14

634 79 20
                                    

Budayakan klik bintang dan komen ya...🤗

Sudah dua tahun Yuri mengenal Dokter Cho. Maksudnya bukan mengenal dekat, hanya sebatas tahu. Dan sudah setahun lebih ia menyimpan rasa pada pria itu. Tapi jangankan menyatakan perasaannya, bercengkrama saja mereka tidak pernah.

Sama sekali.

Yuri tidak berani. Dia takut salah mengambil langkah dan malah terjatuh. Berakibat fatal seperti Dokter Cho menolaknya mentah-mentah dan malah menjauhinya. Cukup sudah ia merasa sakit karena Dokter itu bersikap acuh, jangan sampai hatinya sakit karena Dokter Cho terang-terangan bersikap seakan membencinya.

“Aku tidak bisa begini!”

“Bagaimana mungkin Dokter Cho ramah padaku jika aku saja tidak terlihat mau mendekatkan diri padanya?”

"Mungkin memang karakternya yang susah didekati. Kurasa, dia tidak sejahat itu. Buktinya..." Yuri tersenyum malu-malu mengulum bibirnya.

"Dia mau merawatku saat sakit." Ia kembali tersipu. Untung saja ia berada di jalan yang agak sepi. Jadi tidak ada yang melihatnya sedang salah tingkah tidak jelas seperti saat ini. Memukul-mukul angin di sampingnya. Dengan tangan yang dikepal sok manja dan gerakannya terlihat sok imut. Sangat bukan dirinya.

Yuri sedang dalam perjalanan menuju supermarket saat ini. Sebentar lagi sudah mau masuk jam makan siang dan dia harus memasak untuk dua orang di rumah plus dirinya. sebenarnya dia tidak rela jika harus meninggalkan dua orang itu. Entah apa saja yang bisa mereka lakukan jika tak ada yang melihat. Tapi ia menahan egonya lagi-lagi demi Dokter Cho.

Yuri sangat senang melihat Dokter Cho menghabiskan sarapannya tadi pagi. Dia yang memasak. Pria itu memang tidak ada bicara selama makan atau sekedar berbasa-basi mengatakan jika masakannya enak. Tapi setidaknya, pria itu mengucapkan terima kasih setelahnya. Membuat Yuri bersemangat ingin memasakkan makan siang hari ini. Mungkin juga makan malamnya.

Dia sudah sembuh total. Jina sempat marah saat dia datang dengan nampan berisi makanan tadi pagi ke kamarnya. Tapi dia bersikeras mengatakan jika dia sudah benar-benar sehat. Dokter Cho juga sedikit terkejut pada awalnya, namun tidak terlalu mempermasalahkannya dan kembali bersikap acuh seperti biasa.

“Masak apa, ya, nanti?”

Yuri membeli banyak sekali bahan masakan. Sayur, daging, saus, kecap, dan bumbu-bumbu lainnya. Troli belanjaannya hampir penuh. Tetapi ia masih sibuk menjelajahi setiap lorong untuk mengambil hal-hal lainnya.

“Belanja bulanan?”

“Tidak juga-eh?”

Yuri terkejut. Bagaimana mungkin Lee Donghae berada di sini? Dengan... dengan troli berisi barang belanjaan? Pria itu berbelanja?

“Jangan terkejut begitu. Tidak ada larangan jika pria tampan dilarang berbelanja di sini kan?”

“Maaf?”

“Hanya bercanda. Selera humorku memang buruk.”

Yuri tertawa sekilas. Bagaimana bisa ada pria se-narsis dirinya? Yuri akui jika Donghae memang tampan. Tapi menurutnya, tidak ada yang bisa mengalahkan Dokter Cho. Sekalipun pria di hadapannya ini memiliki sikap baik yang jauh berbeda dari Dokter Cho.

“Kau bisa tertawa juga?”

“Memangnya Anda pikir aku robot? Bahkan di zaman sekarang robot juga bisa tertawa.”

Donghae hanya menanggapinya dengan senyuman manis. Yuri mendorong trolinya disusul dengan Donghae di sampingnya.

"Bagaimana Anda bisa ada di sini?"

Tears of HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang