33. Pertikaian

1.7K 80 0
                                    

Sampai dirumahnya, Vinka langsung menuju kamarnya dan segera menghempaskan tubuhnya yang sedari tadi ingin merasakan kasurnya kembali. Sungguh, ada rasa lega dan ada rasa sedih pula jika Vinka sudah tak lagi bersekolah disekolah elite itu.

Ia lega karena tidak akan merasa tertekan lagi dan ia merasa sedih jika harus jauh dari sosok gadis yang baru seminggu ini ia kenal sebagai sahabat terbaiknya. KARAMELLA VINESSA QWEEN, yang ia kenal sebagai Mella. Tapi ia lebih suka memanggilnya Karamel, karena itu panggilan khusus yang ia berikan untuk sahabat gadisnya itu.

Namun seketika lamunannya itu buyar saat ia merasakan perutnya yang sedari tadi minta diisi. Ia pun bergegas bangkit dari tidurnya dan segera menyambar kunci motornya.

Turun dari tangga, ia melihat Abil yang tengah menelpon seseorang, yang sudah Vinka tebak adalah Cakra. Namun, ia menghiraukannya.

"Mau kemana kamu, Vinka?"

Vinka menoleh dan mendapati Abil yang sudah selesai acara perbincangannya ditelfon. "Mau ke Resto, laper," singkatnya.

"Ini sudah pukul lima sore dan sebentar lagi petang, lagipula Mama kan udah masak buat kamu," ujar Abil berniat mencegah Vinka.

"Nggak ah, Ma. Aku pengen makan diluar." Vinka menolak untuk makam dirumah. Bukan karena ia bosan, tapi jujur ia memang sedang ingin makan diluar.

"Lagian sebentar lagi Papa mu akan pulang dan kita makan sama sama," tuturnya lagi namun lebih lembut.

Vinka menggeleng kembali. "Nanti aku gak bakal napsu makan kalau Papa liat aku sinis, karena aku udah ada dirumah."

Abil menghela napasnya, sudah tentu jika Cakra akan marah nantinya. "Yasudah kalo begitu, tapi jangan pulang terlalu malem ya."

Vinka hanya mengangguk dan ia segera pergi untuk mengisi perutnya dan menghentikan konser para cacing diperutnya yang minta diisi itu.

Tak butuh waktu lama, akhirnya sampailah Vinka di Restoran yang tak terlalu jauh dari kompleks perumahannya. Setelah memarkirkan motornya ia segera masuk dan langsung mencari tempat duduk.

Seorang pelayan menghampiri mejanya dan Vinka pun menyebutkan pesanannya. Dirasa tugasnya sudah selesai, pelayan itu pun pergi dari hadapan Vinka. Tiba tiba ponsel yang berada disaku celananya bergetar, ia pun segera mengangkat telfon yang ternyata dari Kahfi itu.

"Paan?!" tanyanya tak santai.

"Woy! Santai dong, Mbak. Oh ya, katanya lo udah di DO ya dari sekolah?"

"Tau darimana lo, nyet?"

"Ya pasti tau lah, gue gitu loh."

"Bukan jawaban itu yang gue butuhin!" Detik berikutnya Vinka mendengar kekehan dari seberang sana.

"Gue dikasih tau sama Nyokap lo pas tadi gue sama Jopan kesana."

"Lah? Ngapain lo ke rumah gue? Mau ngapelin nyokap gue lo?!"

"Ko tau sih?"

"Sialan lo!"

"Nggak! Jangan positip tihinking dulu, gue kesana mau jemput si Mella ponakan gue yang dititipin sama Nyokap lo sebelum dia jemput lo ke sekolah tadi."

"Negatif thinking nyet, bukan positip."

"Sama ajahh."

"Alah udah ah, gue mau makan dulu. Bye!"

Setelah itu Vinka memutuskan sambungan telepon secara sepihak saat itu ia melihat pelayan yang datang kemari dan kemudian meletakkan pesanannya diatas meja.

Ravinka the Troublemaker [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang