"Nat! Kaki lo berdarahh!" kejut Wira sambil berdiri.Renata menunduk memperhatikan kakinya. "Ya emang" ucapnya santai sambil kembali mendongak.
Wira melongo. "Huh. Gitu doang?!"
Renata jadi bingung. Memang apa yang salah ketika ia berkata seperti itu? Toh, ia telah terbiasa terluka. Jadi, mungkin ia telah bosan hingga tak merasakan sakitnya lagi.
"Ya trus?" tanyanya. "Cuman dikit doang elah. Nggak usah lebay" lanjutnya sambil mengelap lukanya menggunakan tangannya.
"Jorok banget si!"
Renata tak menghiraukannya. Ia sibuk melihat kesana kemari untuk mencari sesuatu yang sekiranya menarik perhatiannya. Ia tersenyum. Berbalik untuk menghadap Wira. Namun, cowok itu tak ada ditempatnya semula.
Kemana? pikirnya.
Ia menggelengkan kepalanya tak mau ambil pusing. "Bodo amatlah. Orang motornya juga masih ada disini kok. Kalo macem-macem, tinggal gadai in aja. Kan lumayan" ucapnya sambil terkekeh.
Renata berjalan dengan terus tersenyum memasuki taman kota. Ia melihat kesana kemari dengan bahagia. Banyak berbagai jenis bunga disana. Warnanya juga bermacam-macam.
Ia berjalan mendekati sekelompok bunga berwarna putih. Ia menyukai warnanya. Tampak sangat bersih dan membuatnya terpikat.
Tangannya terulur untuk memetiknya. Tiba-tiba, seseorang menarik tangannya. Membuat gadis itu sedikit terseret karena tak mampu menyeimbangi langkah panjangnya. Ia juga berjalan dengan posisi mundur.
"Eh, eh, eh, pelan-pelan dong"
Setelah ia bisa menyeimbangkan tubuhnya, ia berbalik untuk melihat siapa yang menariknya. Yap, itu Wira.
Renata tidak meronta setelah mengetahuinya, karena ia berpikir. Kapan lagi dipegang tangannya ama cogan? Kesempatan emas euy~
Sekarang, ia malah senyum-senyum mengingat pikiran bodohnya itu. Sampai Wira membuatnya terduduk di salah satu bangku yang berada di tengah-tengah taman tersebut.
Wira duduk disampingnya. Ia melemparkan kotak P3K yang tadi dibelinya ke pangkuan Renata.
"Buat apa?" tanya Renata yang mendadak jadi bodoh.
"Makan" titah Wira.
Renata menatap kotak P3K itu dan refleks bertanya, "Hahh? Nggak salah denger?"
Bagaimana bisa? Itu obat bukan untuk dimakan. Mengapa Wira menyuruh dirinya untuk memakannya?
Wira memutar bola matanya malas. Gadis didepannya ini mengapa sangat bodoh?
"Ya buat bersihin luka lo lah!!" kesalnya.
"Nggak mau!!" tolak Renata cepat.
"Kenapa"
"Perih kalo kena obat-obat itu!"
"Cemen banget sih? Mukul cowok aja berani. Masa ama kayak gini aja takut!"
"Biarin!"
Wira menghembuskan napas lelah. Gadis didepannya ini sangat menyusahkan.
Ia berdiri dari duduknya dan memilih untuk berjongkok menghadap Renata.
"Eh, eh, mau mesum ya?" parno Renata sambil menautkan kedua kakinya dan memegangi roknya.
"Mau gue obatin astaga! Goblok ama si lo!"
Renata hanya membentuk mulutnya menjadi huruf O sambil menganggukkan kepalanya. Namun, detik berikutnya ia menyadari ucapan Wira. "Nggak! Nggak mauu!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH
Teen Fiction"Ketika mereka yang kita anggap selalu merasa bahagia, ternyata bertolak belakang dari kenyataannya." Mungkin ini sebuah definisi, yang terkadang bisa salah jika kita hanya melihat dari sampulnya saja. Maka, gali lebih dalam lagi. Apa yang tersembun...