"Dia gak jauh dari tempat lo kumpul sekarang, El!"
Keempatnya langsung saling pandang.
"Di mana dia sekarang? Ikutin dia jangan sampai kehilangan jejak, Bim," ucap Fana menegaskan.
"Gue gak tau dia ke arah mana. Dia lagi menuju kompleks perumahan," Bima terdiam sesaat lalu suaranya tiba-tiba berubah menjadi tegang, "kompleks perumahannya Senjaa!!!"
Tidak kalah tegangnya dengan Bima, Senja juga menjadi lebih panik dan takut. Namun keempatnya tidak bergerak, mereka tetap mendengarkan suara Bima melalui telepon itu.
"Dia ke mana lagi?" tanya Senja dengan gemetar, ia hanya takut kalau orang itu melukai papanya atau melakukan suatu hal yang tidak bisa diduga.
Tiba-tiba telepon Senja berdering. Pandangan keempatnya langsung berpindah.
Senja tau bahwa orang itu yang menelpon. Senja mengangkatnya dan membiarkan yang lain juga ikut mendengar.
"Ssh ... Senja, kenapa kamu meninggalkan ayahmu sendirian di rumah ini?"
Senja menegang. "Di mana dirimu bersembunyi?!!"
"Ahh ... kenapa kalian tidak berusaha melacakku? Bukankah Bima adalah lelaki pandai? Tidak usah berpikir rumit. Pikirkanlah yang ada di samping mu saat ini, sementara dia lah yang menjadi targetku selanjutnya."
Eltra dan Gara seketika langsung menoleh ke arah Fana. Lalu mereka menatap Fana dengan khawatir.
"Siapa sebenarnya dirimu?! Kenapa kau tidak menunjukkan wajahmu secara langsung dihadapanku?!!" teriak Senja namun masih berusaha pelan.
"Sshh ... tubuh ayahmu indah sekali untuk dihilangkan ...," Seketika Senja langsung bangkit dari kursinya. Membuat beberapa pengunjung menoleh, "sshh ... selamat tinggal, Prasetya."
Setelah itu terdengar suara hantaman dan tembakan, lalu telepon dimatikan sepihak. Entah itu siapa namun Senja tidak bisa menenangkan dirinya untuk sesaat. Ia langsung meminta Fana untuk mengantarnya pulang bersama dengan Gara dan Eltra.
"Tenang, Senja. Papa gak bakalan kenapa-kenapa," ucap Fana berusaha menenangkan gadisnya yang sejak tadi masih menangis.
Jujur saja, siapa yang tidak takut ketika mendengar suara-suara hantaman dan tembakan seperti itu? Bukan hanya satu atau dua orang, melainkan seperti penyerangan sepuluh lawan satu.
"Kita bertiga janji bakal nemuin siapa pria itu, Ja," sahut Eltra di belakang sambil menepuk pelan bahu Senja.
"Fana, cepetin! Senja gak mau sampai Papa kenapa-kenapa."
Fana mengangguk lalu ia menancapkan gasnya lebih cepat lagi.
— Ruang Rindu —
"PAPAAA!!!"
Senja langsung berlari menghampiri Prasetya yang tergeletak di lantai tidak sadarkan dirimu. Wajahnya dipenuhi luka dan lebam di mana-mana. Senja memeluk papanya itu lalu menangis sekencang yang ia bisa.
Sementara Fana, Eltra, dan juga Gara saling pandang. Jika pria itu nekat melakukan hal seperti ini kepada Prasetya, maka dia mungkin akan menganggap bahwa Fanathan adalah hal yang lebih mudah untuk dilenyapkan.
"Gara! Telepon ambulans!!" teriak Senja.
Wajah gadis itu sudah bengkak, tangannya masih berusaha menutupi darah-darah yang masih mengalir. "Papa ... bangun, kalo Papa gak bangun nanti Senja marah...."
Fana dan Eltra terduduk di lantai. Keduanya hanya bisa membiarkan Senja menangis. Anak gadis mana yang tidak menangis jika melihat papanya dalam kondisi mengerikan seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Rindu [Completed]
Teen Fiction"Fana jadi debu! Fana selamanya jadi ilusi buat Senja!" Senja tidak pernah menduga akan memasuki lingkaran kehidupan baru ketika bertemu Fanathan, salah satu anggota tim basket di SMA Harapan Nusantara. Kembali berurusan dengan Regha; manta...