21 | Pelarian

469 43 1
                                    

21. Pelarian

"Tau begitu, aku tidak akan membiarkan perasaan ini hangat dan mati dibenakku."

**

Pupus.

Kedua kaki Arka melemas, tapi ia tetap kuat. Dengan langkah berat meninggalkan rumah sakit, ia butuh pelarian kali ini.

Arka : Buka lebar pintu rumah lo.

Dan si pembaca hanya mendengus kesal. Dia, Keenan.

Arka memasuki rumah Keenan dengan linglung, kedua kakinya masih lemas. Cowok itu menyisir kasar rambut basahnya dengan tangan. Tas sekolah ia lempar sembarangan ke sofa.

"Lo kira rumah lo apa gimana? Seenak jidat aja lempar lempar." dengus Keenan.

"Diem. Beliin gue indomilk." Arka duduk dan melempar uang lima puluh ribuan ke arah Keenan.

"Ini dibeliin semua?"

"Beliin lima botol, sisanya lo ambil." Arka menumpangkan kedua kakinya menumpu pada atas sofa.

"Enak ya lo." Keenan hanya mengelus dada mendapati temannya sekarang. Sedangkan, Arka sudah mulai memejamkan mata.

Empat botol indomilk sudah habis, kini tersisa satu botol dan belum Arka minum. Keadaannya miris jika Keenan lihat.

"Lo jatuh cinta sampe segitunya, Ka." ujar Keenan menanggapi cerita Arka dari awal, sesekali menikmati sate ayam yang tadi dibelinya.

"Lo aja belum pernah rasain." balas Arka seperti tak mood untuk berbicara.

Keenan menipiskan bibir, "Lo kali salah paham sama dia," ujar Keenan.

Arka berdecak kesal, "Lo pikir Rahen siapanya Rahel?!"

"Ya siapa tau Rahen.." Abra menggantungkan kalimatnya, ia jadi bingung sendiri. Ternyata, rumit juga.

"Apa?! Mereka punya hubungan. Orang tadi main suap suapan," umpat Arka menggebu-gebu.

"Pake otak lo, jangan ambil kesimpulan secepat mungkin. Paragraf yang lo buat masih rumpang, belum lengkap." ujar Keenan.

"Ya terus? Gue gimana Keenan ku sayang?!" gemas Arka, ia mengacak-acak rambutnya sendiri. Frustasi.

"Lo nggak mikir Rahel sama Rahen itu saudara?" Keenan menunjuk-nunjuk Arka, seperti meminta agar Arka berfikir.

"Saudara dari mana anjir. Orang beda jauh mukanya. Sifatnya juga, yang satu bidadari yang satu kayak setan," ungkap Arka geram.

"Dari nama mereka, Rahen sama Rahel." kata Keenan pelan, cowok kawan bicaranya mulai meneguk habis indomilk botol terakhir.

"Bodo amat, yang penting gue patah hati. Udah, gue mau nginep." Arka nyelonong ke atas, masuk ke kamar Keenan tanpa izin atau permisi dulu ke pemiliknya.

"Ini yang punya rumah siapa sih?" ujar Keenan kesal, cowok itu menyusul Arka ke atas.

"Sekali lo buat patah hati gini banget rasanya Ra," ucap Arka memejamkan matanya.

**

Arka melirik samping. Ia tidak mendapati Keenan disana.

"Lah, lo tidur dibawah?!" heboh Arka mendapati Keenan yang meringkup dengan satu bantal di karpet.

Keenan beralih duduk, kemudian mendengus melihat Arka.

"Gue kira lo tidur samping gue." Arka meringis sambil menggaruk tengkuknya.

"Orang kasur aja lo penuhin. Gue heran yang tamu itu lo apa gue?" ujar Keenan mengganti kausnya dengan kaus lengan panjang. Ia merasa hawa pagi ini sangat dingin, buru buru Arka mematikan kipas angin.

"Tamu adalah raja," kata Arka yang tidak masuk akal.
Keenan hanya menghela nafas lelah.

"Woe tungguin, Keenan! Sarung lo manaa anjir?!"

"Di lemari."

"Lah gak papa nih gue buka?!"

"Buka aja."

Arka membuka lemari Keenan, dan betapa ia langsung mengumpat mendapati lemari sebesar itu isinya hanya dua sarung berwarna hitam dan putih.

Cepat-cepat Arka memakainya dan menyusul Keenan.

Arka pulang ke rumah pagi itu, udara masih sangat segar. Bahkan ia sempat lupa tadi malam ia patah hati hebat. Arka masih tidak percaya dengan yang dia lihat, Rahen yang sudah berstatus pacar Via tapi main suap-suapan sama Rahel?

Oke, Arka akui Rahen tampan. Tapi ya nggak gini juga, tampan dibuat mainan.

Arka melupakan masalah tadi malam, ia bahkan sudah menghapus roomchat-nya dengan Rahel.

Gitu banget ya kalau cowok patah hati.

"Udah nggak ada lagi, Arka kembali jadi Arka yang dulu."

















**

Rahen Rahel [COMPLETED]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang