Rezeki, Jodoh, dan Maut, sudah di atur oleh Tuhan
Kita sebagai manusia hanya bisa berdo'a dan menjalankan
●♡♡♡●
Bel istirahat kedua sudah berbunyi delapan menit yang lalu. Pak Burhan dengan beberapa buku matematikanya terlihat memasuki kelas XI IPA 1.
Setelah mengucapkan salam, Pria paruh baya itu langsung menuliskan materi baru di papan tulis.
"Hadeh, jam terakhir di kasih matematika. Gimana bisa masuk?" gumam Beni, sambil menopang dagunya dengan satu tangan.
Keluhan laki-laki berkacamata itu dapat di dengar oleh Juna. Remaja itu hanya terseyum singkat mendengar sahabatnya yang tidak suka dengan matematika, terus saja mengeluh.
"Vektor. Kemaren integral sekarang vektor. Besok apa lagi, Pak?" Masih saja Beni mengeluh dengan materi baru yang di berikan oleh Pak Burhan.
Pak Burhan yang mendengar itu langsung membalikkan badan. "Beni, kalo kamu tidak mau ikut pelajaran saya, sikahkan keluar!"
Beni hanya bisa diam, sambil mengerjapkan matanya. Seluruh murid memperhatikannya sekarang.
Detik berikutnya sahabat dari Juna itu langsung memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Hehe, nggak, Pak. Maaf."
"Makanya diam! Jangan berisik. Pantas saja nilai matematika kamu selalu jelek, kamu tidak mau memperhatikan," omel Pak Burhan.
"Saya merhatiin kok, Pak," ucap Beni membela diri.
"Sudah! Perhatikan betul-betul!" sergah Pak Burhan.
"I-iya, Pak." Beni menjawabnya dengan sedikit menunduk.
Semua murid kelas XI IPA 1 hanya bisa menahan tawa mereka, ketika melihat raut wajah Beni yang berubah memerah karena takut.
"Makanya jangan berisik," ucap Juna pelan, sambil menatap sahabatnya yang sekarang beda kursi dengannya itu.
Beni hanya memberikan tatapan tidak sukanya kepada Juna. Dan Juna membalasnya kembali dengan kekehan kecil.
"Apaan sih, Jun? Dari tadi ketawa mulu," tegur Naya, yang mendengar kekehan dari Juna.
Juna membenarkan posisi duduknya. Kemudian menatap gadis itu. "Kenapa, Nay?"
"Lo dari tadi ketawa mulu. Yang lucu apa sih?"
"Oh," Juna kembali terkekeh pelan. "itu tadi si Beni, mukanya jadi merah."
"Temen lagi susah, malah di ketawain!" tegur Naya, langsung membuat Juna diam.
"Beni, coba kerjakan soal nomor satu," ucapan Pak Burhan langsung membuat Beni membulatkan kedua matanya.
"Sa-saya, Pak?" tanyanya menunjuk dirinya sendiri.
"Iya lah." Pak Burhan mengangguk pasti. "Di sini yang namanya Beni cuma ada satu. Dan itu kamu," lanjutnya menunjuk Beni.
Beni menghela napasnya pasrah.
"Sial!!" gumamnya pelan.
"Ayo kerjakan!"
Beni langsung beranjak dari duduknya saat guru matematikanya itu sudah tidak sabar lagi.
Dengan rasa kesal dan malas-malasan, laki-laki berkacamata itu mengerjakan soal yang sama sekali tidak ia mengerti.
Setelah hampir sepuluh menit mengerjakan soal. Akhirnya Beni menyelesaikannya. Tetapi ia masih belum tahu, apakah jawabannya benar atau salah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity ✔
Teen FictionBerawal dari menganggap musuh seorang Arjuna Raga Admaja, membuat Renaya Alani Salim terus ingin mengalahkan laki-laki itu apapun dan bagaimanapun caranya. Juna hanya bisa mengikuti permainan yang dimainkan oleh Naya. Gadis yang ia anggap sangat cer...