6

87 15 6
                                    

Memendar cahaya di langit berwarna jingga itu terbentuk dengan indahnya. Seperti menyihir semua mata yang melihatnya agar tak lepas untuk memandangnya.

Pemilik sepasang sepatu yang tampak kusam itu bergerak dengan gusar. Namun, sesekali ia nampak tersenyum sendiri. Membuat beberapa orang yang melewatinya mengira bahwa ia adalah pasien yang baru keluar dari Rumah Sakit Jiwa.

Ia gelisah, karena sampai sekarang belum ada kendaraan umum yang bisa ia tumpangi untuk pulang. Namun, ia senang mengingat tadi ia bisa berbicara sebanyak itu dengan Wira.

Masih dengan tersenyum, gadis itu menunduk. Entah mengapa, tiba-tiba saja ia teringat dengan masalahnya. Ia membencinya.

Membenci semua masalah yang terjadi di hidupnya. Senyumnya memang masih mengembang. Namun, bukan senyum seperti tadi. Melainkan senyum miris terhadap hidupnya.

Tin tin

Sebuah klakson mobil terdengar di hadapannya. Membuatnya mau tak mau mendongak untuk melihat siapa yang mengendarainya.

"Nunggu siapa?" tanyanya sambil menurunkan kaca mobilnya.

"Angkutan umum. Kok nggak dateng-dateng ya?"

Cowok itu mendengus. "Lupa?"

Renata mengernyitkan dahinya.

"Tuh perempatan kan ditutup. Ada perbaikan jalan" ucapnya.

"Emang iya?"

"Iya"

"Trus gimana dong? Jalan kaki gitu? Ogah ih, capek.."

"Emang ortu lo kemana?"

"Ada kok.."

"Lo nggak punya kakak atau saudara gitu?"

Renata menundukkan kepalanya. "Punya" ucapnya ragu.

"Gue anterin?"

Renata mendongak dengan cepat. Dan selanjutnya, ia mengangguk tanpa ragu.

"Masuk" titahnya.

Renata langsung membuka pintu depan mobil dan duduk disana.

Cowok itu hanya kembali memandang jalan di depannya lalu mengendarai mobil itu untuk meninggalkan area sekolah dan bergabung dengan kendaraan lainnya di jalan raya.

Renata berdecak kagum. "Waahhh.. Kak!"

"Hmm?" jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari jalan di hadapannya.

"Mobil lo baru ya?"

"Nggak kok. Emang kenapa?"

"Bagus banget! Kayak mobil pejabat!"

Wira menghentikan mobilnya karena lampu lalu lintas di depannya menunjukkan warna merah. Ia menoleh ke samping kirinya. Menatap wajah seorang gadis dengan decakan kagum yang seringkali keluar dari mulutnya. "Emang lo pernah naik mobil pejabat?"

Renata menoleh membalas tatapan Wira. "Nggak" jawab Renata dengan wajah polosnya.

Wira berdecak. "Bego!"

Renata menyengir. "Oh, iya. Motor kakak yang warna item itu mana?"

"Oh... itu bukan motor gue." jawabnya sambil melanjutkan kembali perjalanannya.

"Trus? Hasil nyuri dimana?"

Wira kembali berdecak. "Bukan punya gue bukan berarti nyuri kan?"

Renata hanya meringis.

"Itu punya kakak gue. Gue pinjem kemarin."

"Lahh? Kok kebalik? Adeknya pake mobil, tapi kakaknya malah pake motor?"

RAPUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang