"Jadi nama kamu Nakwon?"
Aku mengangguk ketika salah satu temen Siyeon, Hwang Hyunjin namanya, menanyaiku.
"Tipe-tipe cewek pendiem yah? Beda banget sama Siyeon bawel!" ujar Hyunjin yang kemudian mendapatkan cubitan maut dari Siyeon. "Aw! Galak lagi!"
"Hwang Hyunjin!"
"Hei, udah. Kamu berisik tau," kataku.
"Iya, berisik," sahut Jeno cengengesan.
"Tapi lu suka kan, Jen?" ledek Daehwi.
"Apa?" kataku.
"Daehwi, kebiasaan ih bongkar-bongkar. Kasihan Jeno malu," ujar Somi sambil tertawa.
"Apaan sih kalian? Rusuh," ujar Siyeon.
Hari ini aku dengan penuh pemikiran yang matang mengajukan permintaanku pada Siyeon untuk mengenalkanku pada teman-temannya. Jadi setelah Siyeon mengabari bahwa dia sudah selesai kelas, aku langsung menuju universitas. Yap, hari ini aku tidak ada jadwal kelas.
Dan sekarang ini kami sedang bercengkrama di kedai kopi tak jauh dari kampus dengan Siyeon dan teman-temannya yang tengah mengerjakan tugas kelompok. Sepertinya hanya aku saja yang senggang disini.
"Kenapa ambil jurusan psikologi Nakwon?" tanya Jeno.
"Karena..." aku berhenti sejenak, memikirkan jawabannya. Tidak mungkin kan aku menjawab untuk menyembuhkan phobiaku?
"Karena ingin bantu orang?" jawabku.
"Yaampun! Bijaksana banget. Bener-bener khas namamu banget yah," ujar Somi.
"Namaku?"
"Iya. Nakwon. Artinya surga. Yang bisa masuk surga kan cuma orang-orang baik."
Aku sudah tahu soal ini, tapi tak pernah terpikirkan olehku kalau ada orang yang akan memuji namaku seperti itu.
Kurasa tidak buruk untuk mulai memperluas pertemananku. Dan beberapa teman laki-laki juga tak ada salahnya.
🥀
Hari-hariku mulai berjalan seperti biasanya. Kadang aku sering pergi keluar bersama Siyeon dan teman-temannya atau bersama teman-temanku. Justin juga mulai jadi jarang membuntutiku, paling hanya satu atau dua kali kami bertemu di kelas yang sama. Seperti hari ini, kami bertemu di kelas dimana minggu lalu Justin memberiku buku pembelajaran untuk kuis.
Aku cukup terbantu olehnya karena dia menandai bagian-bagian penting yang keluar untuk kuis, membuatku dengan mudah mengerjakan kuis.
Selesai kelas, para mahasiswa dan mahasiswi langsung berhamburan keluar kelas, termasuk aku.
Hari ini aku ada janji konsultasi di luar dengan Dokter Myungho, jadi aku nggak mau membuatnya menunggu terlalu lama.
"Halo, Sunbae," sapaku pada Kak Midam saat kami berpapasan.
"Halo juga. Udah selesai kelasnya?" tanya Kak Midam.
"Iya, udah."
Rasanya kadang masih aneh ketika menyapa lawan jenis. Sekarang aku tidak merasa minder untuk menatap mata mereka, tapi harus aku akui kadang aku masih gugup.
Secercah harapan muncul dibenakku. Mungkin saja aku bisa sembuh.Ya, mungkin atau lebih tepatnya harus. Aku harus sembuh.
"Kamu nggak digangguin lagi kan?"
"Hah?" ah iya, aku hampir lupa kalau Kak Midam kan melihatku yang habis dipukuli waktu itu.
Kemudian aku mengeleng. "Gapapa kok, Sunbae."
"Lain waktu hati-hati yah. Kadang kakak tingkat emang suka semena-mena."
"Iya. Kalau begitu, aku permisi, Su—"
"Hei."
Aku menengok dan mendapati Justin dengan wajah sengaknya menghampiriku dan Kak Midam.
Ah, dasar.
Kenapa sih dia selalu saja membuntutiku begini? Padahal aku sudah senang karena akhir-akhir ini dia nggak menbuntutiku lagi."Jangan macem-macem," ujar Kak Midam pada Justin sebelum pergi.
"Ya..." jawab Justin malas.
Selepas kepergian Kak Midam, tangan Justin terulur padaku.
"Apa?" tanyaku galak.
"Lu lupa kalo lu gua pinjemin buku gua?"
Aku langsung mengambil buku yang kemarin Justin bawakan untukku dan menyerahkan buku itu padanya.
"Makasih," kataku dan memutar tubuhku untuk menjauhinya, tapi dia justru menarik tanganku, membuatku berputar menghadapnya.
"Apa lagi sih?!"
"Kemarin lu kenapa?"
"Kenapa tanya-tanya?"
"Jawab."
"Terus kamu mau apa setelah tau?" kataku ketus.
Justin hanya diam, tapi tangannya masih terus memegangi tanganku. Apa-apaan sih orang ini?
"Jawab dulu."
"Lepas!"
Aku berusaha menepis tangannya, tapi dia malah tidak mau melepaskannya.
"Justin!"
"Gua bilang jawab du—"
"Nakwon udah bilang lepas kan? Kenapa masih dipegang?"
Aku dan Justin menengok kearah sumber suara dan menemukan Dokter Myungho menghampiri kami berdua.
Tangannya melepaskan tangan Justin dari tanganku dan menyembunyikanku dibelakang tubuhnya.
"Siapa yah?" tanya Justin.
"Sopan santunmu!" tegurku.
"Saya siapanya Nakwon juga nggak penting kan buat kamu? Jangan ganggu Nakwon terus, dia nggak suka," ujar Dokter Myungho memperingati Justin. "Ayo, Nakwon."
Aku ditarik oleh Dokter Myungho meninggalkan Justin yang menatap tak suka pada Dokter Myungho. Tanganku baru dilepas setelah kami sampai di tempat parkiran.
"Ayo masuk," katanya memasuki mobil, begitu juga denganku.
"Eonnie~~~" suara riang si kembar yang duduk dikursi belakang mengangetkanku.
"Kalian ikut?"
"Hari ini sekolah libur. Jadi kami ikut papa," jawab salah satu dari mereka entah siapa yang Myunghee dan siapa yang Myungjoo.
"Oh gitu yah," responku sambil tersenyum pada mereka.
"Kita cari makan dulu yah," ujar Dokter Myungho sambil menjalankan mobilnya. "Kamu punya rekomendasi restoran?"
"H-Hah? Oh ... hm ... mungkin restoran ramen yang ada di dekat lampu merah itu. Daehwi bilang ramen disana enak."
"Daehwi? Udah punya teman baru?"
Aku mengangguk.
"Oke, kita makan disana yah, sekalian konsul."
"Iya."
"Tapi cowok tadi siapa? Kamu keliatan nggak nyaman sama dia. Siyeon bilang akhir-akhir ini kamu sering digangguin cowok. Yang itu cowoknya?"
Siyeon cerita apa aja sih?
Padahal aku sudah berusaha menutup-nutupi ini."Eonnie digangguin cowok?" tanya salah satu dari si kembar.
"Cowoknya jahat?" tanya yang satunya lagi.
"N-Nggak kok," sanggahku. "Tadi dokter udah nunggu lama? Sampai masuk segala," tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Nggak lama, cuma anak-anak nggak sabar mau ketemu kamu katanya."
"O-Oh gitu."
"Kalo kamu nggak mau cerita gapapa kok."
"Hm?"
"Tapi mulai besok saya yang antar jemput kamu ke kampus oke?"
-tbc-
