25: Aksi brutal

1.7K 68 2
                                    

"Gue nggak nyangka sama lo, Vin."

Ucapan Kahfi barusan membuat harapan Vinka runtuh seketika.

"Maksudnya, kalian gak percaya sama gue? Dan lebih percaya mereka?" tanya Vinka sedikit terkejut.

"Gak, Vin," jawab Jovan. Hati Vinka terasa remuk seketika. Bahkan sahabatnya pun tak percaya padanya.

"Gak percaya sama mereka dan lebih percaya sama lo," tambah Jovan yang membuat Vinka mendongakkan kepalanya menatap mereka.

"Dan gue gak nyangka lo mentingin nyawa orang lain dibanding nyawa lo sendiri. Bahkan, orang yang lo tolong adalah orang yang nganggap lo musuhnya," tutur Kahfi yang membuat senyum Vinka mengembang.

Vinka pun merengkuh tubuh Jovan dan Kahfi dalam pelukannya. Mereka membalasnya dan menepuk pundaknya beberapa kali.

"Kalian adalah sahabat baik dari yang terbaik," ungkap Vinka dalam pelukannya.

***

Setelah Vinka mengantarkan Alden yang sudah tak bernyawa kerumahnya, ia pun memutuskan untuk pulang. Sebelum itu ia meminta maaf kepada orang tua Alden karena ia tak bisa menolongnya.

Sarah, mama Alden menangis histeris saat melihat keadaan putranya yang tak baik baik saja. Terlebih saat mendengar kalau putranya telah tiada, Sarah pingsan seketika. Jujur, Vinka pun merasa bersalah.

Sampai di rumah, Vinka melihat kedua orang tuanya dan juga Shanin yang tengah menonton TV bersama. Vinka tak begitu menghiraukan mereka, ia terus melangkahkan kakinya pada anak tangga menuju kamarnya.

"Vinka, darimana saja kamu?!"

Hingga suara Cakra menginterupsi langkahnya yang baru sampai di anak tangga kedua. Ia berbalik dan menatap Cakra.

"Habis dari sekolah lah, Pah, darimana lagi," jawab Vinka dengan nada santai.

"Harusnya kalau habis pulang sekolah kan daritadi, kenapa pukul enam lebih lima belas baru sampai rumah? Kemana aja?" tanya Cakra menginterogasi.

Vinka membuang napasnya kasar. "Ada tugas tambahan, jadi baru bisa pulang."

"Kalau misal kamu pulangnya agak telat, harusnya telfon Mama atau Papa bisa, kan Vinka?" ujar Abil mengarahkan.

"Iya, maaf tadi gak sempet ngasih tau Mamah sama Papah," Vinka berkata dengan nada sedikit lembut.

"Kali ini kamu Papa maafin, lain kali kalau kamu pulang telat dan sampai larut malam seperti kemarin, Papa gak akan kasih toleransi ke kamu, Vinka!" tegas Cakra dengan sorot matanya yang tajam.

Sejak kapan rumah peraturannya ketat gini?

Abil mengelus lengan suaminya berniat menenangkan. "Udah, Pa jangan dibawa emosi terus, kasian Vinka kan baru pulang."

Sebelum Vinka pergi menuju kamarnya, ia sempat melirik kearah Shanin yang tengah menatapnya.

"Vinka mau ke kamar," ujar Vinka sambil melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

"Akhir-akhir ini, sikap Vinka berubah. Sering pulang larut malam tanpa alasan yang jelas, selalu keluyuran seenaknya. Dia anak gadis harusnya tau batasan waktu," ujar Cakra mengeluarkan unek-uneknya.

Abil menghela napasnya lelah. "Maklumin aja, dia kan masih anak remaja. Asal dia bisa jaga pergaulan."

Cakra hanya mengangguk lemah. Sejujurnya, ia merasa ada yang berbeda dari sikap putrinya itu. Jika biasanya Vinka selalu ceria setiap pulang sekolah, tapi ini sebaliknya.

Ravinka the Troublemaker [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang