"Kamu mau ajakin aku kemana, pulang kantor nanti?"
"Jalan-jalan."
"Memangnya kamu nggak capek, sayang. Kamukan udah hampir seharian ini tugas keluar menemani Jace. Ditambah lagi, kamu mesti harus lembur besoknya. Aku tuh nggak mau kamu sakit Van."
"Aku hanya ingin lebih banyak meluangkan waktuku untukmu, sebelum kamu pergi ninggalin aku ke Medan."
"Kamu, berat banget ya pisah sama aku."
"Enggak juga," Tanggap Ervan sambil terus berjalan. Fanya hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Ervan. Ia tahu, kekasihnya itu tidak bersungguh-sungguh.
"Van."
"Hmmm."
"Ish Ervan, bisa berenti dulu nggak sih kalau aku lagi ngomong. Kamu tuh ninggalin aku terus." Ucap Fanya sambil merengut. Gadis itu pun menghentikan langkahnya. Membuat Ervan yang sudah melangkah beberapa meter di depan Fanya, mau tidak mau ikut berhenti, dan berbalik menghadap Fanya.
"Ada apa?" Tanya Ervan lembut.
Fanya mengalihkan tatapannya ke arah lain. Ia tidak mau menatap Ervan.
Ervan akhirnya menghampiri Fanya. Mengangkat pelan dagu gadis itu hingga tatapan keduanya bertemu.
"Aku_ aku nggak mau ninggalin kamu Van." Ucap Fanya sambil terisak. Fanya akhirnya tidak sanggup lagi menahan kesedihannya. Airmata gadis itu tumpah juga dihadapan Ervan.
Ervan langsung merangkul erat Fenya, hatinya juga ikut sedih melihat gadis yang dicintainya begitu tersiksa.
"Aku sungguh nggak ingin ninggalin kamu, Van. Aku nggak sanggup jauh dari kamu. Seandainya aku diberikan dua pilihan, tentu saja aku akan lebih memilih kamu, setinggi apapun jabatan yang keluargaku tawarkan." Curah Fanya sambil membenamkan kepalanya di dada kokoh milik Ervan.
"Aku nggak pa pa Fan. Jangan cemaskan aku. Kamu harus melaksanakan kewajibanmu. Selesaikan semua kekacauan di sana, dan kembalilah secepat mungkin untukku."
"Bagaimana jika Papa ingin aku seterusnya berada di sana." Ucap Fanya. Gadis itu mundur selangkah hingga rangkulan Ervan terlepas. Berdiri menunggu sambil menatap Ervan penuh harap.
"Aku akan sesekali datang untuk menemuimu."
"Mengapa kamu tidak menetap sekalian saja di Medan? Aku bisa meminta Papa agar kamu dipindah tugaskan ke sana untuk membantuku." Balas Fanya sedikit menggebu. Mengungkapkan keinginan hatinya.
"Aku juga ingin Fan, tapi kan kamu juga tahu kalau aku punya tanggung jawab di sini. Aku masih harus menjaga Ibu dan Adikku."
"Maaf, aku lupa akan hal itu. Aku nggak akan maksa kamu untuk ikut denganku, Van. Bagaimanapun juga, Ibu dan Adikmu lebih membutuhkan kamu dari pada aku," Balas Fanya dengan memasang senyum manis. Menutupi rasa kecewa yang ia rasakan.
Ah, mengapa ia bisa lupa tentang hal itu.
"Terimakasih atas pengertianmu Fan," Balas Ervan tulus, sambil kembali merangkul erat Fanya ke dalam pelukannya.
Ya Tuhan, apa ia juga sanggup berpisah lama dengan gadis itu. Andai Ervan memiliki saudara laki-laki. Atau jika seandainya saja sang ayah masih hidup. Ia tentu akan menawarkan diri untuk dipindah tugaskan ke Medan. Hitung-hitung menemani dan menjaga Fanya saat jauh dari keluarganya. Tapi, Ervan memiliki tanggung jawabnya sendiri di sini. Kewajibannya menjaga ibu dan adik semata wayangnya. Memaksa Ervan untuk melepaskan kekasihnya seorang diri, di kota yang mungkin asing bagi Fanya, walaupun mereka masih berada dalam lingkup satu negara.
KAMU SEDANG MEMBACA
mengejar cinta brondong
Romancesequel menggapai cinta Jace. Kisah cinta yang diawali dengan keterpaksaaan. Mampukah Fanya merengkuh hati Ervan. Lelaki muda yang menjadi sekretaris adiknya, Jace.