0.2

14.5K 2.1K 354
                                    

"Sudah tenang?"

Aku masih menunduk. Tak berani menatapnya.

Setelah melihat psikiater rekomendasi Siyeon, aku langsung panik dan kedua kakiku lemas, tak kuat untuk menopang tubuhku, membuatku langsung terduduk di lantai. Parahnya lagi tubuhku bergetar hebat.

Psikiater itu panik, apalagi aku menolak untuk disentuh olehnya. Untungnya dia pandai dan memanggil Siyeon untuk menenangkanku dan membuatku duduk berhadap-hadapan dengan si psikiater di ruang tamu apartemen kami—walau aku harus terus menunduk dan tak berani menatapnya.

"Apa kamu seterguncang itu?"

Aku menutup mataku rapat-rapat ketika suaranya menggema ditelingaku.

"Kim Nakwon-sshi?"

"Jangan ... sebut..." lirihku.

"Maaf?" dapat kudengar nada bicaranya yang terdengar kebingungan.

Tapi aku harus bagaimana? Aku takut padanya. Dia...

"Jadi saya harus memanggil kamu apa? Nona Kim?"

"Itu ... le ... lebih ... baik."

"Bisa kita mulai sesi konsultasinya?" tanyanya. "Saya nggak akan memaksa kalau kamu masih nggak mau berbicara."

"Sa ... Saya ... Saya..." aku mulai terbata-bata, keringat mulai bercucuran dari pelipisku.

Siyeon dengan sigap menenangkanku kembali bahkan mengelap keringatku penuh perhatian.

"Dokter Myungho nggak bakal ngelukain kamu kok, tenanglah dan biarkan Dokter Myungho melakukan tugasnya, oke?"

Masalahnya ... Dokter Myungho ini ... dia ...

"Nona Kim? Kamu punya phobia pada tempat sempit atau tertutup?"

Aku menggeleng.

"Apa kamu..." Dokter Myungho menggantungkan kalimatnya. "...androphobia?"

Tepat sasaran.

Aku androphobia.

Pengalaman buruk semasa dulu membuatku jadi seorang androphobia, dimana aku takut akan laki-laki dan tidak ingin ada didekat mereka.

Alasan kenapa aku sehisteris itu ketika bertemu Dokter Myungho adalah karena dia laki-laki. Parahnya lagi, aku bodoh karena tidak bertanya pada Siyeon dan Siyeon sendiri jahat sekali karena tidak memberitahuku bahwa psikiater rekomendasinya ini laki-laki.

Itu juga merupakan penyebab utama kenapa aku bersekolah di sekolah khusus putri dulu dan merasa terguncang karena tidak siap masuk universitas umum, dimana banyak laki-laki disana.

"Kamu beneran androphobia?"

Untuk beberapa saat aku ragu untuk mengiyakannya, tapi akhirnya kepalaku bergerak untuk menyetujui pertanyaannya itu.

"Siyeon kamu harusnya ceritain ini ke saya ditelpon kemarin, jadi saya kan ada persiapan buat nanganin temen kamu."

Aku mendongak sedikit untuk menatap wajah si psikiater ini lalu kembali menunduk, hanya sekilas tapi aku tahu dia tampan.

"Si ... Siyeon ... cerita apa?"

"Dia bilang temannya punya phobia dan butuh konsultasi, cuma itu. Saya nggak tau kalo kamu androphobia."

Siyeon meremas tanganku yang sudah basah oleh keringat dengan lembut, sementara dia bercengkrama dengan Dokter Myungho.

"Hehehe, maaf yah, Dok. Takutnya dia nggak nyaman kalo ada orang lain tau, jadi nggak kukasih tau deh."

Daddyable | Xu MinghaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang