Terlalu

1.5K 124 1
                                    

"Sebenarnya aku malas mengais masa lalu. Tapi, ya, mau bagaimana lagi? Soalnya perlu." Menggulirkan manik amethystnya ke arah lain, tak ingin beradu pandang dengan sapphire di depannya.

"Hah...." menghela napas pasrah, si pemuda memegang kedua bahu mungil gadis bersurai kelam tersebut.

"Tatap aku, Hinata." Pintanya memelas.

"Dasar rubah." Bibir peachnya dikerucutkan, seakan meminta dikecup oleh pemuda di hadapannya.

Sebenarnya Naruto ingin menciumnya, melumat- ah lupakan. Ini bukan waktu yang tepat. Gadisnya ini tiba-tiba saja merajuk tanpa alasan.

"Katakan, Hinata, apa aku berbuat kesalahan? Ayolah, agar aku bisa tahu-"

"Tahu apa, ha?! Setelah tahu juga tidak kau perbaiki. Apa? Mau bilang tidak. Cih, mengelak saja terus."

Si pirang mengerang frustrasi.

"Dari dulu selalu saja begitu. Bilang maaf lah, tidak akan mengulangi lah, apalah. Aku tidak peduli." Menghentak kesal, ia pun memutuskan pergi dari sana.

Naruto hanya mematung. Memproses, heh?

..

"Bagaimana ini, teme~ bagaimana kalau Hime minta putus."

Bungsu Uchiha terguncang. Bagaimana tidak, jika sejak sejam yang lalu sahabat semenjak oroknya ini terus saja merengek dan menggoyangkan lengannya keras.

Sasuke memutar bola mata malas. "Syukur, deh, kalau putus."

"Dasar. Untung sahabat."

..

"Jadi, apa kalian putus?" Si pemilik surai soft pink tersebut bertanya sebelum menyesap teh hijaunya.

"Tidak."

"Lalu, apa kau akan memutuskannya?"

Saat ini mereka- Sakura dan Hinata- tengah berada di apartment si gadis musim semi. Setelah memutuskan untuk pergi dari hadapan si pemuda Namikaze, Hinata lantas menemui Sakura.

"Tidak."

Sakura memutar bola mata jengah. Oh, ayolah, ketika ia bertanya-

"Mana mungkin aku memutuskannya, Sakura~. Kau tahu benar aku tak akan sanggup. Aku terlalu mencintainya."

"Hah, dasar. Kukira karena apa, terlalu mencintai si bodoh itu, eh?"

Hinata menelungkupkan wajahnya ke antara tangannya yang terlipat di atas meja.

"Sudahlah. Aku saja tidak sampai seperti itu pada Sasuke-kun."

"Kau tidak mencintainya?" Hinata sedikit mendongak.

"Tentu saja aku mencintainya. Sasuke-kun itu terlalu tampan sih. Dia itu bla bla bla." Hinata mendengus melihat sahabatnya yang satu ini. Gemas dengan tingkah Sakura yang bahkan sampai merona dan menangkupkan kedua tangannya di pipi saat membicarakan Sasuke.

'Kenapa si muka aspal itu mau memacarinya?' Hinata membatin miris.

..

Keesokan harinya masih sama, bumi masih berotasi, berevolusi, dan- abaikan semua itu. Hingga pagi ini pun, Naruto masih tak tahu dengan alasan Hinata yang mendiamkannya.

Didiamkan seperti ini tidak enak, seperti rendaman, eh, fermentasi. Mungkin?

Sudahlah, semuanya tidak penting. Karena yang penting baginya hanyalah si gadis indigo.

Ia benar-benar tak bersemangat hari ini. Sesampainya di kelas, ia hanya duduk dengan lemas di tempatnya. Melihat bangku di depannya yang masih kosong- bangku si sulung Hyuuga. Kemudian memejamkan mata, berniat melanjutkan tidur malamnya yang terpotong oleh aktivitas pagi hari.

Drrt drrt

Ponselnya bergetar. Naruto sungguh malas, ia langsung menjawabnya tanpa melihat nama si pemanggil.

"Moshi-moshi." Suaranya terdengar parau, mirip orang yang ingin mampus saja.

"..." Tak terdengar jawaban dari seberang.

Naruto hanya diam, dia malas.

"Aishiteru, Naruto-kun." Sebuah suara mengalun dengan lembut di sampingnya. Terdengar nyata, sangat nyata.

Panggilan telepon terputus. Naruto membuka matanya dan mendongak. Hinata tersenyum dengan sangat anggunnya di depannya.

Mengerjapkan mata, berharap ini bukan ilusi, apalagi mimpi. "H-Hime? Kaukah itu?"

"Ya, ini aku. Maaf soal kemarin. Hehe."

Naruto menegakkan duduknya. Ia semakin dibuat bingung dengan sikap kekasihnya itu.

"Jadi.... kau sudah tidak marah lagi padaku?" Tanyanya hati-hati.

"Iie.." Hinata menggeleng pelan. "Sebenarnya kemarin aku tidak marah padamu, Naruto-kun."

"Eh? Lalu? Acara merajuk dan mendiamkanku itu?" Si pirang semakin bingung, otaknya bekerja keras, namun nihil. Rasa kantuknya bahkan menguap begitu saja.

"Hm, sebenarnya aku hanya mengecekmu saja kemarin."

"Cek?"

"Ya. Mana mungkin aku bisa mendiamkanmu?"

"Hah. Benarkah itu? Aku takut sekali, Hime. Kupikir kau akan memutuskanku."

"Ha? Darimana kau dapat pemikiran seperti itu? Kau tahu sendiri kan, kalau aku ini terlalu mencintaimu. Mana mungkin aku bisa minta putus." Terang Hinata, membuat angin segar berembus di hati dan pikiran Naruto.

"Syukurlah... kukira aku akan mati. Arigatou, Hime."

"Jangan berlebihan begitu, aku jadi semakin terlalu mencintaimu."

'Terlalu sulit mendapatkanmu, Hime. Jadi pastinya akan terlalu lebih sulit melepasmu.'

Senyum simpul mengembang di bibir Naruto, begitu pula rona merah di pipi sang gadis.

NaruHina -Always And Forever- Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang