Tiket

717 90 27
                                    

"Huft...." Hinata menghempaskan bokongnya dengan kasar di bangkunya yang keras. Kepalanya ia taruh di meja dengan lengan sebagai bantalan.

"Hei. Pagi-pagi sudah kusut?" Sakura menghampiri gadis indigo itu dan mendudukkan dirinya di bangku depan Hinata.

"Hm," Hinata hanya menggumam tidak jelas sebagai jawaban.

"Kau kenapa, sih? Seperti bukan dirimu saja?" keluh sang gadis musim semi.

Setelahnya tak terdengar pembicaraan lagi. Kelas masih hening karena hanya mereka berdua saja yang baru datang.

Sebenarnya, Sakura sudah gatal ingin menjambak rambut sahabatnya itu. Ia risih karena sejak tadi harus mendengarkan helaan napas si gadis Hyuuga tanpa alasan yang jelas.

"Sakura?"

"Ya? Ada apa?"

"Apa Sasuke-kun pernah melupakan hari jadi kalian?" Hinata mulai menegakkan badannya lagi. Ia menyandarkan punggungnya di kursi.

"Uhm, sepertinya belum. Kami pacaran kan belum setahun."

'Hah ... sepertinya memang tidak tepat menanyakan hal ini pada Sakura.'

"Memangnya kenapa? Apa si baka itu melupakan anniversary kalian?"

"Ya, begitulah. Sebenarnya itu bukan masalah, sih. Hanya saja..."

"Hanya saja?" tanya Sakura penasaran.

"Ya~ sebenarnya dia tidak lupa. Dia hanya sedang sibuk dengan persiapan ujian akhir dan ujian masuk perguruan tinggi."

"Lalu, maksudmu? Dia tidak lupa, tapi kenapa kau seperti ini?"

"Entahlah, Sakura-chan. Aku tidak mengerti," Hinata kembali menelungkupkan wajahnya di meja.

"He ... apa, sih, yang tidak kau mengerti? Aku jadi makin bingung tahu?"

"Kemarin Naruto-kun meneleponku, dia bilang, 'karena minggu lalu kita sudah kencan, hari ini kita tidak usah merayakan anniv kita yang ketiga ini, ya'. Lalu dia menjelaskan tentang ujian-ujian itu, dan terakhir, dia menyuruhku belajar dan jangan kebanyakan menonton konser."

"Lalu apa masalahnya? Bukankah idenya tidak terlalu buruk?"

Hinata mendongak, "Masalahnya, setelah itu aku ingat, kalau aku belum membeli tiket konser OOR di Yamaguchi untuk minggu depan."

"...." sungguh, Sakura ingin menghajar sesuatu sekarang. Pasalnya, di saat harus menghadapi ujian begini, sahabat indigonya itu masih saja memikirkan konser idolanya.

"Dan kau tahu bagian terburuknya, Sakura-chan? Aku kehabisan tiketnya~~."

Hinata merengek, dan entah sejak kapan sudah banyak teman sekelas mereka yang datang. Mereka berdua seakan menjadi pusat perhatian sekarang.

"Hei, forehead!" Ino menepuk bahu Sakura, membuatnya sedikit terkaget.

"Ada apa, pig?"

"Kau sudah tahu belum? 3 bulan lagi BTS mengadakan konser di Okinawa."

"Wah, benarkah? Jangan sampai kita ketinggalan, pig. Aku akan berfoto dengan Kim Taehyung, bla bla bla...."

Hinata benar-benar tak habis pikir dengan sahabat-sahabatnya itu. 'Memang apa bagusnya plastik-plastik itu.'

...

Sepulang sekolah, Hinata melihat kekasihnya itu sedang menunggunya di dekat gerbang dan tersenyum hangat padanya.

Hinata menghampiri pemuda itu dengan wajah cueknya.

"Ada apa?!"

Naruto semakin merekahkan senyumnya mendengar nada ketus gadisnya itu.

Ia memberikan sebuah amplop pada Hinata. Gadis itu hanya mengernyitkan alisnya tak mengerti.

"Sudah, terima saja, hime. Bukalah saat sudah di kamar, okay? Dan sekarang, ayo kuantar pulang."

Naruto menaruh amplop itu di genggaman Hinata dan segera menautkan jari mereka lalu menariknya pelan.

Mereka hanya berjalan dalam diam. Sepertinya memang tak ada yang ingin memulai pembicaraan, atau bahkan saling menanyakan kabar.

Hingga mereka tiba di depan kediaman Hyuuga, dan pemuda itu menyuruh Hinata masuk.

"Aku mencintaimu," ucapnya disertai senyum lima jari andalannya.

Hinata benar-benar penasaran dengan isi amplop itu. Ia segera menutup pintu kamar dan meletakkan tasnya di atas ranjang.

Gadis itu mulai merobek ujung amplop, dan sungguh, ia tak mampu berkata-kata lagi setelah melihat isinya.

"I-ini ... ini," tangannya bahkan bergetar saat memegang dua lembar kertas yang sangat berharga baginya. Tubuhnya jatuh terduduk karena tak kuasa untuk berdiri.

Dua lembar. Itu artinya, Naruto akan menemaninya menonton minggu depan.

"Kyyaaaa!! Aku mencintaimu, Naruto-kun!!!"

"Jangan berteriak, sayang!" Hikari memperingati putri sulungnya itu dari lantai bawah.

Sementara itu, Naruto yang masih berdiri di depan rumah Hinata tak kuasa untuk tak tersenyum mendengar teriakan kekasihnya.

.

.

.

Malam hari 

Drrtt Drrtt

Pemuda blonde itu segera mengangkat panggilan yang masuk di ponselnya dengan wajah berseri.

"Moshi-moshi, hime."

"Apa aku mengganggu?"

"Tidak. Aku baru selesai mandi."

"Eh, jam segini baru mandi? Kau bisa masuk angin nanti."

Naruto melirik jam dinding di kamarnya, dan mendapati jam itu menunjukkan pukul 11.11 malam.

"Kenapa tiba-tiba menelepon dengan suara begitu, hm?" ia sedikit terkekeh dengan kelakuan kekasih indigonya itu.

"Kau ini, sama sekali tidak romantis.

"Arigatou, Naruto-kun."

"Atas?" sedikit menggodanya tidak apa kan, pikir pemuda itu.

"Tiketnya...."

"Hm, sama-sama, sayang. Maaf, ya, aku tidak bisa mendapatkan tiket VIP-nya."

"Tidak apa. Itu sudah lebih dari cukup kok. Kau bahkan sudah mencetaknya."

"Aku akan menggantinya dengan kencan. Kita akan berangkat di pagi hari. Seharian kita habiskan di Yamaguchi, lalu malamnya kita nonton, setelah itu terserah kau. Semua biaya aku yang tanggung."

"Apa itu tidak berlebihan? Tapi aku senang, sih. Aishiteru, Naruto-kun."

"Aishiteru mo, hime."

Malam semakin larut, namun kedua sejoli itu seakan enggan memutuskan sambungan telepon mereka.

"Ngomong-ngomong, hime, kau lebih memilihku atau tiketnya?"

"Tentu saja tiketnya. Eh?"

NaruHina -Always And Forever- Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang