01:15

5.8K 551 27
                                    

Kevlar memasuki kamar Gea ragu-ragu. Perempuan itu sedang berkutat dengan kertas di hadapannya. Melihat punggung Gea saja, Kevlar sudah merasa bersalah, apalagi melihat tas dengan lambang gramedia di samping meja belajar perempuan itu.

"Ge, maaf gue tadi–"

Gea berbalik, menatap Kevlar yang sedang menunduk. "Maaf kenapa?"

"Gue lupa kalo gue ada janji sama lo."

"Nggak pa-pa," Gea kembali memutar kursinya, menghadap meja belajarnya.

"Ge, jangan gini, gue lebih milih lo marah-marahin gue daripada lo diem-diem kayak gini."

"Buat apa gue marah-marah?"

Kevlar memutar kursi belajar Gea, menjadi menghadap ke arahnya. Laki-laki itu menatap Gea dalam dengan rasa bersalah yang semakin dalam ketika menatap mata Gea.

"Ge."

"Buat apa gue marah-marah kalo akhirnya juga bakalan kayak gini. Ngabisin tenaga."

"Gea–"

"Kev, tau nggak kenapa gue susah untuk nerima lo lagi?" tanya Gea membuat Kevlar bungkam seribu bahasa, "karna ini, lo nggak bisa bertahan sama satu cewek. Lo nggak bisa bertahan sama gue. Kenapa sih harus ada yang lain kalo lo sayangnya cuma sama gue?"

Matanya berkaca-kaca, membuat dada Kevlar seketika langsung sakit. "Cukup gue aja di hidup lo, apa nggak cukup?" lanjut Gea.

Setelah sekian lama Gea memendam, akhirnya malam ini ia mengeluarkannya.

"Ge, gue–"

"Kev, tolong keluar."

"Dengerin gue dulu."

Gea menarik nafas lalu menghembuskannya. Hening beberapa saat, Gea menunggu penjelasan dari Kevlar, tapi laki-laki itu tidak juga membuka mulutnya, mengeluarkan pembelaan terhadap dirinya. Kepala Kevlar kosong begitu ia melihat air mata jatuh di pipi Gea.

"Kenapa? Lo nggak bisa jelasin kan? Ya karna lo memang nggak punya alesan untuk nggak jalan sama dia."

"Bisa tinggalin gue sendiri? Malam ini aja," minta Gea dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya.

Kevlar menuruti permintaan Gea. Semua yang Gea ucapkan, berhasil membuat dadanya kembali sesak. Perjuangannya selama ini sudah lenyap karna kebodohannya. Ia harus memulainya dari awal lagi, dan mungkin kali ini lebih sulit.

• • •

Ke-esokan harinya, Kevlar datang lagi, ia langsung menuju kamar Gea. Aneh, pintu kamar perempuan itu terbuka lebar. "Gea?"

Kevlar memasuki kamar Gea lebih dalam, lalu berhenti di kamar mandi perempuan itu. Entah seperti apa bentuknya kamar mandi Gea sekarang, yang Kevlar lihat hanya kaca berhamburan di lantai dengan darah yang sudah kering di sana. Kevlar membulatkan matanya tidak percaya, Gea sudah berbuat sejauh ini. Saat berbalik badan, ia mendapati Gea sedang mengusap perban di tangannya. Gea mendonggak, menatap kaget Kevlar, dengan cepat ia menyembunyikan luka di lengannya di balik tubuhnya.

"Ge, kamar mandi lo kenapa?"

"Gue mau pake baju."

Kevlar keluar dari kamar itu, menunggu Gea di sofa ruang keluarga, matanya menatap tangga dengan cemas, berharap Gea turun lebih cepat. Gea menuruni tangga sembari berlari kecil, perempuan itu menggerai rambutnya dan memakai sweaternya, berjalan ke dapur mengambil dua helai roti dan memberinya satu pada Kevlar. Seperti biasa, Kevlar dengan sabar menunggu Gea memakai sepatunya. Gea bertingkah hari ini, seperti kemarin tidak terjadi apa-apa diantara mereka.

"Ge–"

"Ayo berangkat."

Bisik-bisik yang menyebut nama Gea dan Kevlar mulai kembali terdengar ketika Gea menyusuri koridor. Setelah sampai di kelas Gea hanya menaruh tasnya lalu menuju ke kelas Kevlar. Gea memperlambat langkahnya ketika melihat Kevlar diberi kotak bekal lagi oleh adik kelasnya kemarin. Gea tersenyum miring, adik kelasnya ini benar-benar menantangnya. Setelah mengajak milik orang lain jalan di Mall, kini tanpa rasa malu adik kelasnya itu membuatkan Kevlar sarapan.

"Eh, Ge," panggil Kevlar begitu melihat Gea berada tak jauh dari pintu kelasnya.

"Ya?"

"Mau kemana?"

"Tadinya sih mau ngajakin lo sarapan bareng, tapi–"

"Kuy!"

Kevlar mengembalikan kotak bekal adik kelasnya tadi lalu berjalan beriringan bersama Gea ke kantin. Gea sempat melihat raut wajah kesal adik kelasnya yang memandangnya benci. Sedangkan Gea tersenyum tipis, meremehkan adik kelasnya.

Gea sarapan nasi goreng dengan telur mata sapi, sesuai dengan yang Kevlar mau. Seperti biasa, Gea menikmati sarapannya tanpa banyak bicara. Sedangkan Kevlar menatap perban yang melingkar di telapak tangan Gea.

Kevlar mengambil tangan kanan Gea, membuat sendok yang Gea pegang jatuh begitu saja. "Lo apain tangan lo?"

Gea mengangkat bahunya sebentar lalu menarik kembali tangannya. "Gue pecahin kaca kamar mandi."

"Pake tangan lo?"

"Pake apa lagi?"

"Lo gila ya?!"

Gea terkejut tiba-tiba Kevlar meneriakinya. Bahkan seisi kantin memperhatian mereka berdua. "Berisik lo."

"Sabuk item lo bukan buat nyakitin diri lo sendiri, Ge."

"Gue aja bingung kenapa itu kaca bisa pecah, padahal gue cuman giniin doang," ucap Gea sembari memperagakan bagaimana ia bisa memecahkan kaca itu tadi malam, "trus pecah, kacanya nusuk telapak tangan gue."

"Lo mikir nggak ngelakuin hal itu? Gue laporin ke Mamah ya!"

"Gue bunuh lo ya!"

-2:00 AM-

2:00 amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang