2 | Fanatik Indomilk

1K 63 6
                                    

2. Fanatik Indomilk

"Kok kaya gembel ya? Tapi cantik, mana pake swallow lagi." - Arka Yohandar

**

Rahel ingin menyambung mimpinya yang tertunda. Ia hanya memejamkan matanya sebentar sebelum guru masuk kelas, lalu kenapa orang-orang melihatnya dengan kerlingan aneh?

Helaan nafas keluar dari mulut gadis itu. Ia mengangkat kepalanya, dilihatnya kelas sudah hening dengan seorang guru yang tengah berdiri di depan sana.

Tidak ada yang menarik dengan kelas ini, hanya perkenalan biasa hingga waktunya Rahel memperkenalkan dirinya.

Apa juga gunanya memperkenalkan dirinya yang jelas-jelas tidak dianggap di lingkungan keluarganya? Siapa yang akan menganggap bahwa dirinya juga hidup dan butuh kasih sayang?

"Nama saya Rahel."

"Sudah? Hanya itu?" tanya miss Merry, wali kelasnya.

Memangnya Rahel harus bicara apa lagi?

Rahel kembali ke bangkunya, mengabaikan celetukan Alee dan Arsen yang menggoda Rahel. Karena, wajah Rahel memang cantik.

Tatapan Rahel sedikit melirik ke arah cowok yang duduk di depan Diki. Dia juga menatap Rahel kemudian tersenyum kecil. Rahel hanya membuang muka dan kembali mengambil tempat duduknya.

"Oh nama lo Rahel? Gue Metta." Gadis yang duduk sebangku dengan Rahel itu tersenyum manis. Karena tidak berniat untuk membalas uluran tersebut Rahel hanya mengangguk.

Metta menarik tangannya kembali, Rahel bisa melihat bahwa gadis itu sedikit mencibir.

Rahel belum pernah berpikir untuk kembali memiliki seorang teman. Ia hanya lebih suka dengan suasana sunyi, dan sikap dingin-nya adalah perlindungan yang akan Rahel tegakkan.

**

Rahel berjalan menuju gerbang, langkahnya terpaksa berhenti seketika, badannya sedikit terhuyung karena pergelangan tangannya ditarik oleh seseorang.

"Gue mau bicara." Rahel hanya mengrenyit melihat cowok di depannya itu.

"Jangan pernah kenal atau sok kenal sama gue disekolah." ucap cowok itu dengan penekanan disetiap katanya.

"Gue nggak pernah kenal sama setan kaya lo!" ujar Rahel ketus lalu pergi, tak ingin mendengar Rahen berbicara lagi.

Cewek berambut sebahu itu memutuskan untuk segera pulang ke rumah.

"Kamu udah pulang?" sambut bunda ketika Rahel hendak ke kamarnya.

"Iya, Bun. Rahel ke kamar dulu."

"Mana Rahen?"

Kenapa bunda harus bertanya dimana orang itu? Rahel capek terus bermain lakon di rumah ini.

"Rahel nggak tau , Bun." jawabnya lalu pergi ke kamar.

Rahel menghempaskan tangannya di kasur, menatap kosong langit-langit kamarnya.

Gadis itu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri atau mungkin sedikit mengguyur tubuhnya dengan air hangat.

Keluar dari kamar mandi, Rahel hanya mengenakan celana training longgar dengan kaos hitam dan rambut yang ia kuncir asal-asalan, memperlihatkan lehernya yang jenjang.

Dan akhirnya memutuskan untuk berguling-guling di kasur dengan buku biologinya.

**

Jam menunjuk pukul 19.35

Rahel bergegas keluar kamar. Dilihatnya keluarganya sedang makan malam. Mereka bahkan terlihat seperti seseorang yang tak ia kenali. Tidak ada seseorang pun yang mengajak Rahel makan malam, sekedar menegur pun mereka enggan.

"Rahel nggak ikut makan?" apakah sekarang Rahel sudah terlihat, sehingga papa menyapanya?

"Rahel mau ke supermarket depan, Pa." pak Aditya hanya mengangguk.

Gadis itu cepat-cepat menjauh dari ruang makan, melirik sekilas cowok yang sedang meneguk air putih itu tak menggubris sedikit pun percakapannya dengan pak Aditya tadi.

Saat sampai di teras ia menghirup udara malam dalam-dalam lalu menghembuskannya secara kasar. Ia butuh oksigen, sekalipun rumahnya banyak ventilasi, akan tetapi seakan udara itu dipenuhi rasa benci yang belum menyurut beberapa tahun ini.

Rahel mulai menginjakkan kaki di trotoar, ditemani hembusan angin yang menerpa wajah cantiknya dan mengibaskan rambut yang terlepas dari kuncirannya. Jangan lupakan sandal swallow-nya.

Saat sudah sampai di depan supermarket, Rahel masuk, gadis itu mengambil sebotol kopi instan dan permen karet. Perlu diingat, Rahel bukan tipe cewek penyuka cokelat.

"Lo suka kopi?" ucap seseorang dibelakang Rahel. Gadis itu sedikit terkejut ketika menengok, namun sesegera mungkin menormalkan wajahnya.

"Gue lebih suka susu daripada kopi, elo kan cewek kenapa suka kopi?" tanya cowok itu ternyata cerewet. Dia yang tersenyum ke Rahel saat di kelas tadi.

"Gue Arka, lo Rahel kan?" tanya cowok itu ketika Rahel hanya menatapnya datar, tak menjawab pertanyaannya.

Gadis yang membawa sebotol kopi instan ukuran sedang dan satu bungkus permen karet itu memutar bola matanya, merasa jengah dengan cowok yang mengoceh disampingnya dengan dua kotak susu cokelat di kedua tangannya.

"Shut up your mouth, please." ucap Rahel menegur.

Cowok itu mengangkat tangan kanannya, menunjuk Rahel dengan jari telunjuk, "Ooh, pantes lo jarang ngomong, bahasa indonesia lo belum lancar ya? Elo blasteran?"

Arka terkekeh pelan, "Gue becanda." lanjutnya lagi yang menurut Rahel tidak lucu sama sekali.

Rahel dibuat semakin jengah berada di supermarket ini bersama dengan cowok pecinta indomilk itu. Ia bergegas membayar di kasir dan melangkah ke luar supermarket.

Gadis itu berhenti di tepi trotoar, duduk di tempat yang disediakan biasanya digunakan untuk menunggu bus. Membuka tutup botol kopinya dan meneguknya beberapa kali hingga tegukan terakhir, lalu meremas botol itu dengan tangannya dan membuangnya sembarangan.

Tanpa sadar sedari tadi seseorang memerhatikannya dari atas motor sambil menyedot indomilk-nya.

"Kok kaya gembel ya? Tapi cantik, mana pake swallow lagi." gumamnya sambil tersenyum melihat Rahel beranjak, Arka bergegas mengikuti dengan mendorong motornya agar suara mesin tidak ditimbulkan. Di tengah jalan mengikuti gadis itu, handphone-nya berbunyi.

"Halo?" suara orang diseberang telepon, suara Irfan.

"Apa?"

"Kesini buruan, anak anak udah ngumpul nih." ucap Irfan, terdengar suara brisik di telepon. Ah itu suara Alee sama Arez.

"Iya iya bentar." Arka mematikan sambungan teleponnya, melihat ke arah depan, namun gadis yang ia ikuti sudah menghilang.

"Halah, padahal gue mau tau rumahnya." ucapnya sambil memukul stang motor. Lalu ia menyalakan mesin motornya, melajukannya berlawanan arah.

Rahel sedang menerawangi langit malam ini dari balkon kamarnya. Ponsel-nya sedari tadi bergetar, memunculkan notif dari grupchat kelasnya.

Merasa sudah larut malam, Rahel melangkah masuk dan membaringkan tubuhnya. Jam sudah menunjuk pukul satu dini hari ia segera menutup matanya, berusaha menuju alam mimpi mengisi tenaga untuk melewati hari esok.



















**

Rahen Rahel [COMPLETED]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang