerahan. Ia juga memiliki tubuh yang begitu proporsional.

Dia terlalu sempurna.

Saat ini Dokter Cho memakai kacamatanya. Ia duduk menyandar di sana dengan kaki disilang. Sebelah tangannya memegang map dan yang sebelahnya lagi diletakkan dengan elegan di atas pahanya. Hanya duduk saja sudah membuatnya terlihat seakan sedang melakukan photoshoot untuk model majalah.

"Sudah selesai?" Tanyanya membuatku kembali tersadar dan kembali merasakan malu karena diam-diam memperhatikannya dari tadi. Dasar gadis bodoh!

"Ah, maaf..." Ucapku kemudian kembali mengarahkan perhatianku pada kertas dihadapanku. Mulai mengisinya satu persatu hingga selesai.

Tears of HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang