22 | Asing

455 39 1
                                    


22. Asing

**

Rahel sudah benar-benar sehat, ia bahkan sudah berolahraga tadi pagi. Betapa ia bersemangat ke sekolah pagi ini, karena lima hari di rumah cukup membosankan bagi Rahel.

Tapi kenapa hari ini gadis berambut sebahu itu merasa ada yang beda, kelas meskipun ramai terasa sepi bagi dirinya. Metta yang berusaha menghiburnya pun terasa garing, bahkan candaan Alee dan Arsen menurutnya sudah hambar.

Rahel menoleh ke tempat duduk Arka, disana cowok itu fokus dengan laptop milik Irfan, mungkin sedang main game. Ini sudah hampir pulang, tapi tidak ada tanda-tanda Arka menghampiri Rahel, mengajak ngobrol gadis itu atau yang lain.

Kenapa Rahel jadi lesu seperti ini?

"Rahel, lo baik baik aja kan?" tanya Metta khawatir melihat raut muka sahabatnya itu pucat dan lesu.

Rahel memaksakan senyumnya, "Iya, gak papa." ujarnya.

Rahel menoleh kembali ke Arka, saat tatapan mereka bertemu tanpa Rahel duga cowok itu memutus kontak mata terlebih dulu. Lelaki berbola mata terang itu kembali fokus ke laptopnya. Rahel merasa aneh, sekaligus bingung.

Bel sekolah sudah berbunyi, anak kelas mulai meninggalkan ruangan satu per satu. Kini tinggal Rahel yang masih setia dengan novelnya.

Jauh dalam hati Rahel berharap, Arka menghampiri mengajak pulang seperti biasa atau menemaninya menunggu bus di halte.

Tapi Rahel salah besar. Bahkan Arka melewatinya tanpa menyapa, cowok itu sudah keluar kelas dengan gayanya yang khas. Ada sesuatu yang hilang ketika Arka seperti itu.

Rahel membereskan buku-bukunya, dan menyampirkan tasnya di punggung. Bersiap pulang ke rumah.

"Arka kenapa beda?" gumam Rahel di perjalanan.

**

Rahel memainkan jemarinya, kini gadis cantik itu menanti bus di halte dekat sekolah, angin dari langit gelap menerbangkan helai rambutnya yang tidak ikut terikat. Biasanya, Arka datang kalau nggak sama motor ya sama skateboard-nya.

Paras tampan itu selalu Rahel abaikan dulu, bahkan Rahel tak acuh pada setiap perhatian Arka. Manis, Rahel mengenang lebih dalam. Tidak terasa hujan kembali turun lagi setelah semalam deras sekali.

Rahel ingat ketika sweater maroon itu membungkus hangat tubuhnya, ketika bahu tegap itu menjadi tempat bersandarnya. Atau ketika tangan kekar itu menggenggam erat jemari tangan Rahel, dan meraih kepalanya agar menyeruakkan tangisan di dekapannya.

Rahel ingat itu. Sangat ingat.

Tapi, kenapa kini tidak lagi?

Rahel menangis kali ini, ia meluapkan emosinya. Sekalipun hujan mau mendengar, mereka tidak tau apa-apa.

**

Sedangkan disana, di kediaman milik Abrandon. Arka masih memandang hujan yang turun deras sore ini dari balkon kamar Keenan.

Seketika teringat, sweater kini yang dipakainya pernah menghangatkan tubuh seseorang. Bahkan dia pernah mengadu tangis di dekapannya. Arka ingat, bahkan tetap ingat.

Ia bukan tipe pelupa untuk hal yang dinamakan kenangan.

"Kenapa lo?" Keenan membawa dua cangkir teh hangat, meletakkannya di meja balkon.

Arka menghembuskan nafas pelan, aroma petrikor sangat menyeruak indra penciumannya.

"Jangan bilang lo kejebak sama keputusan yang lo buat sendiri?" tebakan seorang Keenan selalu benar bagi Arka.

"Nyesel kan lo." lanjutnya lagi, kini mereka sudah duduk berhadapan.

"Gue nggak nyesel, gue cuma belum terbiasa." balas Arka mencoba membela dirinya.

"Emang biasa lo gimana? Nganterin dia pulang? Nemenin di halte? Apa lagi? Gue mau denger," ujar Keenan sengaja melontarkan beberapa pertanyaan yang membuat Arka mendesis kesal.

"Lo dengerin gue, pilihan lo yang lakuin juga lo. Kalau lo nyesel yang rugi juga lo," ujar Keenan tak ambil pusing, ia menepuk bahu sahabatnya itu.

"Semangat, lo bisa. Tapi saran gue cari tau kebenaran dulu. Gue lihat Rahen masih nempel sama Via tadi." kata Keenan sebelum ia pergi meninggalkan Arka di balkon.

Abra sengaja membiarkan cowok bersweater maroon itu sendiri di balkon. Memberi ruang untuk Arka bergelut dengan pikirannya.

"Lo udah jatuh cinta, Ka. Lo gengsi mau bilang dan keduluan salah paham,"





















**

HAHAHAHAH!
PUAS KALIAN PUAS?!

Rahen Rahel [COMPLETED]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang