part 29

1.5K 122 31
                                    


Sudah hampir seharian  Ervan menantikan kedatangan gadis itu. Sekarang, bahkan nyaris mendekati jam pulang kantor. Tapi sampai detik inipun, Fanya belum juga menampakan batang hidungnya. Kenapa dia tidak datang. Apa jangan-jangan, kekasihnya itu sedang sakit? Haruskah ia datang menemui gadis itu di apartemennya. Tapi, bagaimana janjinya dengan pak Nash.

Ah, peduli setan dengan janji. Ia tidak mau dan tak bisa  terus menerus dilanda perasaan khawatir  memikirkan keadaan gadis itu. Lagi pula, ia hanya datang sebentar untuk mengecek tentang gadisnya, dan akan langsung pulang setelah melihat keadaan Fanya.

Berbekal keyakinan itu, Ervan akhirnya datang mengunjungi kediaman Fanya. Mengetuk dengan sedikit ragu pintu kokoh di hadapanya.

Ketukan tenang Ervan berubah menjadi gedoran, saat si tuan rumah belum juga membuka pintu apartemennya. Ini sudah menit kesekian Ervan berdiri di depan unit apartemen Fanya. Apa gadis itu pingsan, atau sakit parah, hingga tak mampu untuk sekedar membukakan pintu, panik Ervan dalam hatinya, membuat ketukan jemarinya tanpa sadar semakin mengeras.

"Percuma lu ketuk tuh pintu, biar ampe jebol juga nggak bakal dibukain," Celetuk orang di belakangnya, membuat Ervan menoleh cepat saat mengenali pemilik suara tersebut.

"Pak Jace," Sapa Ervan sedikit malu.

"Jace aja, nggak usah pake embel-embel Pak. Lu ngapain ngetok pintu kayak orang kesetanan begitu, nggak dapat jatah."

"Jatah? Saya tidak..."

"Hahahaha, reaksi lo biasa aja kali, nggak usah panik kayak gitu. Atau ..."

Jace mendadak diam, dengan tampang shock ia menatap langsung ke mata Ervan.

"Jangan bilang kalau elo sama kakak gue udah pernah ngelakuin ... "

"Tentu saja tidak. Saya hanya merasa khawatir terjadi sesuatu pada Fanya," Jelas Ervan sedikit geram.

Nih calon ipar main asal  nuduh aja, kalo ada yang denger kan bisa salah paham.

"Oh syukurlah," desah Jace lega.

"Lo kesini mau nyari kakak gue?"

Ya iyalah, masa mau nyariin elo.

"Iya, Saya hanya ingin tahu  keadaan Fanya. Tidak biasanya Fanya sulit  dihubungi, dan itu jelas membuat saya khawatir."

"Kakak gue nggak ada di dalam."

"Lalu, Fanya ada di mana sekarang?" Tanya Ervan terdengar tidak sabar.

"Possesiv juga lo yeh sama kakak gue. Dulu, boro-boro nyariin. Denger suara kak Fanya  aja, tampang lo udah kayak malaikat pencabut nyawa gitu." Sindir Jace cuek, tanpa mempedulikan kulit muka Ervan yang memerah.

"Kak Fanya ada di rumah gue. Kalian berdua lagi berantem yah, isi kulkas gue ampe ludes di makanin terus sama pacar lo. Sampai-sampai, cemilan milik anak gue ikut kena imbas juga."

Hah?

"Kakak gue kalau lagi kesal atau galau emang kayak gitu, perutnya langsung berevolusi jadi gudang makanan."

"Begitu ya," Jawab Ervan kikuk sambil menggaruk pelan tengkuknya. Ah, satu lagi kebiasaan Fanya yang baru Ervan ketahui.

"Terus, kenapa kamu bisa ada di sini juga?"

"Nah kayak gitu dong, kan lebih akrab kesannya. Tapi akan lebih santai lagi kalau lo itu bahasain diri dengan manggil lo gue, kalau lagi ngomong sama gue." Ucap Jace sedikit bersemangat.

mengejar cinta brondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang