Dia.. yang selalu kukagumi dari jauh.
Dia.. yang telah kusukai sejak lama.
Dia.. yang kucintai dalam diam.
Dia.. adalah matahariku.
...
Pagi yang cerah, terlebih lagi, ini adalah Hari Minggu.
Hinata mulai menaiki sepedanya dan mengayuh pedal. Ia akan bersepeda keliling taman di dekat kompleks perumahan tempatnya tinggal.
Udara masih segar, Hinata suka itu. Menikmati ciptaan Kami-sama seperti ini selalu membuatnya merasa tenang.
Matahari mulai meninggi ketika ia memutuskan untuk pulang. Ia mengambil jalan memutar agar bisa lebih lama, sekaligus melewati kediaman Namikaze.
Namun belum juga sampai angannya untuk melihat putra tunggal keluarga Namikaze yang biasanya berolahraga di halaman depan, Hinata harus mengalami hal yang tidak menyenangkan.
Rantai sepedanya putus. Syukurlah ia tak terjatuh.
Hinata segera membawa sepedanya ke tepi jalan. Ia bingung, haruskah ia mendorongnya, tetapi rumahnya masih jauh. Dan jarak untuk ke bengkel terdekat juga tidaklah dekat.
Hinata semakin putus asa ketika melihat jalanan yang lengang. Tak ada orang lewat, jadi ia tak bisa meminta bantuan.
"Hei, ada masalah?"
Hinata mendongak, ketika sebuah suara yang dikenalnya menyeruak masuk ke gendang telinganya.
"Se-senpai?"
Naruto hanya nyengir melihat kekagetan adik kelasnya itu.
"Kau perlu bantuan?"
"Um, e-etto..." Hinata melirik rantai sepedanya.
"Oh, aku akan membantumu."
Naruto segera meraih sepeda Hinata dan mendorongnya pelan. Sedangkan gadis itu, hanya mengikuti seniornya dari belakang sambil menunduk.
Mereka berjalan dalam keheningan. Sang pemuda merasa sangat risih dengan keadaan ini.
"Hinata? Kenapa kau lewat sini?"
"A-ano. Aku..." wajah Hinata mulai memerah. Ia tak tahu harus menjawab apa. "Hanya ingin saja."
Hening. Lagi.
"Hinata."
"Ya?"
"Sepertinya rantai sepedamu tidak bisa diperbaiki dengan mudah. Namun ... bisakah rantai takdir kita terhubung?"
"Eh? Apa maksud, senpai?" Hinata sungguh tidak mengerti dengan pertanyaan pemuda pirang itu.
"Kita sudah sampai."
Hinata semakin tidak mengerti, seakan Naruto mengalihkan pembicaraan.
"Ini." Naruto menyerahkan sepeda itu pada pemiliknya. "Masuklah."
"Arigatou, senpai. Ka-kau tidak mampir dulu?"
"Lain kali, Hinata. Lain kali aku akan datang mengambilmu dari orang tuamu. Sampai jumpa."
Hinata mematung, mencerna perkataan orang yang disukainya itu.
Ketika hampir berbelok di ujung jalan, Naruto berbalik.
"HINATA!!! AKU MENCINTAIMU!!! KAU BISA MENJAWABNYA LAIN KALI!!!" Teriaknya dan menghilang di tikungan.
Wajah Hinata terasa panas, "haruskah aku menunggu lain kali," lirihnya sebelum kehilangan kesadaran dengan senyum bahagia terlukis di wajahnya.
.
.
.
"Hinata! Hei, sadarlah!" Neji mengguncangkan bahu sepupunya itu."Engg...." bola mata sewarna ametis gadis itu mulai terlihat.
"Apa yang kau lakukan disini?"
Hinata hanya tersenyum ketika mengingat alasannya terbaring dengan tidak elitenya di depan gerbang rumahnya.
"Kau baik?" Tanya Neji heran.
"Baik. Aku sangat baik Nii-san."
"Tapi..."
"Aku baru saja mendapatkan matahari."
"..."
KAMU SEDANG MEMBACA
NaruHina -Always And Forever-
RandomIsinya NaruHina, NaruHina, NaruHina, Yah~ semuanya gak jauh-jauh dari NaruHina. Dan yang jelas cerita ini isinya gak jelas. Disclaimer : Masashi Kishimoto Cover from Pinterest Story written by me ^^ Warning : OOC, Typos, no EYD