35

943 93 26
                                    

Jangan lupa vote dan komen yaa❤❤❤


Sinar matahari menyelinap masuk melalui celah gorden. Menumpahi wajah seorang gadis membuat kulitnya seolah bersinar keemasan. Begitulah yang terlihat di mata sang pria yang memandangi seakan melihat wajah gadis itu seperti menghirup oksigen. Sebanyak-banyaknya memenuhi rongga dada.

Begitu memuja.

Kyuhyun tersenyum hangat mendapati gadis itu masih terlelap. Niatnya ingin membangunkan, tapi tak mampu merusak pemandangan indah nan langka ini. Jadinya ia hanya diam menatap dari sisi ranjang. Memuaskan bola matanya menjelajahi setiap sudut di wajah damai itu.

Ia membungkuk. Mendekatkan tubuhnya. Dengan kepala ikut mensejajarkan agar bibirnya mampu menyentuh jidat sang gadis yang sedikit tertutupi beberapa helaian rambut di sana. Tangannya menyingkirkan rambut-rambut itu. Menyibakkan dan disampirkan di belakang telinganya. Dengan lembut. Enggan mengusik ketenangan tidur sang gadis. Baru kemudian memberikan kecupan hangat nan lembut yang cukup lama di sana.

"Panasmu sudah reda." Ucapnya bersyukur sembari tersenyum.

"Ini bukan kecupan. Aku bukan pria yang memanfaatkan kesempatan." Sambungnya lagi dengan wajah dibuat serius.

Lalu apa kalau bukan kecupan, Kyuhyun? Salam ala barat, begitu? Akal-akalannya bisa saja! Dasar pria!

"Aku hanya ingin mengecek demammu sudah turun apa belum." Ia berbisik sebelum mengusap tengkuknya kikuk. Malu? Entahlah, malu pada siapa. Karena yang jelas Yuri belum terbangun hingga sekarang.

***


"Yuri?" Sang wanita di hadapannya hanya mengernyit. Ia mengusap tengkuknya mengangguk.

"Oh, maaf, Bibi. Aku belum mengenalkan diriku. Aku Lee Donghae, rekan-"

"Aku masih mengingatnya. Kau juga pernah datang kemari untuk menanyakan Yuri malam kala itu." Potong Nyonya Kwon sembari tersenyum. Donghae jadi paham darimana kecantikan Yuri berasal.

"Yuri katanya sedang menginap di rumah temannya." Ucap Kwon Yerim memberikan jawaban atas pertanyaan Donghae sebelumnya. Donghae mengangkat alisnya sedikit bingung.

"Ah, begitu..." Ia mengangguk pelan.

"Apa ada yang ingin kau sampaikan? Kenapa tidak menghubunginya langsung saja?" Tanya Nyonya Kwon.

"Ponselnya tidak aktif." Jawabnya jujur. Sekarang Nyonya Kwon memasang wajah kesal.

"Anak itu! Sampai sekarang bahkan belum men-charge ponselnya. Dia sengaja atau bagaimana? Kalau pulang nanti kusuruh saja jual benda itu!" Nyonya Kwon berdecak. Lee Donghae tersenyum kecil melihat itu. Dia bisa tahu Nyonya Kwon khawatir meskipun ucapannya terbilang tak biasa.

"Oh, maaf, nak." Sesal Nyonya Kwon karena malah marah-marah di hadapan orang asing.

"Tak mengapa. Yuri beruntung sekali, ya." Ucapnya pelan tanpa sadar.

"Kau mengatakan sesuatu?" Nyonya Kwon tak begitu mendengar.

Donghae segera menggeleng sembari tersenyum hangat, "Ah, kalau begitu aku pamit dulu, Bibi. Maaf mengacaukan waktu pagimu." Ucapnya membungkuk sedikit memberi hormat kemudian beranjak pergi.

"Lee Donghae." Panggil Nyonya Kwon. Ia berbalik.

"Kau datang kemari di jam segini. Kuyakin kau pasti belum ada mengisi perutmu, kan?"

Donghae mengangkat alis tanda tak mengerti.

"Kami akan sarapan."

Pria itu diam tertegun.

Tears of HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang