You

1K 96 0
                                        

"Aku bersedia."

"Dengan begitu kalian telah sah menjadi sepasang suami istri. Mempelai pria dipersilakan mencium mempelai wanita."

Naruto mulai mendekatkan wajahnya pada wajah Hinata dan mengecup keningnya lembut.

Seusai pengikraran janji suci itu, mereka langsung menuju tempat resepsi pernikahan yang diselenggarakan di ballroom hotel keluarga Namikaze.

Kebahagiaan terpancar dari raut wajah setiap insan yang ada di sana, apalagi sang mempelai pria. Ia benar-benar bersyukur, karena akhirnya ia bisa bersanding dengan gadis yang dicintainya.

Namun Hinata tak tampak seperti itu. Ia selalu memaksakan tersenyum tiap kali ada yang mengucapkan selamat atau sekadar menyapa.

Naruto menyadarinya, namun ia tak berani menanyakan hal tersebut. Apa yang sebenarnya mengganggu istrinya itu.

Hingga semua rangkaian acara pernikahan selesai, dan sekarang dua sejoli itu sedang berada di kediaman baru mereka. Sebuah rumah minimalis, namun megah. Meski begitu, rumah tersebut memiliki taman belakang yang cukup luas, dengan sebuah danau kecil, pepohonan, dan tak lupa beberapa bangku panjang.

Hinata terduduk di sana, di salah satu bangku yang menghadap danau. Helaan napas kasar terdengar beberapa kali. Ia bahkan belum melepas gaun pengantinnya.

Naruto menghampiri istri barunya itu, bingung akan apa yang sebenarnya Hinata pikirkan. Semenjak datang ke rumah ini, hingga Naruto selesai mandi dan mengganti tuxedonya dengan kaos oblong khas rumahan, Hinata tetap bungkam dan memilih untuk menyendiri di taman belakang.

Naruto mulai mendudukkan dirinya di samping Hinata.

"Hime.." panggilnya pelan, namun tak menuai jawaban dari Namikaze baru itu.

"Hei, katakan. Apa ada yang salah?" Ia tetap mencoba membujuk Hinata untuk berbicara.

"..."

"Maaf, apa kau tidak bahagia dengan pernikahan kita?"

"..."

"Maaf bila kurang mewah, tapi bukannya kau tidak suka jika seperti itu? Kau bilang yang sederhana saja, tetapi anggun."

Hinata memutar bola mata jengah.
"Atau kau tidak puas dengan rumah ini? Kurang besar, ya? Jika dibandingkan mansion Hyuuga, ini memang tak ada apa-apanya."
Hinata menatap datar Naruto yang terus meracau sambil memandangi rumput di bawahnya.

"Sudah selesai? Kau benar-benar.." Hinata mendesis. Ia sungguh pusing dengan kelakuan bodoh suaminya ini.

"Kau terus saja mengoceh tanpa melihat apa kesalahanmu. Seharusnya kau berpikir dahulu, apa pernikahan kita sudah lengkap? Apa semua yang kuinginkan sudah kau penuhi?"

Naruto mulai merenung, memikirkan apa saja hal yang diinginkan Hinata di hari kebahagiaan mereka.

"Kau tidak mengingatnya? Hah... dasar."

Lagi. Hinata mengembuskan napas kasar. "Apa yang kau bawa saat melamarku minggu lalu?"

"Cincin?" Si pirang bertanya was-was.

"Hm. Dan itu bukanlah keinginanku. Kau ingat?"

Yah, benar Naruto. Kau mulai mengingatnya? Bukan itu yang diinginkan Hinata, baka.

"Jadi, kau ngambek karena tidak kulamar sesuai dengan keinginanmu? Tapi aku heran, kenapa kau masih mau menikah denganku?"

"..." Hinata terdiam, berusaha memikirkan jawaban yang tepat.

NaruHina -Always And Forever- Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang