HiVi! - Remaja
Senja mengerjapkan matanya. Ia memandangi Fana sejenak. "Gila? Lo gila?"
Fana yang masih mengatur napasnya itu langsung memandangi Senja. Mendadak Fana terlihat gugup. Lalu tangan Senja terulur menepuk pundak Fana. "Sabar, ya, Fana. Jangan gila. Kalau ada masalah, curhat sama gue aja."
Senja tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
Sementara Fana terdiam. Maksudnya Senja apa? Tunggu. Fana tidak mengerti.
Maksudnya, Fana dianggap gila gitu?
"Wait...," Fana bangkit dan mensejajarkan tubuhnya dengan Senja, "lo ngira gue udah gila sekarang?" Lelaki itu menaikkan satu alisnya.
Senja mengedikkan bahu, menggelengkan kepalanya. "Kan gue cuma bilang, kalau lo jangan gila. Kalau ada masalah, cerita. Gitu."
Fana mengembuskan napasnya. Fana... sabar, ya. Hidup memang berat. Apalagi menghadapi gadis seperti Senja yang susah mencerna perkataan orang. Sabar-sabar aja.
"Oke, Senja. Oke. Sekarang, mending lo telepon Papa. Tanyain, udah sampai di mana. Kalau masih lama, gue ajak balik ke rumah."
Senja mengangguk lalu ia merogoh sakunya dan menekan nomor Prasetya.
"Halo, kenapa Senja?"
"Masih lama ya? Kira-kira sampe jam berapa, Pa? Kok lamaaa...," Senja memanyunkan bibirnya, "ada. Di depannya Senja nih. Papa mau ngomong?"
Senja menyerahkan ponselnya. "Papa mau ngomong sama lo."
Belum sempat Fana menolak, Senja sudah menempelkan ponsel itu di telinga Fana. "Eh, halo Om!"
Senja berusaha menguping pembicaraan Fana dan papanya itu dengan menempelkan telinganya juga di ponselnya itu. Fana menarik tubuhnya menjauh, dan memegangi tangannya supaya tetap diam.
Memang, Senja ini tidak bisa diam.
"Oke, Om. Nanti telepon ke handphone-nya Fana aja lagi. Malam, Om."
Senja mengambil ponselnya. "Apa kata Papa?"
"Lo disuruh ikut gue pulang sampai Papa lo selesai benerin motornya."
Senja menautkan alisnya. "Emang motornya kenapa? Kan tadi bannya cuma kempes."
Fana mengembuskan napas lalu memutar tubuh Senja untuk berjalan ke arah rumahnya lagi. "Diem ya Senja. Gak usah banyak tanya. Capek gue jawab."
Senja menoleh. "Kenapa capek ngejawab?"
"Karena lo gak akan ngerti sama apa yang gue bilang."
Senja menahan tangan Fana supaya Fana berhenti berjalan. Gadis itu menyilangkan kedua tangannya. Ia menatap Fana tajam. "Bilang gak!"
"Ja, Papa—"
"Stop! Jangan panggil gue dengan sebutan Ja, mendingan Nja, atau Senja aja deh," kata Senja mengoreksi perkataan Fana.
Fana menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. "Oke, Senja. Motor Papa lo itu mesinnya udah rusak, kelamaan dipakai untuk ukuran motor tua. Katanya mesin di dalemnya ada masalah, bannya kempes karena ada baut yang lepas, makanya langsung dibawa ke bengkel."
Senja terdiam. Gadis itu mengerjapkan matanya.
Pasti Senja tidak paham dengan penjelasan Fana itu. Pasti.
Fana menaikkan satu alisnya melihat reaksi Senja yang tampaknya sedang berusaha meresapi. "Nja."
"Tunggu tunggu. Gue masih meresapi. Apa sih maksud lo? Motornya tua? Mesinnya rusak? Gimana? Coba jelasin yang bener."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Rindu [Completed]
Roman pour Adolescents"Fana jadi debu! Fana selamanya jadi ilusi buat Senja!" Senja tidak pernah menduga akan memasuki lingkaran kehidupan baru ketika bertemu Fanathan, salah satu anggota tim basket di SMA Harapan Nusantara. Kembali berurusan dengan Regha; manta...