17

678 93 29
                                    

Klik bintang dan banyakin komen dong chingu😄, aku suka senyum" sendiri tiap baca komenan dari kalian, mood booster banget💕💕

"Malam ini Anda makan bubur Eomma lagi. Anda bisa makan sendiri kan? Aku tidak bisa menyuapi Anda seperti tadi siang." Yuri mengulum bibirnya saat mengatakan itu dan mengalihkan wajahnya ke arah lain. Tidak mau Dokter Cho melihatnya yang sedikit tersipu.

Ia teringat kembali adegan dimana ia menyuapi Dokter Cho dengan telaten dan hati-hati. Pria itu menurut setiap Yuri menyuruhnya meminum air agar tidak tersedak makanan. Yuri bisa melihat bagaimana pria itu terlihat seperti anak kecil.

Ekspresinya saat menunggu Yuri menyuapinya. Bibirnya yang terbuka setiap kali sendok itu masuk. Dan caranya mengunyah. Yuri tidak mungkin tidak melihatnya di saat ia harus memperhatikan benar pria itu makan agar tidak ada makanan yang belepotan. Ia hampir saja tersenyum jika tidak menyadari ada Dokter Cho di hadapannya saat itu.

"Aku akan keluar." Yuri meletakkan nampan itu di atas meja. Dokter Cho masih berbaring di atas sofa.

"Sepertinya kau akan pergi lama." Ucapnya saat melihat Yuri berpakaian rapi. Yuri hanya mengedikkan bahunya.

"Entahlah. Mungkin saja."

Dokter Cho terus memperhatikan dirinya yang masih menata mangkok bubur, sendok, dan air minum di atas meja.

"Pastikan Anda menghabiskan buburnya. Jangan lupa untuk minum air agar tidak tersedak. Jika sudah selesai biarkan saja di sini. Aku akan mengambilnya saat sudah pulang nanti." Ucap Yuri setelah selesai.

"Ini sudah malam. Tidak baik seorang gadis malam-malam keluar."

Yuri menyipitkan matanya. Apa Dokter Cho masih bisa menyindirnya dalam keadaan sakit begini? Apa tadi? Maksudnya, dia ingin mengatakan bahwa Yuri bukanlah gadis baik-baik? Walaupun pria itu sedang sakit, tapi sepertinya tidak berpengaruh apapun pada anggota tubuhnya yang satu itu. Mulutnya masih berfungsi dengan sangat baik.

"Aku memang bukan gadis yang baik." Balasnya singkat dan jelas sekali terdengar sembarang. Dokter Cho hanya diam.

"Pukul berapa kau kembali?" Tanya Dokter Cho lagi.

"Aku tidak tahu. Sepertinya pulang agak lama adalah ide yang bagus. Selagi Eomma tidak di sini." Yuri mengedikkan bahunya. Dia tidak perduli jikalau Dokter Cho berpikiran buruk tentangnya. Toh, pria itu tampaknya memang tidak pernah berpikiran positif mengenainya.

"Siapa?" Tanya Dokter Cho lagi. Yuri heran karenanya.

"Ya Eomma ku. Mana mungkin Eomma mu. Ah... maksudku Eomma Jina." Ia tertawa hambar sebentar. Baru berhenti saat melihat tatapan Dokter Cho padanya. Tatapan mengintimidasi. Yuri begitu merasakannya. Pria ini terlalu kuat.

"Dengan siapa kau pergi?"

"Eoh? Aah... kupikir apa tadi. Aku akan pergi..." Yuri menjeda ucapannya.

"Kenapa Anda bertanya? Anda terlihat seperti khawatir saja." Yuri tertawa lagi. Tertawa hambar.

"Jangan terlalu banyak mencecariku dengan pertanyaan. Itu terlihat seperti Anda mengkhawatirkanku. Jangan buat aku salah paham. Aku tidak mau dilukai lagi olehmu." Sambungnya kemudian membuat suasana hening untuk sesaat.

"Aku bertanya agar bisa menjawab jikalau Jina bertanya. Atau bahkan Nyonya Kwon. Eomma mu menitip kalian padaku, dan aku bertanggung jawab atas kalian." Balas Dokter Cho dengan wajah datar. Yuri hanya tersenyum dengan garis bibir lurus.

"Baguslah. Untung saja aku tidak berpikiran terlalu jauh. Setelah Anda sehat, aku akan sebisa mungkin untuk menghindar. Jadi kita tidak perlu bertemu. Nanti akan canggung bagiku." Yuri mengambil tas dan disampirkan pada bahunya.

Tears of HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang