0.4

12K 1.7K 52
                                    

Ini hari terakhir ospekku dan aku juga sudah punya beberapa teman (perempuan) tambahan berkat Chaewon yang cerewet dan sibuk memperkenalkanku dengan si ini dan si itu. Chaewon juga memperkenalkanku pada teman laki-laki sih, tapi aku hanya menjawab sekedarnya saja dan aku sama sekali tidak berani menatap mereka, hal itu membuatku dijuluki "Si pemalu jurusan psikologi".

Dan beritaku ini bahkan sampai terdengar ke jurusan lain. Membuatku malah tambah malu setiap ada orang yang menyapaku, padahal aku saja tidak kena.

Padahal aku bukan tipe orang yang terlalu pemalu, tapi karena phobiaku pada laki-laki, semua orang mengira aku ini anak yang pemalu.

Minju dan Chaeyeon juga sama seperti Chaewon, dia punya banyak kenalan, tapi kenalannya itu kebanyakan kakak tingkat, tapi yang paling kelihatan akrab dengan mereka adalah Kak Lee Midam, jurusan psikologi dan seorang asdos, dia juga yang menjadi pembimbing kelompok kami selama ospek bersama dengan Kak Eunbin. Makanya kelompok kami jarang kena ocehan, soalnya Kak Midam dan Kak Eunbin ini orangnya nggak cerewet dan baik.

"Kamu kok diem aja? Nggak cerewet kaya si radio?" tanya Kak Midam saat jam istirahat.

Si radio yang dia maksud ini adalah Chaewon. Mulutnya tidak pernah berhenti bicara, makanya temannya banyak. Berbeda dengan Minju dan Chaeyeon yang berinteraksi seperlunya (baca: mulutnya bisa dikontrol).

Aku tersenyum kikuk. "A-Aku nggak pinter bergaul, Sunbae."

"Kalo gitu coba bergaul dong. Jurusan psikologi kalo nggak bergaul tuh susah tau, kamu mau tau masalah sosial darimana kalo nggak bergaul?"

Aku hanya menanggapinya dengan senyuman kikuk, soalnya bingung mau balas apa dan lagi Kak Midam ini laki-laki, aku nggak tahan berbicara lama-lama dengannya.

Padahal Dokter Myungho sudah menyiapkan lima hal yang harus kulakukan, tapi untuk melakukannya saja aku takut.

"Kamu pemalu banget yah."

"M-Maksudnya, Sunbae?" tanyaku menatap matanya Kak Midam sebentar lalu mulai mengedarkan pandanganku, sebisa mungkin tidak menatap mata Kak Midam lama-lama.

"Nah tuh," katanya. "Nggak mau ngeliat orang kalo ngomong. Tapi kayanya kalo aku perhatiin, cuma sama laki-laki aja yah nggak berani natapnya?"

Deg

Aku panik.

Bagaimana kalau phobiaku ketahuan? Ini tidak baik sama sekali, aku harus mencari celah untuk mengelak.

"A-Apa sih, Sunbae? Nggak kok."

"Malunya sama laki-laki doang yah?" tanya Kak Midam, masih saja membahasnya.

Aku makin panik, kalau disini ada Siyeon, dia pasti tahu bagaimana cara mencari alasan untukku. Masalahnya Siyeon tak ada disini sekarang, Yena dan Minju juga sedang mengobrol dengan teman-teman lain.

"Kenapa panik gitu sih? Kalo malu ngomong sama laki-laki itu wajar kok, namanya juga perempuan. Apalagi kamu pendiem," canda Kak Midam sambil mengacak-acak rambutku.

Aku buru-buru memegang kepalaku, aku sudah keburu panik karena Kak Midam yang tiba-tiba menyentuhku.

"Pergi dari hadapanku! Dasar menjijikan!"

Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat. Bukan. Ini hanya Kak Midam. Iya, Kak Midam.

"Nakwon?"

"E-Eh i-iya, Sunbae?"

"Kok pucat mukanya?"

"A-Aku ma-mau ke to-toilet dulu. Per-Permisi, Sunbae," kataku lalu segera berlari menuju toilet.

Masa bodoh dengan Kak Midam yang nantinya akan kebingungan dengan sikapku, yang jelas aku butuh sendirian agar bisa menenangkan diriku.

Sampai di toilet, aku langsung masuk ke bilik toilet dan menguncinya. Aku duduk dicloset sambil memeluk kedua lututku, seluruh tubuhku bergetar hebat.

"Tenanglah! Tenanglah!" gumamku pada diri sendiri. "Ayo, tenang, Nakwon!" lanjutku sambil mempererat pelukanku pada kedua lututku dan memejamkan mataku rapat-rapat.

Otakku mulai bekerja untuk menampilkan hal-hal menyenangkan yang dapat membuatku tenang. Salah satunya adalah ibuku. Tentang bagaimana dirinya tersenyum padaku dan memelukku penuh sayang. Berkat kenangan manis yang singkat itu, tubuhku mulai berhenti bergetar dan degup jantungku mulai stabil lagi.

Aku menghela nafas lega.

"Payah. Padahal cuma sentuhan kecil ... payah," lirihku pada diriku sendiri. "Kenapa sih aku harus begini? Payah, Nakwon. Kamu payah."

🥀

Siyeon:
Aku bakal pulang malam,
kelompokku dihukumㅠㅠ


Me:
Oke
Hwaiting!
Nanti aku masakin
yang enak


Siyeon:
Uuuu Nakwonku pengertian
banget
Saranghae❤️


Me:
Nado saranghae❤️
Udah sana cepetan selesaiin
hukumannya




Hari ini aku berakhir pulang sendirian karena Siyeon baru saja memberitahuku bahwa kena hukuman dan pulang malam.

Aku menekan tombol bis ketika halte tujuanku hampir sampai. Setelah turun dari bis, aku mampir ke toko kue yang sering aku kunjungi dengan Siyeon dan jadi toko kue favorit kami.

Aku berpikir untuk membelikan chocolate cheese cake favorit Siyeon, pulang nanti dia pasti akan mengoceh betapa lelahnya dia karena dihukum dan merengek minta asupan gula dadakan. Karena di rumah sedang tidak ada asupan gula dadakan apapun selain gula dapur, jadi lebih baik kubelikan kue favoritnya.

"Permisi, aku mau ini."

"Papa! Aku mau kue yang ini!!"

Aku dan seorang anak perempuan disampingku berbicara bersamaan sambil menunjuk kue yang sama. Masalahnya kue yang kami tunjuk ini hanya tersisa satu saja.

"Tapi eonnie ini juga mau kue itu, Myunghee pilih yang lain aja yah?"

Aku menengok pada anak perempuan disampingku, tapi mataku malah terkunci pada seorang pria yang dipanggil anak perempuan ini "Papa".

"Dokter Myungho?"

-tbc-


Will soon be Nakwon's guardian💕

Will soon be Nakwon's guardian💕

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Daddyable | Xu MinghaoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang