09 :Kehilangan

2.4K 90 0
                                    

Vinka merasa kepalanya amat pusing. Tubuhnya serasa remuk dan tak karuan. Ia mengerjapkan matanya mencoba menyesuaikan cahaya dalam ruangan serba putih yang saat ini tengah ia tempati.

"Vinka?" beo Elkha.

Vinka mencoba menoleh kesegala arah, namun entah mengapa lehernya terasa amat nyeri dan bgitu sakit.

"Syukurlah lo udah sadar, udah lima jam lo gak sadar sadar bikin kita khawatir tau gak," ujar Kahfi seraya mendekat kearah ranjang Vinka.

Vinka melihat sekeliling. Ia merasa aneh. Semua sahabatnya ada disini. Dan Gava juga Elkha menemaninya. Namun mengapa ia tak melihat kedua orang tuanya?

"Gue kenapa harus dibawa kerumah sakit? Dan siapa yang udah bawa gue kesini?" tanya Vinka sambil memegangi kepalamya yang terasa pusing.

"Gimana lo gak dibawa kerumah sakit, lo aja hampir sekarat gara gara dikepung geng Rasta."

Celetukan Jovan membuat Vinka menoleh. Ia mengerutkan dahinya bingung.

"Apa? Sekarat?" tanyanya.

Mereka mengangguk serempak kecuali Gava yang sedari tadi hanya diam dan tak menegluarkan suara.

"Dan yang bawa lo kesini, Gava," ucap Elkha seakan tau maksud dari tatapan Vinka pada mereka.

Vinka melirik kearah Gava yang juga sedang melihatnya. Sepersekian detik mereka masih melakukan kontak mata, hingga pada akhirnya Vinka memutuskannya.

"Makasih, Gav, lo udah mau nolongin gue. Mungkin kalo gak ada lo gue udah habis tadi," ucap Vinka.

Thama membantu Vinka untuk mengubah posisi tidurnya menjadi duduk.

"Gue cuman kebetulan lewat aja," jawab Gava cuek.

Dalam keadaan seperti ini saja masih sempat sempatnya Gava  untuk memancing emosinya.

"Iya, sama aja kan. Coba kalo lo gak ada mungkin gue udah habis sama Rasta."

Gava hanya membalasnya dengan anggukan singkat tanpa mengeluarkan sepatah kata.

"Sori ya, Vin, waktu itu kita ninggalin lo gitu aja. Sampai lo dikeroyok dan babak belur gitu." Thama menggaruk tengkuknya sedikit tak enak.

"Iya, Vin kita minta maaf ya. Kalo aja kita nungguin lo waktu itu mungkin kita bisa sama sama bantuin lo berantas geng Rasta yang ternyata licik itu," tambah Kahfi merasa bersalah.

Vinka menghela napasnya gusar. Ia juga sebenarnya kesal setengah modar pada ketiga sahabatnya yang kelewat tidak perduli padanya dan mengesalkan. Tapi mengingat ia sedang dalam keadaan seperti ini jadia ia hanya mengangguk saja.

"Kali ini gue maapin, berhubung gue juga gak bisa apa apa jadi gue tahan tangan gue yang udah gatel buat nonjok satu persatu muka tamvan kalian," ucap Vinka.

"Sadis amat lo, Vin jadi sahabat," celetuk Jovan.

"Kalo udah emosi gak mandang sahabat atau bukan!"

Mereka mencebikkan bibirnya mendengar lontaran dari Vinka itu. Sadis memang. Setiap kali Vinka emosi mereka adalah sasarannya.

Elkha melirik kearah Gava yang sama sekali tak mengeluarkan suara lagi. Ia berpikir bagaimana bisa Gava menyelamatkan Vinka? Padahal waktu itu ia juga lewat sana, namun ia sudah terlambat, ia melihat Vinka yang terkapar lemas. Hingga ia mau tak mau harus membantu Gava untuk membawa Vinka kerumah sakit.

Vinka menatap ke sekeliling mencari seseorang.

"Nyokap ama Bokap gue gak kesini?"

"Nyokap lo lagi persalinan, Vin ada di UGD. Tadi tiba tiba aja dia mengalami pendarahan hebat, tapi...," Thama menggantungkan kalimatnya.

Ravinka the Troublemaker [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang