Ervan baru saja menyesap kopinya di meja dapur tempat kerjanya, saat Rido melangkah masuk ke ruangan tersebut.
"Kusut banget tampang lo hari ini Van," komentar Rido yang tengah melangkah menuju mesin kopi. Dengan santai Rido mengambil cangkir bersih dari dalam lemari gantung dan langsung meletakkannya di coffee maker.
Aroma wangi kopi langsung tercium saat cairan hitam pekat itu mengalir ke dalam cangkir, menyisakan asap putih membumbung dengan rasa panas yang mengelilingi hampir seluruh permukaan benda berbahan kaca tersebut.
Dengan santai Rido meraih gagang cangkir, menghirup dalam aroma khas kopi dengan mata terpejam, sebelum membubuhkan sedikit gula ke cairan pekat tersebut.
Rido menoleh karena tidak mendapat tanggapan.
"Lo kenapa?" Ulangnya penasaran, apalagi melihat rekan kerjanya itu hanya diam sambil menatap cangkir minumannya sendiri.
"Nggak tau deh Do."
"Loh kok nggak tau," jawab Rido makin kepo.
Ervan menghela napas pelan, ia sedikit memutar kursinya, menghadap ke arah Rido yang tengah bersandar di counter dapur, dengan cangkir Kopi yang masih setia berada digenggaman jemari lelaki itu.
"Atasan kita itu Do, dia kayaknya niat banget buat deketin gue sama kakaknya," ucap Ervan sebal.
"Waits, elo mau di jodohin sama kakaknya yang cantik dan super seksi itu, beruntung banget loh bro," ucap Rido takjub, bola mata lelaki itu membulat sempurna saking terkejutnya.
Ucapan Rido membuat Ervan mendengus sebal, ia kembali memutar kursinya menghadap meja.
"Cakep darimana, menurut gue biasa aja. Apalagi umurnya lebih tua dari gue. Udah berasa jalan sama Tante-tante kalo kayak gini gue, tau nggak lo." Dengus Ervan tak terima.
"Mata lo rabun ya Van, cewek sesempurna itu lo bilang biasa, lagian umurnya cuma beda tiga tahunan aja lagi dari elo. Dan apa lo bilang tadi, Tante-tante? Tampangnya aja masih cocok buat pakek baju SMA," ucap Rido tak percaya.
"Kalo gitu dia buat lo aja," jawab Ervan cuek sambil membawa kopi miliknya keluar.
"Nggak perlu elo tawarin juga gue pasti mau Van, tapi sayangnya dia sukanya cuma sama elo," balas Rido yang masih sempat didengar Ervan.
Ervan hanya menggeleng pelan dan terus melangkah. Saat baru saja keluar dari pintu dapur, Ervan malah bertemu dengan Fanya yang langsung memasang senyum lebar padanya.
"Hai Van, apa khabar," sapa Fanya ceria, tapi lelaki muda itu malah melengos dan jalan begitu saja melewatinya.
Fanya tidak menyerah, dia mengejar Ervan dan menarik lengannya, menyebabkan kopi yang dipegang Ervan tanpa sengaja ikut tertarik dan membasahi kemeja biru muda milik lelaki itu.
"Ya Tuhan!" Pekik Fanya kaget dengan mata terbelalak oleh rasa panik.
Ervan menatap berang, wajah lelaki itu sudah memerah diliputi emosi, apalagi saat rasa panas kopi itu menyentuh kulitnya yang hanya dilapisi kemeja tipis.
"Maaf, aku nggak sengaja," cicit Fanya pelan.
"Dam it, kenapa aku selalu merasa sial jika deket-deket kamu," geram Ervan makin murka. Lelaki itu mengibas-ngibas kasar kemejanya yang sudah ternoda olah cairan pekat ampas kopi.
Ervan yang masih diliputi emosi langsung meletakkan begitu saja cangkir kopi miliknya ke atas lemari arsip dengan kasar.
"Aku akan telpon orang buat bawain baju ganti buat kamu Van," lirih Fanya merasa bersalah
"Nggak perlu, aku nggak mau makin tambah sial karena make barang pemberianmu," dengus Ervan dingin.
Dengan masih diliputi perasaan dongkol, Ervan pergi meninggalkan Fanya yang hanya bisa tertunduk
sedih.Ervan terus berjalan menuju toilet pria, suasana hening langsung terlihat saat Ervan membuka pintu.
Ervan melepas kemejanya saat berdiri didepan deretan wastafel. Dengan sabun pencuci tangan dan sedikit air, Ervan mulai mengucek kemejanya yang terkena noda kopi. Perasaannya kembali dongkol saat mengingat orang-orang yang sempat menatapnya aneh saat berpapasan dengannya yang hendak menuju toilet.
