Pain

2.4K 265 28
                                    

Namjoon masih betah memperhatikan sosok laki-laki dihadapan nya. Tentu saja bukan sedang mengaggumi ataupun terpana dengan penampilan sempurna pria tersebut—melainkan tengah menerka-nerka perihal bagaimana pria diahadapan nya itu bisa sangat mengenal seluk beluk keluarganya—bahkan masalah yang tengah terjadi pada perusahaan keluarganya.

"Jadi apa inti dari semua pembicaraan kita ini, Yoongi-ssi?"

Yoongi meletakan cangkir kopi yang baru saja disesapnya. Sejenak diam memperhatikan motif cantik pada cangkir kopi dengan senyum yang entah sejak kapan belum juga luruh dari belah bibirnya, "sederhana," upanya saat ia memindahkan atensi pada Namjoon, "aku berjanji, ayahku akan berivenstasi pada perusahaanmu, tentu saja sebanyak yang perusahaanmu butuhkan. Selain itu, aku akan memastikan perusahaanmu akan menjadi supliyer tetap di rumah sakit ini."

Kini giliran Namjoon yang ikut mengukir senyum miring saat mendengar penawaran dari Yoongi, "dan aku yakin akan ada harga yang harus aku bayar untuk semua penawaranmu, begitu bukan?"

Yoongi mengumbar tawa renyah mendengar kepekaan Namjoon yang begitu pandai membaca situasi, "yah, tidak salah memang. Menyenangkan berbisnis dengan seorang pengusaha besar. Kau benar-benar punya intuisi yang luar biasa, Namjoon-ssi."

Namjoon menggeleng, masih dengan senyum yang tak memudar dari bibirnya, "tidak sulit menebaknya, bung. Kau pikir si dungu mana yang mau beramal Cuma-Cuma pada perusahaan yang bisa saja gulung tikar dalam waktu singkat."

Yoongi kembali mengumbar tawanya atas ucapan Namjoon yang terdengar sarkas namun realistis, "tepat sasaran, tuan Kim. Aku memang berbisnis dengan orang yang tepat. Jadi, bagaimana? Tertarik dengan penawaranku?"

"Biarkan aku mendengar syarat apa yang akan kau ajukan untuk semua penawaranmu itu! Akan kuputuskan setelah mendengarnya." Ucap Namjoon yang lantas mengangkat cangkir kopi untuk disesapnya.

Yoongi yang semakin mengilai konversasi diantara mereka itu nampak lebih bersemangat, terlebih ketika merasa jika pria yang diajaknya untuk bekerjasama itu punya peluang lebih dari lima puluh persen untuk menyetujui tawaran nya, "syarat yang kuajukan tidak banyak. Tapi mungkin cukup untuk membuatmu memberi penolakan."

"Katakan saja, aku yang putuskan akan menerima atau menolaknya, karena saat ini tak ada yang lebih penting dari keberlangsungan perusahaan keluargaku."

Yoongi menatap Namjoon dengan tatapan puas. Pria dihadapan nya benar-benar jadi partner bisnis yang paling membuatnya begitu bersemangat. Ia lantas memajukan sedikit wajahnya, menatap Namjoon dengan sedikit intens sebelum mulutnya kembali berucap, "bantu aku memisahka adikmu dengan kekasihnya." Ucap Yoongi dengan nada sedikit berbisik.

Namjoon yang mendengar syarat yang diajukan Yoongi sontak mendelik terkejut. Ia sempat mengerjap beberpa kali untuk memastikan apa yang ia dengar barusan adalah sesuatu yang benar, "a—apa? Memisahkan adiku dengan kekasinya? Maksudmu, aku harus membuat adiku dan Park Jimin berpisah? Begitu?"

Seolah telah menduga reaksi dari sang lawan bicara—Yoongi malah memberi respon berbanding terbalik dengan keterkejutan Namjoon. Pria itu malah tersenyum ringan dengan sebuah anggukan dikepalanya, "ya, singkatnya begitu. Tapi tenang saja, kau tidak perlu melakukan banyak hal. Cukup ikuti permainan yang telah kubuat, semudah itu. Bagaiman? Tertarik?"

"Tunggu, tunggu! Boleh aku luruskan perihal semua yang kau bicarakan? Kau memintaku memisahkan adik ku dengan Park Jimin? Untuk apa? Siapa diatara mereka yang kau miliki dendam padanya? Adik ku? Atau Park Jimin?"

"Tidak, aku tidak memiliki dendam pada siapapun. Tidak pada adikmu, tidak juga pada pria bernama Park Jimin itu."

"Lantas? Apa tujuanmu ingin memisahkan mereka?"

The Way to in Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang