Rindu,
Sebuah rasa yang hadir karena rentangan jarak dan waktu.
~
"Aku membencimu. Tapi aku sangat, sangat merindukanmu."
~
"Bukan seberapa aku mencintaimu. Atau cintaku yang melebihi kebencianku, lebih dari itu, aku merindukanmu."
~
"Aku tak akan bilang aku mencintaimu, karena aku sendiri tak tahu. Tapi bolehkah jika aku merindukanmu? Karena merindukan bukan berarti harus memiliki."
~
"Wah, ternyata dunia ini memang luas, ya." Ujar si pemuda sembari merentangkan kedua tangannya dan menarik napas dalam, menikmati segarnya udara.
"Baka. Sejak dulu dunia ini memang luas, otakmu saja yang tumpul sehingga menganggap dunia ini sempit." Celetuk sang gadis yang berdiri di sisi kirinya.
Si pemuda menoleh, menukikkan alisnya tanda tak mengerti. Kedua tangannya telah kembali ke sisi tubuhnya. "Maksudmu?"
"Itu karena otak manusia hanya bisa berpikir sejauh yang bisa ia pikirkan. Dan untuk kasusmu, kau kan tidak pernah bisa berpikir jauh? Jadinya kau menganggap dunia ini sempit."
"Heh." Lagi-lagi dihina. Kekasih manisnya itu memang memiliki mulut yang benar-benar- uh, minta dicium sepertinya.
"Apa lihat-lihat?!" Tuh, kan. Baru dipandang saja sudah mengaum, apalagi kalau disentuh. Naruto hanya mampu membatin ngeri.
Ya, sekarang ini mereka sedang berada di bukit tak jauh dari kota. Sekadar menikmati kebersamaan dan kesepahaman mereka.
Naruto mulai merebahkan dirinya di rerumputan, diikuti oleh Hinata.
Sore yang tenang, kontras dengan keadaan di kota.
Senyuman mengembang di bibir sang pemuda, seakan enggan untuk luntur, terus terpatri dan semakin manis.
"Aku tahu apa yang kau pikirkan." Hinata memulai pembicaraan.
"Hm, benarkah?"
"Ya, setelah semua yang kita lewati, tentu saja aku juga ingin tersenyum."
Pandangan mereka beradu, senyuman makin merekah di wajah masing-masing.
Setelah semua yang berlalu. Ya, semua. Mereka tak pernah habis pikir.
...
Dimulai dari pertemuan pertama mereka semasa junior high, berlanjut dengan kisah asmara mereka di high school.
Ketika keadaan ekonomi membentangkan jarak di antara mereka, karena beasiswa kuliah yang mereka dapat berjauhan.
Long Distance Relationship.
Mereka ragu akan perasaan satu sama lain. Sedikit waktu kebersamaan seakan mengikis kepercayaan.
Ketika bertemu di akhir tahun, mereka bermuka seakan tak pernah berpisah.
'Apa Naruto-kun masih mencintaiku?'
'Apa kau masih mencintaiku, Hime?'
Keyakinan mereka semakin menguap. Hingga mereka bertemu kembali di tempat kerja yang sama.
"Halo, Hinata. Bagaimana kabarmu?"
"Oh, hai. Aku baik. Kau?"
Pertemuan yang canggung. Namun ketika Naruto mengetahui bahwa Hinata masih sendiri, ia tak menyerah.
Mencoba lagi dari awal. Membangun kembali hubungan mereka, komunikasi yang konstan.
Akhirnya mereka menyadari, bahwa itulah kesalahan mereka terdahulu.
Mengambil kesempatan sebanyak mungkin, menciptakan waktu yang tepat, dan-
"Aku mencintaimu, Hinata. Selalu. Sejak dulu hingga sekarang."
"..."
"..."
"..."
"Hinata. Aku tahu, aku tidak pantas. Mungkin saja kau sudah menemukan yang lebih baik dariku. Aku hanya terlalu berharap, berharap kau mau menjadi kekasihku, menjadi calon-"
"Hahaha...." Naruto bingung, ia bahkan menghentikan racauannya demi mendengar tawa Hinata.
"Apa ada yang salah?"
"Kau. Kau yang salah Naruto-kun. Bukankah kita tidak pernah putus. Maksudku, bukankah kita masih sepasang kekasih meski tanpa frasa yang berlebihan?"
Naruto terpaku. Hinata benar. Ia dan gadis itu memang jauh, namun tak pernah terucap perpisahan dari keduanya.
"Jadi.." Naruto tak melanjutkan kata-katanya.
"Aku juga mencintaimu, Naruto-kun. Selalu. Sejak dulu hingga sekarang. Kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun."
Jelas sudah kondisi mereka. Bahwa mereka jauh namun tak terpisah. Kepercayaan yang merenggang, sejatinya hanyalah media perekat bagi mereka.
Jarak yang ada membuat mereka berubah. Berubah menjadi lebih baik. Memperbaiki diri, dan memantaskan diri untuk orang yang mereka cintai.
Itulah cinta. Jika berjodoh, sejauh apapun terpisah, pasti akan bertemu kembali. Bertemu dalam keadaan yang lebih baik.
...
"Ne, Hime."
"Apa?" Tanya Hinata sambil membuka matanya yang sempat terpejam.
"Menikahlah denganku. Setelah menikah nanti, berhentilah bekerja. Aku ingin kau fokus pada keluarga kita nanti. Tabunganku sudah cukup untuk biaya pernikahan dan membeli rumah. Gajiku juga cukup untuk menghidupi kalian."
Hinata terpaku dengan penjelasan dari kekasihnya.
"Aku mau. Tapi... tadi kau bilang 'kalian'?"
"Ya, tentu saja. Kau dan anak-anak kita."
Blush
Hinata merona. Tak mampu membayangkan dirinya akan menikah dengan Naruto lalu memiliki anak.
Dan kau harusnya sadar Hinata, bahwa tadi Naruto mengatakan 'anak-anak' bukan hanya 'anak'.
KAMU SEDANG MEMBACA
NaruHina -Always And Forever-
AcakIsinya NaruHina, NaruHina, NaruHina, Yah~ semuanya gak jauh-jauh dari NaruHina. Dan yang jelas cerita ini isinya gak jelas. Disclaimer : Masashi Kishimoto Cover from Pinterest Story written by me ^^ Warning : OOC, Typos, no EYD