Gadis itu memang pembawa masalah.
"Van baju lo kenapa, kok basah gitu?" Tanya Ines heran saat dia dan kedua temannya berpapasan dengan Ervan yang akan menuju ke meja kerjanya, yang berbeda ruangan dengan gadis yang menyapanya tadi.
"Ketumpahan kopi," jawab Ervan datar sambil terus melangkah.
"Kok bisa," tanya Ines yang masih setia mengikuti langkah Ervan melewati lorong kantor, sedang kedua teman gadis itu sudah duduk di kubikel mereka masing-masing.
"Ya bisa aja, namanya juga musibah," jawab Ervan cuek yang kini telah duduk didepan meja berukuran cukup besar, berhadapan dengan ruangan Jace.
"Ya ampun kasian banget lo Van, pada melepuh dong tuh badan," ucap Ines sedikit prihatin. "Eh kayaknya gue ada bawa hairdryer deh, tunggu bentar ya," ucap Ines yang berlari kecil menuju ruang kerjanya kembali.
Gadis mungil yang selalu berpenampilan seksi itu menghilang sebentar dari hadapan Ervan, dan kembali lagi dengan membawa kotak berukuran sedang di tangannya.
"Di meja lo masih ada colokan nganggur kan Van?"
Tanpa menunggu jawaban Ervan, Ines langsung merunduk ke bawah kolong meja, membuat rok super pendek yang dikenakan Ines makin tertarik ke atas akibat dari gerakan dadakannya itu.
"Aduh Nes, lo jangan nungging-nungging gitu dong, aset lo tuh hampir keliatan," ucap Ervan jutek.
Ines sedikit mendongak sambil mengedip nakal, membuat Ervan semakin kesal.
Gadis itu sedikit kesulitan menarik tali kabel yang tersangkut dikaki meja.
"Sini biar gue aja," ucap Ervan tidak sabar. Ervan lalu berjongkok, dan sialnya gadis itu juga ikut melakukan hal yang sama.
"Ngapain kalian!" Bentak Jace yang baru keluar dari pintu lift.
Ervan yang kaget sontak mendongak. Ines pun demikian, hingga benturan kepala keduanya tak dapat lagi di hindari.
DUG..
"Aduh, lo liat-liat dong Nes," ucap Ervan kesal sambil mengusap pelan kepalanya yang berdenyut hebat. Ines hanya meringis pelan, gadis itu tentu saja juga merasakan sakit yang sama.
"Gue tanya kalian berdua lagi ngapain, mau berbuat mesum ya di kantor gue," ucap Jace lagi dengan tatapan galak. Jace tentu saja marah karena keduanya seperti tidak memperdulikan tegurannya dan malah asyik berdebat sendiri, membuat Jace tanpa sadar mengunakan kata gue.
"Enggak Pak, saya hanya mau..."
"Ciuman sembunyi-sembunyi dikolong meja," potong Jace berang.
Ervan yang baru sadar dengan posisinya sejak tadi, langsung berdiri diikuti Ines dengan mimik takut.
"Kami nggak ciuman Pak, Ines cuma bantu saya ngambil colokan di bawah meja buat hairdryer," jelas Ervan dengan mimik tenang.
Hairdryer!? Buat apa," tanya Jace tak mengerti.
"Buat ngeringin kemeja saya yang sempat kotor karena terkena tumpahan kopi Pak," jawab Ervan lagi tegas.
Jace memperhatikan kemeja Ervan, masih ada sedikit noda kopi walau tampak samar dibalik kemeja yang sebagian sisinya basah.
"Nggak usah pakai hairdryer, saya akan minta resepsionis bawah buat bawain kemeja baru untukmu," jawab Jace datar.
"Dan kamu Ines, kamu pikir saya nggak tahu kalau kamu sebenarnya modus bantuin Ervan cuma buat nyari perhatian dari dia. Asal kamu tahu ya, Ervan itu udah jadi cowoknya kakak saya," ucap Jace dingin sambil menatap Ines tajam.
Selesai mengucapkan kalimat tersebut Jace segera masuk ke ruangannya. Meninggalkan Ines yang nampak syok, beserta Ervan yang masih sedikit puyeng akibat benturan tadi.
TBC
25/06/2019
KAMU SEDANG MEMBACA
mengejar cinta brondong
Romancesequel menggapai cinta Jace. Kisah cinta yang diawali dengan keterpaksaaan. Mampukah Fanya merengkuh hati Ervan. Lelaki muda yang menjadi sekretaris adiknya, Jace.