Korban Purnama

757 92 20
                                    

Shion

Setiap malam ia selalu berdiri di sana. Memandang rembulan, berharap entitas itu akan selalu hadir.

Namun terkadang tidak akan bisa seperti itu. Karena mendung, atau hujan.

Di atap rumah sakit ini, ia selalu berdiri di tempat yang sama. Di tepian pembatas, dan menghadap laut.

Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan. Tatapannya menyendu tiap kali melihat air laut. Namun seketika berubah cerah saat menatap langit, apalagi ketika bulan sedang purnama.

Namun tidak jarang ia harus menelan rasa kecewa karena cuaca yang tak selalu mendukung.

Dari sini pula aku selalu mengawasinya. Ia adalah korban bencana alam tiga bulan yang lalu. Ia salah satu korban yang selamat, dan dibawa ke kota ini.

Bencana tsunami yang melanda Kota Kiri benar-benar menghancurkan semuanya.

Tak ada yang tersisa, dan tak pernah terprediksi sebelumnya.

Entah ia harus bersyukur ataukah mengutuk dunia ini karena ia selamat, karena aku tak pernah melihatnya bahagia selama tiga bulan ini.

Namanya, kami bahkan tak tahu siapa namanya. Ia amnesia, dan pernah mencoba untuk melepaskan segalanya. Itulah alasan aku selalu berusaha untuk mengawasinya semampuku.

Bukan kewajiban bagiku sebenarnya, karena kami tak ada hubungan apapun. Namun entah kenapa, aku sudah jatuh dalam pesonanya sejak pertama kali bertemu.

Tatapannya seakan menghanyutkanku. Netra sapphire itu benar-benar menjeratku.

Tetapi hanya ini yang bisa kulakukan. Melihatnya dari kejauhan, tak pernah berbincang kecuali saat ia harus makan--atau apapun yang penting--dan tak pernah ada secuil pun keberanian untuk mengutarakan perasaan.

Karena dari tatapannya, ia seakan merindukan seseorang. Entah siapa, seperti tak terjangkau, layaknya merindukan purnama dalam pelukan.

...

Menma

Aku bahkan tak tahu siapa diriku. Namaku, tempat asalku, keluarga, atau apapun itu.

Yang kutahu, sekarang mereka memanggilku Menma. Hanya sekadar panggilan, untuk memudahkan mereka menanganiku di antara banyaknya pasien.

Mereka bilang, aku adalah korban tsunami yang menerjang Kirigakure tiga bulan lalu. Mereka juga berkata, bahwa aku harus bersyukur karena masih hidup.

Namun yang kurasakan hanyalah kehampaan. Seperti ada sesuatu yang hilang dariku. Seakan aku pernah memilikinya, ataukah itu adalah seseorang. Tetapi siapa.

Ingin kumencarinya, namun dengan keadaanku yang sekarang, aku bahkan tak tahu apapun. Dan aku juga kehilangan tangan kananku.

Rasa hampa itu menjadi semakin menyakitkan, apalagi ketika siang hari. Rasanya cahaya yang ada menyilaukanku. Sehingga aku lebih menyukai malam, terutama bulan.

Entah mengapa tiap kali menatap dewi malam itu, perasaanku menjadi tenang. Dan aku merasa begitu kecewa saat ia tak hadir. Pun laut yang terbentang di kejauhan, mengapa ada rasa tak suka tiap kali aku melihatnya. Apakah ini trauma karena bencana itu? Entahlah aku tidak tahu.

Aku memutuskan untuk kembali ke kamarku. Malam semakin larut. Sebenarnya aku masih bisa jika hanya untuk berdiri semalaman di sana.

Namun aku hanya kasihan pada gadis itu. Gadis yang selalu mengawasiku. Aku yakin jika sepatu berhak yang ia gunakan itu menyiksanya.

NaruHina -Always And Forever- Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang