Pagi yang cerah. Aku langsung duduk dikursi meja makan dengan menopang dagu malas, memperhatikan Elya yang sedang menyuapi putra tunggalnya yang kini berusia delapan bulan di atas sebuah bangku khusus bayi.
Aku tersenyum geli menyaksikan bocah gembul dengan pipi bakpaonya itu berusaha menggapai-gapai mangkok yang dipegang Elya penuh nafsu.
Hup...
Tangan mungilnya berhasil masuk ke dalam mangkuk, menyebabkan isinya melompat ke wajah Elya yang sedang menunduk.
Hahahaha....
Aku tertawa keras menyaksikan Elya yang cemberut. Tampang datarnya terlihat lucu.
Lucunya si bocah gembul yang tidak lain adalah keponakanku itu ikut terkikik senang sambil bertepuk tangan.
Dia kira ibunya badut kali ya.
Jace yang baru saja masuk ke dapur sambil mengancing kemejanya, nampak terkejut menatap wajah istrinya yang belepotan.
"Sayang, kok kamu masih maskeran sih. Kan kita mau bawa Alvian ke dokter buat imunisasi pagi ini," ucapnya kesal.
"Siapa yang maskeran!" Bentak Elya kesal, membuat Jace berjengit kaget.
"Tapi itu ..." Ucap Jace sambil menunjuk ragu wajah istrinya.
"Itu ulah anak kamu, dia numpahin bubur ke wajah aku," protes Elya sebal.
Hahahaha...
Gantian Jace yang tertawa keras, membuat tampang Elya bertambah murka.
"Kamu aja yang pergi, aku nggak ikut," ucapnya kesal sambil berlalu.
Tawa lelaki itu terhenti, wajah gelinya berubah panik.
"Tapikan sayang aku mesti ke kantor setelah antar kamu," ucap Jace memelas sambil mengikuti istrinya.
"Bodo, sekalian kamu urusin dia selama satu harian ini, aku mau pergi ke tempat Mama," ucap Elya sambil menutup pintu kamar tepat di depan wajah Jace.
Jace berjalan gontai menuju dapur, wajahnya terlihat keruh. Dia lalu berjalan menghampiriku yang sedang memoles roti dan sudah siap mencaploknya.
"Kak tolong aku ya, hari ini Jace ada rapat penting. Nggak mungkin jugakan sambil rapat Jace gendong-gendong bayi, mau ditaruh dimana muka ganteng adikmu ini," rayunya sambil menggenggam tanganku.
"Nggak," jawabku cuek, sambil terus menikmati sarapan rotiku.
"Nanti Jace beliin tas Hermes keluaran terbaru deh," rayunya lagi.
"Tasku udah banyak," jawabku masih tak acuh.
"Baju baru sama boutique-nya deh Jace beliin buat Kakak," rayunya lembut, dan aku tetap menggeleng cuek.
"Gimana kalau Jace undang boyband Korea kesayangan Kakak, siapa ya namanya," ucap Jace sambil berpikir keras.
"Kalau nggak salah nama boyband-nya BTS gitu ya? Nah, Jace bakalan sewa mereka tuh selama seminggu penuh buat menghibur Kakak di rumah," ucapnya, yang lagi-lagi gue jawab dengan gelengan, walau sebenarnya tadi gue sempat tergoda juga untuk mengiyakannya, membuat Jace makin Frustasi.
"Atau ... Jace suruh Ervan kesini aja ya buat nemenin Kakak ke rumah sakit," ucapnya tak begitu yakin.
Aku berpikir sejenak tidak langsung menggeleng, membuat wajah layunya berubah cerah.
"Kalo gitu, gimana kalau Ervan Jace suruh cuti sehari buat nemenin Kak Fanya selama seharian ini," ucapnya penuh semangat.
"Gimana Kak." Ucapnya tidak sabar, sedang aku masih saja diam belum menjawab.
"Kak Fanya boleh pakai mercy terbaru Jace deh buat kencan selama seharian ini." Ucap Jace lagi, dia masih belum menyerah ternyata untuk merayuku.
"Pastinya menyenangkan loh jalan berdua sambil bawa baby, dimata orang-orang kalian pasti terlihat seperti pasangan suami istri bahagia yang saling mencintai."
