1.2 || Fana Posesif?

2.6K 260 10
                                    

"Fana ke arah Radha! Dribble ke Radha! Jangan main sendiri!"

Suara Devo tidak berhenti keluar. Ia terus meneriaki Fana untuk tidak bermain secara sendiri. Sementara Senja yang duduk di bawah pohon rindang sambil membaca buku itu hanya bisa melirik Fana. Lelaki itu memang tidak mendengar atau sengaja tidak mendengar?

Devo masih terus berteriak, sementara Fana malah dengan santainya tetap memasukkan bola ke dalam ring. Gadis itu menggelengkan kepala. "Tuh bocah ada-ada aja sih."

Ah, ya, Senja tidak tahu perjuangan apa yang akan dilakukan Fana. Sepertinya Senja merasa tidak siap, ada rasa deg-degan ketika Fana berkata bahwa Senja adalah miliknya.

Tahu bagaimana rasanya?

Tahu bagaimana rasanya mendengar kalimat itu dari seorang Fana? Fanathan, lelaki dari kalangan basket yang menjadi incaran siswi di sekolahnya, mengatakan bahwa Senja adalah miliknya. Pernah merasakan itu?

Arghh... Senja tidak bisa mengekspresikan perasaannya.

Rasanya indah. Menyenangkan. Apapun kalimat bahagia lainnya, itu akan mewakili perasaan Senja.

"Kira-kira dia bakalan ngapain ya?" ucap Senja, ia menutup bukunya dan pandangannya hanya mengarah ke arah Fana.

"Tapi apa bener dia emang udah suka waktu pertama kali ngelihat punggung gue?"

Senja bukannya tidak yakin. Tapi ia merasa sepertinya ucapan Fana tidak bisa seratus persen dipercaya. "Senjaa... masih pdkt aja udah gak percayaan, nanti pas pacaran malah susah bego."

Gadis itu menggelengkan kepalanya. Belum tentu juga kan kalau ia akan menjadi milik Fana?

Ya. Itu belum tentu terjadi.

"Senjaa!!" Panggilan itu langsung membuat lamunan Senja terhenti dan ia berlari menghampiri Devo yang sudah berkacak pinggang.

"Kenapa, Kak?"

Devo terlihat mengembuskan napas. "Kenapa cuma kamu aja yang dateng hari ini? Temen kamu mana? Katanya, Wira ngirim dua orang buat tim basket."

Senja mengangkat satu alisnya. "Nalda? Nalda hari ini gak bisa. Lagian di jadwalnya, hari ini sebenernya anak osis gak ada kegiatan buat tugas di tim basket. Makanya dia gak dateng, Kak."

"Tetep aja, Senja. Ada ataupun gak ada di jadwal, kalau kami memang punya kegiatan latihan, kalian harus tetep ada buat ngawasin."

Senja mengangguk sedikit takut. Mendadak ia memikirkan kalimat Regha beberapa hari kemarin, yang mengatakan bahwa ia malah seperti budak di tim basket. Yang harus mengikuti semuanya dengan teratur.

Senja mengembuskan napasnya. "Lain kali gak diulangin lagi, Kak. Maaf, ya. Senja beneran gak tahu."

Fana yang melihat keduanya dari kejauhan menyipitkan mata terlebih dahulu sebelum akhirnya ia menghampiri keduanya.

"Kenapa ini kenapa?" Fana sedikit tidak suka karena ia tadi melihat Devo seperti memarahi Senja. Ah, harusnya ia tidak usah mengajak Senja tadi. "Jangan dimarahin Senja-nya, dia gak tahu apa-apa."

Devo memiringkan badannya, menatap tajam mata anak didiknya itu. "Nath, gue tahu lo lagi ada di masa-masa lo jatuh cinta. Tapi jangan sampai itu malah ngebuat lo menghancurkan tim lo sendiri."

Setelahnya Devo pergi meninggalkan Fana dan Senja. Tiba-tiba Devo langsung membubarkan latihan kali ini tanpa ada evaluasi. Begitulah Devo, kalau sudah marah, melampiaskannya ke mereka.

"Gue balik duluann, Nath, Nja!" teriak beberapa orang lainnya termasuk Radha. Dan di lapangan kecil itu hanya tersisa Eltra dan Gara yang sudah berlari menghampiri keduanya yang masih menatap punggung Devo yang sudah menjauh.

Ruang Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang