Pertemuan terakhir, pasti selalu menjadi yang terkenang
●♡♡♡●
Pagi ini Naya berangkat ke sekolah seperti biasanya. Tidak membawa mobil dan diantar oleh Vano, abangnya.
Gadis itu berjalan menyusuri koridor yang sudah sedikit ramai oleh para siswa SMA Garuda.
Flashback on
"Kamu besok nggak perlu masuk sekolah. Abang yang izinin. Hari ini kamu istirahat aja, karena besok kita akan berangkat ke luar negeri untuk pengobatan kamu." Eza berucap setelah meletakkan makan malam untuk Naya.
Naya, Mila, dan Vano yang berada di sana di buat terkejut dengan perkataan dari Eza barusan.
Luar negeri?
"Bang, Naya nggak mau ke luar negeri," ucap Naya membela diri.
Eza menghela napasnya kasar. Kemudian beralih menatap Naya yang duduk bersandar di tempat tidur rumah sakit.
"Kamu mau sembuh kan, Dek?" tanyanya menatap tajam Naya. "Nurut sama abang," ucap Eza tegas.
Naya tidak bisa menyembuhkan kesedihannya. Matanya mulai berkaca-kaca sekarang. Setelah mendengar penyakit yang di derita Naya, Eza sedikit berubah. Ia menjadi sedikit tegas dan sering terulut emosi dalam waktu singkat.
Mila yang tadi duduk di tepi ranjang Naya pun beranjak dan menghampiri suaminya itu.
"Mas,"
"Mila," Eza menatap kearah Mila yang baru saja memanggilnya, "ini demi kesembuhan Naya."
"Tapi Naya nggak mau ke luar negeri, Bang." Naya berucap, matanya yang sudah berlinang menatap kearah Eza. "Naya mau di sini."
"Bang, kalo Naya nggak mau, jangan dipaksalah." Vano yang sedari tadi diam kini ikut berucap.
"Apa bedanya luar negeri sama di sini, Bang? Kalo emang Naya udah di takdirin buat,"
"NAYA!" sahut Eza memebentak, setelah mengerti ke mana arah pembicaraan adik perempuannya itu.
"Naya, kamu nggak boleh ngomong begitu." Mila kini berjalan menghampiri Naya, dan memeluknya. "Nggak baik, Sayang. Naya pasti sembuh kok, ya?"
Naya tidak menjawab, ia hanya mengeluarkan air matanya saja sebagai luapan emosinya.
Eza mengusap gusar rambutnya. Vano yang mengerti perasaan abangnya itu langsung menghampirinya. Kemudian di usapnya dengan lembut pundak abangnya.
Naya melepaskan pelukan Mila, dan langsung berganti menatap Eza yang membelakanginya.
"Bang, Naya mohon. Naya nggak mau berobat ke luar negeri. Naya mau di sini aja," ucap Naya lirih, air matanya yang sempat terhenti, kini mengalir lagi. "Naya nggak mau jauh dari Bang Eza. Naya nggak mau jauh dari Teh Mila. Naya juga nggak mau jauh dari Bang Vano." Di tangkupnya wajahnya dengan kedua tangan. Naya tidak bisa menyembunyikan kesedihannya lagi.
Eza yang mendengar itu langsung menatap kearah adik perempuannya. Di hampirinya Naya, dan di peluknya adik kesayangannya itu.
"Iya, kita berobat di sini aja," ucap Eza disela-sela pelukannya. "Tapi Naya harus janji, kalo Naya harus sembuh, ya?" usapan di punggung Naya membuat gadis itu menghentikan tangisnya. Naya mengangguk sebagai jawaban.
"Naya juga harus janji, besok hari terakhir Naya sekolah," ucapan Eza membuat Naya melepas pelukannya.
Ekspresi Naya terlihat terkejut mendengar itu. Sampai akhirnya iya berkata, "iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity ✔
Teen FictionBerawal dari menganggap musuh seorang Arjuna Raga Admaja, membuat Renaya Alani Salim terus ingin mengalahkan laki-laki itu apapun dan bagaimanapun caranya. Juna hanya bisa mengikuti permainan yang dimainkan oleh Naya. Gadis yang ia anggap sangat cer...