"Oke."
"Yes! Berhasil," pekik Jace senang membuat aku melongo.
Jace tersenyum girang, ia langsung mencium pipiku dengan tawa bahagianya sebelum berlalu pergi, meninggalkan aku yang masih tak percaya dengan jawabanku sendiri
Fanya pov
Mulut sialan, kenapa langsung oke aja setelah denger nama Ervan dari mulut berbisa adek laknat gue itu.
Aaaah ... Tapi gue pengen jalan bareng Ervan, sambil ngeliatin reaksi cewek-cewek diluaran sana yang pastinya iri dan dongkol. Apalagi kalau mereka sampai ngira keponakan gue itu beneran anak kami berdua, pasti indah rasanya.
Pov end
Tapi ternyata kenyataan memang tak seindah impian. Brondong es itu malah meninggalkan aku sendiri yang kerepotan mendorong kereta bayi sambil membawa kantong belanjaan.
Dengan tanpa dosa dia berjalan jauh di depanku sambil bermain hand phone.
Gue sumpahin kejedot kaca biar nyungsep tuh brondong balok.
Lelaki itu tiba-tiba berhenti lalu menoleh ke arahku.
Ternyata masih inget juga dia ada gue di sini.
"Cepetan, jalan udah kayak penganten sunat," ucapnya tak berperasaan sambil kembali melangkah.
Dobel sialan!
Kini kami sudah berada di sebuah restoran, semua itu tak lepas dari rengekanku yang terus-menerus mengeluh lapar dan pegal karena capek berjalan.
Seorang pelayan belia datang menghampiri kami untuk mencatat pesanan. Aku menatap dongkol Ervan yang langsung berubah ramah penuh senyuman pada wanita muda tersebut.
Asli, jadi beneran pengen nyolok matanya gue kalo kayak gini.
"Aku ke toilet bentar," pamitku kesal.
"Hmm." Jawabnya tak acuh tanpa sedikitpun menoleh apalagi menatapku.
Dengan masih diliputi perasaan dongkol teramat sangat, aku melangkah pergi meninggalkannya. Terus mengomel di dalam hati sambil memasang tampang cemberut.
Beberapa menit kemudian aku kembali. Aku melotot tak percaya ke arahnya yang tengah tersenyum ramah, sambil dikelilingi para pelayan cantik yang tak berhenti menoel gemas keponakanku itu.
"Heh! itu laki gue ya, jangan dikerebutin pake acara modus segala ke anak kecil, udah teken tau," usirku ketus menggunakan bahasa lo gue dengan memasang tampang garang pada lalat-lalat penganggu di depanku.
Para pelayan yang rata-rata berusia belia, yang kutaksir baru saja lulus SMA itu nampak ketakutan dan langsung menghilang entah kemana.
"Kamu itu apa-apaan sih," ucapnya nggak terima.
"Kenapa? Kamu marah aku ngusir mereka," ucapku sinis.
"Sikap kamu itu udah sangat keterlaluan tau nggak. Mereka itu kan cuma seneng ngeliatin tingkah lucu ponakan kamu doang, kenapa kamu sampai ngusir mereka kayak gitu," ucapnya marah.
"Mereka cuma niat modus buat deketin kamu," ucapku sebal.
"Nggak ngaca, tingkah kamu itu justru jauh lebih parah dari mereka, seenggaknya mereka nggak pemaksa sepertimu, yang manfaatin kekuasaan Adiknya buat ngemis cinta."
Deg...
Serasa ada ribuan pisau yang menikam hatiku saat mendengar ucapannya itu, membuatku tertunduk menyembunyikan air mata yang mulai tergenang.
Ervan langsung berdiri dari duduknya, membuatku kembali terdongak menatapnya.
"Nih kunci mobil sama kartu kredit milik Adikmu. Selamat malam," ucap Ervan dingin tanpa memandangku. Setelah mengatakan itu Ervan langsung pergi meninggalkanku begitu saja.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
mengejar cinta brondong
Romancesequel menggapai cinta Jace. Kisah cinta yang diawali dengan keterpaksaaan. Mampukah Fanya merengkuh hati Ervan. Lelaki muda yang menjadi sekretaris adiknya, Jace.