It's Me

7.5K 285 7
                                    

Michelle menatap kosong ke arah langit-langit di kamar penthouse-nya. Memikirkan apa yang akan terjadi apabila ibu dan adiknya mengetahui tentang bagaimana ia memperoleh uang untuk biaya operasi ibunya. Ia memberitahu adiknya bahwa ia mendapatkan pinjaman dari seorang teman.

Ia mengatakan pada adik dan ibunya bahwa Ia sedang melakukan penelitian di tempatnya bekerja sehingga Ia tidak bisa pulang ke rumah untuk sementara waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia mengatakan pada adik dan ibunya bahwa Ia sedang melakukan penelitian di tempatnya bekerja sehingga Ia tidak bisa pulang ke rumah untuk sementara waktu.

Ya Tuhan... Entah mengapa Ia bisa bisa berbohong sampai sejauh ini. Mau sampai kapan ia harus berbohong?

"Kalau kau mau, kau bisa menata kamarmu."

"Tidak perlu. Ini lebih dari cukup."

"Aku harus ke rumah sakit pagi ini. Aku ada operasi. Aku kembali malam hari."

"Okay. Aku juga harus bekerja."

"Baiklah. Aku antar."

Dengan mengenakan suite mahalnya, Ia melangkah bak seorang model

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan mengenakan suite mahalnya, Ia melangkah bak seorang model. Dengan tatapan dan sorotan matanya yang terkadang tajam dan terkadang teduh, Ia bertanya-tanya, manakah pribadi Sean yang sebenarnya? Apakah dia memiliki dua kepribadian? Ataukah memang seperti itu? 

 Dengan tatapan dan sorotan matanya yang terkadang tajam dan terkadang teduh, Ia bertanya-tanya, manakah pribadi Sean yang sebenarnya? Apakah dia memiliki dua kepribadian? Ataukah memang seperti itu? 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pagi itu tidak seperti pagi biasanya. Baru pertama kali Ia diantarkan oleh seorang pria. Sedekat ini dengan seseorang. Mungkin karena ia sibuk bergelut mencari uang untuk keluarganya sehingga ia membuang jauh romansanya dan menjaga jarak dengan para pria.

Hampir dua tahun Michelle mengajar di pre-school tersebut. Ia adalah Pribadi yang hangat, penuh semangat, ceria dan disukai anak-anak.

"Terimakasih sudah mau mengantar." Ujar Michelle

"Nevermind. Kiss me"

Dengan sedikit segan, ia mendekatkan wajahnya ke pria itu.  Ia menatap mata Sean yang tajam. Berkilatan gairah di matanya.

Diciumnya bibir kokoh itu. Saling terpaut. Terengah. Bergairah. Di dalam mobil. Di parkiran Pre-school. Kuharap invincible dari luar. Betapa malunya apabila seseorang memergokinya.

"Kau sangat menggairahkan sayangku. Aku ingin memilikimu seutuhnya malam ini. I can't stand any longer" ujar Sean dengan tatapan matanya yang terlihat seperti pemburu yang siap membidik sasarannya.

Tunggu aku.

Begitu terngiang di kepalanya apa yang diucapkan oleh Sean pagi tadi. Di raihnya ponselnya. Satu pesan belum terbaca.

Aku harus keluar kota untuk tiga hari. Ada urusan mendadak yang harus aku selesaikan.

Antara ia harus bersyukur atau kecewa. Hati kecilnya mendamba Sean datang. Ia ingin Sean ada di sisinya malam ini.

Akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke rumah orangtuanya. Menjenguk ibunya. Hampir satu minggu ia meninggalkan rumah.

Ia merebahkan dirinya di kamarnya sendiri. Walau tidak semegah kamar di tempat Sean, kamarnya sudah cukup nyaman baginya. Ibunya mengetuk pintu kamar dan masuk ke dalam.

"Mom buatkan sandwich untukmu. Kau mau?"

"Tidak usah mom. Terimakasih."

"Baiklah kalau kau butuh apa-apa, mommy di bawah."

"Okay."

Dua hari berlalu terasa sunyi. Waktu berjalan pelan. Ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Ada sesuatu yang kurang. Apakah ia merindukan sosok Sean?

Oh, Tidak!

Apakah ia jatuh hati pada pria itu? Apakah ia begitu menunggu untuk disentuhnya? Ya Tuhan...

Author's Note:
Kalau kalian suka dengan cerita ini dan mau tau kelanjutannya, ditunggu komennya yah... Thank you




My Sex(y) DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang