|34| • Where are you?

11.3K 962 190
                                    

Selama aku... masih bisa bernafas...

Masih sanggup berjalan...

Ku kan selalu memujamu

Meski ku tak tahu lagi...

Engkau ada dimana?

Dengarkan aku...

Ku merindukanmu...



●♡♡♡●


Hari demi hari berlalu begitu cepatnya. Dan tanpa sadar, sudah dua minggu Naya menjalani pengobatan kankernya. Kemoterapi yang di jalani Naya sepertinya tidak membuahkan hasil. Terbukti dengan kondisi Naya yang sekarang sangat lemah dan tidak bersemangat seperti sebelumnya.

Sore ini Naya tengah berada di kamar rawat inapnya, duduk di kursi roda, dengan memandang pemandangan luar rumah sakit melalui jendela kamarnya. Infus yang berada di punggung tangan kirinya, selalu mengimutinya ke manapun ia pergi. Dan juga penutup kepala untuk menutupi rambutnya yang semakin habis karena efek dari kemoterapi.

Tanpa sadar, Naya meneteskan air matanya saat mengedipkan matanya. Beberapa hari terakhir, Naya memang seringkali meneteskan air matanya. Entah apa yang ia pikirkan, sampai membuat suasana hatinya selalu terlihat sendu. Jika Mila, Eza, ataupun Vano bertanya, pasti jawabannya hanya gelengan kepala.

Mila membuka pintu kamar rumah sakit, sambil membawa nampan berisi makanan untuk Naya.

"Nay," sapanya, saat melihat Naya yang masih menatap pemandangan luar.

Tidak ada jawaban dari gadis itu. Mila beranjak meletakkan nampan itu di atas nakas dekat tempat tidur Naya. Kemudian berjalan menghampiri adiknya.

"Nay, makan yuk," ucapnya, memegangi bahu Naya. Mila sedikit tersentak saat air mata Naya yang menetes.

"Nay, kamu kenapa? Kok nangis lagi?" Mila kembali berucap sambil mengusap jejak air mata Naya dengan ibu jarinya.

Masih belum ada respon dari gadis itu. Mila membenarkan posisi kursi roda Naya agar menghadapnya.

"Nay, kamu jangan kayak gini dong. Jangan bikin teteh ikutan sedih," ucapnya menggenggam tangan Naya. "Naya pengen sembuh, kan? Jadi Naya harus semangat. Mana Naya yang teteh kenal dulu? Naya yang semangat? Naya yang nggak nyerah gitu aja? Hm?"

Ucapan dari Mila barusan, langsung membuat Naya memeluknya dan kembali menangis sejadi-jadinya di sana. Mila yang tidak tega, ikut menangis tanpa mengeluarkan suara.


●♡♡♡●

"Pak Eza, saya harus mengatakan ini," ucap Dokter Angga, Dokter yang menangani Naya.

Saat ini Eza tengah berada di ruangan Dokter paruh baya tersebut, setelah tadi melihat Naya dan Mila yang tengah menangis.

"Kenapa sama adik saya, Dok? Apa kanker Naya semakin parah?" tanya Eza panik.

"Kanker darah yang berada di tubuh Naya semakin menyebar ke seluruh tubuhnya." Eza membelalakkan kedua matanya setelah mendengar itu.

"Dengan kondisi Naya yang lemah seperti ini, semakin membuat kankernya cepat menyebar," lanjut Dokter Angga.

Eza menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia menghela napasnya kasar, kemudian menatap kembali Dokter Angga.

"Lakukan yang terbaik untuk adik saya, Dok," ucapnya dengan suara gemetar.
"Lakukan apapun suapaya Naya bisa sembuh." Runtuh sudah pertahanannya kali ini. Air matanya menetes, bersamaan saat tangannya menggenggam tangan Dokter Angga.

Infinity ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang