"Naek-naek ke puncak gunung. Tinggi, jauh.. eh, tinggi apa jauh, sih?" tanya Renata kepada Alaya.
"Panjang!" sahut Alaya acuh.
"Oh, okeh!" ucap Renata. "Naek-naek ke puncak gunung. Panjang-panjang sekaleeeh! Kaki pegel, mulut pun pegel--"
Plakk!
"Adohh! Ngape sihh?! Tai lo!"
"Diem!" ucap Reygan.
Renata meliriknya tidak suka. "Eh, iya! Lo ngapain ngikutin regu gue?! Apa jangan-jangan..."
"Jangan mikir macem-macem lo." potong Dewa. "Kita nggak ngikutin lo!Petanya yang nunjukkin ke arah sini! Pede amat jadi monyet!" lanjutnya, lalu melenggang pergi.
Renata mengerucutkan bibirnya. Kemudian, menetralkan ekspresinya kembali. "Hm" hanya itu.
Tidak ada lagi percakapan diantara mereka, ataupun nyanyian nyeleneh Renata.
"Eh, ada gubuk tuh!" tunjuk Prisilla tiba-tiba ke sebuah gubuk kecil disana. Membuat kedua regu yang secara tidak sengaja sedang menjelajah bersama itu, menolehkan kepalanya.
"Ayo!" suara Dewa mengintruksi.
Mereka berjalan mendekati gubuk itu, yang dijadikan pos pertama dari tiga pos lainnya untuk menjawab pertanyaan dan mendapatkan bendera.
"Gue duluan!" ucap Renata sambil berlari terlebih dahulu, meninggalkan teman-temannya.
Membuat Dewa yang melihatnya, juga turut berlari. "Eh, kampret! Tungguin woii! Main lari-lari aee!"
Lalu disusul dengan anggota regu mereka berdua. Renata tertawa ketika merasa kalau Dewa tidak dapat mengejarnya. Ia sedikit melihat ke belakang, dan...
Brakk!
Renata menabrak pohon didepannya. "Aww! Ah elahh, sapa sih yang naroh ni pohon disini! Ganggu amat!" kesalnya.
Dewa yang melihat Renata menabrak pohon, segera memperlambat larinya. "Lo nggak papa, Nat?"
Renata menoleh dengan tangan yang masih mengelus keningnya. "Nggak mama, Wa!"
Pletakk!
"Aduhh. Sakit tau, Dewa zheyenk.." gemasnya kepada Dewa.
"Ekhemm! Cieee.." sorak kedua anggota regu.
"Udah jadian nih! Kagak bilang-bilang. Bagus bangett!" ucap Batara.
"Pala hotak lo jadian! Dasar curutt!" ketus Renata. Kemudian, ia menolehkan kepalanya kearah dewan ambalan didepannya. Ia menegakkan tubuhnya. Maju tiga langkah, lalu membalikkan tubuhnya lagi. Ia menyiapkan regunya, lalu lapor kepada kedua dewan ambalan tersebut.
"Pos pertama, puzzle. Karena waktunya tidak mencukupi, satu puzzle untuk kedua regu ini saja." ucap dewan ambalan yang Renata tau bernama Raquel. Ia kemudian mengulurkan sebuah papan beserta kepingannya.
Renata menerimanya. Kemudian, menerka-nerka gambar apa itu. Semua anggota keduanya juga mengerubungi Renata untuk melihatnya.
"Saya beri waktu satu menit. Dimulai dari..." ucap dewan ambalan itu menggantung. "Sekarang!"
"Eh, cepetan! Udah mulai, eta!"
"Ini! Disini!"
"Bukan disitu, gobe!"
"Eh, eh, ini dimana?!"
"Bodoh beut sih lo?!
Mereka kelimpungan sendiri. Lalu, Renata berucap, "Tenang, man teman". Membuat semuanya terdiam. Tidak. Sama sekali tidak ada bentakan dari suaranya. Bahkan terdengar tenang. Sangat amat tenang. Membuat mereka semua berpikir, bahwa gadis itu sedang kerasukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH
Fiksi Remaja"Ketika mereka yang kita anggap selalu merasa bahagia, ternyata bertolak belakang dari kenyataannya." Mungkin ini sebuah definisi, yang terkadang bisa salah jika kita hanya melihat dari sampulnya saja. Maka, gali lebih dalam lagi. Apa yang tersembun...