°37

766 143 4
                                    

Jeno tak dapat menangkap gambaran siapa yang membunuh Doyoung itu. Tapi ketika dia merasakan dirinya diangkat dan digendong dari belakang, dia tahu siapa itu.

"M-Mark? Mau ke mana kita?"

"Polisi sebentar lagi datang. Jaehyun-hyung menyuruhku untuk pergi dari sana."

"Jaehyun-hyung..?" Jeno melihat Mark berjalan ke arah mobil Taeyong. "Mau ke mana kita?"

Mark tidak menjawab. Dia hanya membuka pintu dan memasukkan Jeno ke dalam agar duduk di samping supir, sementara Mark duduk di kursi supir. Jeno masih pusing sejujurnya karena cekikan Doyoung tadi.

"Mark, maaf. Aku tak bisa menyelamatkan Taeyong-hyung."

"Diam Jeno."

Jeno melihat Mark yang tergesa-gesa menyalakan mobil. Dia mendengar sesenggukan kecil.

"Biar aku saja yang menyetir." Jeno mencoba lagi.

"Jeno." Mark menatap Jeno akhirnya. Matanya berair, bengkak. Pipinya basah dan wajahnya sangat menunjukan bahwa hatinya hancur. "Biar aku berpikir jernih."

Jeno hanya diam. Badannya juga sakit, mau apa dia?

Mark menyalakan mesinnya dan mulai memundurkan mobil, kemudian menjalankannya. Jeno tidak tahu Mark mau pergi ke mana, tapi dari caranya menyetir, Jeno bisa merasakan kematian akan datang kapan saja.

"Mark berhenti."

Mark tidak berhenti. Dia tetap melajukan mobilnya. Jeno berusaha bangun, mengabaikan sakit di punggungnya. Jeno melirik ke arah speedometer yang sudah melebihi 60 km/jam, melebihi batas mengendarai di perumahan itu.

"Mark berhenti!" Jeno pun mulai panik saat melihat kecepatannya semakin bertambah dan bertambah. Mark tidak mendengarkan. Jeno harus mengambil resiko.

Mungkin dia ceroboh dan kecerobohan nya dapat menyebabkan mereka berdua tidak akan selamat, tapi lebih baik mencobanya dari pada menyesal.

Jeno mencoba menarik setir yang dipegang Mark, membuatnya tidak terkendali. Mobil tiba-tiba berputar dan saat merasakan lajunya mulai melambat, Jeno menarik rem tangan, membuatnya berhenti mendadak.

Seharusnya mobil terbalik karena rem itu, tapi mereka menabrak pembatas jalan yang cukup tinggi, jadi mereka hanya terdorong ke depan mobil dengan guncangan yang sangat hebat.

Kening Jeno sendiri menabrak dinding kaca depan, sementara Mark menabrak setir, tapi sepertinya mereka berdua baik saja. Jeno menarik nafas, lalu memplototi Mark yang diam-diam menangis. Jeno menjadi tidak enak, dia tidak berniat menyakiti miliknya, tapi tadi keterlaluan.

"Aku harus apa Jeno?" Datang suara pecah dari Mark. "Aku hancur. Hidup ku hancur."

"Kau tidak berpikir jernih, Mark." Jeno berkata pelan. Mark menggeleng.

"Taeyong sudah tidak ada.. semua teman ku sudah tidak ada.. untuk apa aku hidup di sini? Aku sendirian." Mark menjatuhkan kepalanya sehingga keningnya menyender di setir, kemudian dia menangis kembali. "Doyoung-hyung nyaris membunuhmu dan aku membiarkan Jaehyun-hyung membunuh kekasihnya.."

That's so fucked up.

"Tapi kau masih memiliki ku." Jeno mencoba tersenyum. "Mark, aku masih ada di sini. Kau masih memiliki ku."

Mark mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Jeno. Meski ada beberapa luka membiru di wajah Jeno, dia tetap terlihat cantik untuk tersenyum.

Apakah ini saat yang tepat untuknya?

Haruskah Jeno melakukannya sekarang?

"Aku menyukai mu, Mark."

Mark terdiam. Diam. Apa dia merenung? Jeno tidak tahu. Yang dia tahu hanyalah Mark tiba-tiba memajukan wajahnya, menipiskan jarak bibir mereka, dan menciumnya.

Jeno menutup mata, merasakan darah di lidahnya, and praise the angel, that's feel so amazing.

Mark melepasnya, membuat mata Jeno terbuka kembali. Dia tersenyum, tapi Mark tidak.

Jeno tidak masalah dengan itu. Karena setelah ini, Jeno berjanji akan membuat Mark tersenyum dan terus tersenyum.

.

.

.

apakah itu petunjuk akan berakhirnya cerita ini?

anyways, update for you guys !!!

You Send Me Right To Heaven [republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang