Backstreet

716 96 24
                                    

Hinata memandang keluar jendela kelas. Hujan masih membasahi bumi sejak 3 jam lalu. Tidak deras, pun tidak ringan. Hujan yang sejuk di penghujung hari.

Teman-teman sekelasnya lebih memilih pulang menerobos hujan setengah jam yang lalu.

Hinata masih terfokus pada hujan di luar sana.

Seseorang menggeser pintu kelas dan masuk, tak lupa menutupnya kembali.

Hinata menyadari itu, namun ia tetap tak mengalihkan atensinya.

"Hai, Hyuuga-san," sapa seorang pemuda pirang yang mendudukkan dirinya di bangku tak jauh dari si gadis, hanya terpaut dua bangku.

"Hm," tanggap Hinata seadanya.

"Kau tak pulang?" si pemuda kembali bersuara.

"Tidak."

"Kenapa? Kau tak membawa payung?"

"Tidak."

"Lalu?"

"Malas saja."

"Kenapa? Apa kau kesepian di rumah?" sang pemuda bertanya, lagi.

"Mungkin," Hinata menyahutnya dengan malas.

"Bukankah jam segini Hanabi sudah pulang? Kau juga bisa berkunjung ke rumah Neji 'kan?"

Lagi. Lagi dan lagi. Pemuda itu terus bertanya.

"Aku tahu Baa-san dan Oji-san belum pulang, tapi setidaknya kau harus pulang agar Hanabi tak sendirian," tuturnya panjang lebar.

"Aku akan-"

"Biasakah kau diam, Naruto-kun?" Hinata mendesis dalam bisikannya dan menatap tajam pemuda itu.

"Kenapa?"

"Bagaimana kalau ada orang?" tanya Hinata lagi masih dengan suara pelan.

"Tidak ada, sayang. Kau tenang saja."

"Bagaimana kalau ada yang lewat dan mendengar pembicaraan kita?"

"Tidak akan," Naruto tersenyum lebar menanggapi kekhawatiran kekasihnya itu.

"Kuantar pulang, ya?" tawarnya dengan senyum yang masih mengembang.

"Tidak perlu. Nanti mau bilang apa kalau ada yang lihat? Seorang anak pemilik sekolahan sekaligus ketua osis dan kapten basket, mengantar pulang seorang murid beasiswa, yang bahkan mereka tak pernah terlibat percakapan apapun di mata umum," ucap Hinata penuh penekanan.

"Ha ha ha. Kau ini serius sekali, Hime," Naruto tertawa renyah melihat reaksi gadisnya.

Ia tahu, sebenarnya Hinata hanya takut membuatnya menjadi bahan pembicaraan karena telah memacari gadis dengan -menurut Hinata- ekonomi rendah.

"Kau takut aku malu? Kalau begitu biarkan mereka tahu kalau aku ini milikmu. Aku lebih malu, Hime, ketika mereka menyebutku jomblo."

Hinata menghela napas berat, ia segera beranjak untuk pulang. Hujan telah sedikit reda dibanding tadi.

"Hei, tunggu, Hime," Naruto segera berlari untuk menyejajarkan langkahnya dengan sang kekasih.

Iya, mereka telah berpacaran sejak tahun terakhir mereka di junior high. Hampir tiga tahun, dan Hinata tak ingin memublikasikannya. Padahal kan, Naruto ingin semua orang tahu.

.

.

.

Halte

"Hime."

"..."

"Sayang."

"..."

"Hinata-chan."

"..."

"Hyuuga-san."

"Jangan menyapaku."

Duh, padahal, kan, hanya ada mereka berdua disini.

NaruHina -Always And Forever- Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang