°27

762 157 16
                                    

Jeno merasa sedih. Tidak biasanya dia seperti ini. Padahal dia hanya diberitahu Taeyong bahwa dia akan membawa Mark ke rumahnya untuk meredakan trauma dan memberikan ruang baginya, tapi Jeno seperti akan ditinggal lama oleh pujaan hatinya. Siapa yang tahu, trauma itu tidak mudah dihilangkan. Bagaimana jika Mark di sana selama seminggu? Sebulan? Setahun? Atau bahkan tidak kembali? Itulah mengapa Jeno sangat sedih dan meminta alamat Taeyong, agar sewaktu-waktu dia dapat mengunjungi Mark.

"Tentu saja kau dapat mengunjungi nya kapanpun kau mau."

"Kalau sekarang bagaimana?"

"Kalau sekarang tidak bisa."

"Kenapa?"

Taeyong tersenyum sedih. "Aku tahu niat mu baik, sepertinya kau hanya satu-satunya teman Mark yang Mark punyai sekarang. Kau juga sudah membantu banyak tadi membawakan barang-barangnya."

"Iya." Jeno terdengar harus mengalah. "Lalu?"

"Dia pasti tidak ingin kau kenapa-napa. Pulang malam di mana pembunuh itu bisa berkeliaran tidak bagus, dan tentu saja kau tidak bisa menginap karena besok ada jam kuliah. Mark pasti tidak mau kuliah mu terganggu."

Taeyong baik. Jeno senang Taeyong lah yang membuatnya menahan keinginannya.

"Begitu ya." Pada akhirnya Jeno pasrah juga. Dia berbalik, hari memang sudah sore.

"Doyoung akan mengantarmu pulang, Jeno." Dia mendengar Taeyong berkata di belakangnya dan Jeno melirik ke arah Doyoung yang sudah bersender di sebelah mobil.

"Dari mana saja kau? Tidak membantu." Cibir Taeyong dari pintu. Doyoung mengangkat bahunya.

"Urusan lain." Doyoung membukakan pintu untuk Jeno yang berjalan ke arahnya. "Masuk, cherry."

"Cherry?" Jeno menekuk wajahnya, sedikit kesal. Doyoung tersenyum.

"Iya, cherry. Kesukaan mu bukan?"

Jeno benci malah. Kenapa manusia ini memanggilnya cherry, padahal tidak ada relasi apapun dengannya selain kenalan. Jeno masuk tanpa berkata apapun.

Mereka berkendara sekitar setengah jam, rumah Taeyong cukup jauh dari rumah Jeno. Sesekali Jeno mendengar suara seperti botol-botol bertabrakan di belakang mobil, tapi ketika ditanya Doyoung hanya menjawab, "Toples kosong."

Tapi baunya anyir.

Jeno ingin menengok, tapi dia tidak berani.

"Terima kasih." Kata Jeno saat turun dan membungkuk ke arah Doyoung yang berada di dalam mobil. Lagi-lagi dia tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas.

"Sama-sama, cherry."

Jeno tidak tersenyum, tidak juga menekuk wajahnya.

You Send Me Right To Heaven [republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang